"Lain halnya bila menyangkut masalah yang mendasar, yakni akidah. Ayah wajib mendidik anak-anaknya sesuai aturan agama. Ia harus menanamkan akidah yang kuat agar tak mudah tercabut ketika ada angin bertiup. Ayah hendaklah senantiasa membentengi anak-anaknya dengan syariat."
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Like father like son. Kita tentu sering mendengarnya. Peribahasa ini menggambarkan bahwa anak laki-laki itu mengikuti ayahnya. Bagaimana ayah, begitu pula anaknya.
Di dunia ini ada sejumlah pasangan ayah dan anak laki-lakinya yang sama-sama terkenal di dunia politik dan menjadi pemimpin. Ada George Herbert Walker Bush dan anaknya, George Walker Bush yang menjadi presiden AS ke-41 dan ke-43. Di Suriah ada Hafez al-Assad yang menjadi presiden selama tiga periode sebelum akhirnya digantikan oleh sang putra Bashar al-Assad sejak tahun 2000. Kemudian ada Kim Il Sung yang menjadi pemimpin tertinggi di Korea Utara dan digantikan oleh putranya, Kim Jong Un.
Di kawasan Asia Tenggara, ada Lee Kuan Yew yang menjabat sebagai perdana menteri pertama Singapura. Ia diikuti oleh Lee Hsien Loong, putra tertuanya, yang menduduki jabatan sebagai perdana menteri ke-3 negara yang terkenal dengan patung Merlionnya itu. Lalu ada Bongbong Marcos dari Filipina yang memenangi hasil pemilu dan terpilih sebagai presiden untuk periode berikutnya. Bongbong tak lain merupakan putra dari mendiang Ferdinand Marcos Sr., presiden Filipina yang terkenal diktator di masa lalu. Ia mengikuti jejak ayahnya berkarier di dunia politik.
Di Indonesia sendiri ada Pak Jokowi yang sebelum menjadi presiden pernah menjabat sebagai Gubernur Solo. Nah, sekarang putra pertama Pakdhe, sapaan akrab Pak Jokowi, juga mengemban amanah sebagai orang nomor satu di kota Solo. Akankah Gibran Rakabuming Raka juga mengikuti jejak ayahnya menjadi orang nomor satu di republik ini? Biarlah waktu yang menjawabnya.
Kalau dalam Islam, kita mengenal Nabi Ibrahim dan kedua putranya, Ishak dan Ismail. Ada juga Nabi Yakub dan putranya Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Tak ketinggalan pula Sultan Murad II yang menempa putranya, Muhammad Al-Fatih, sehingga mampu menjadi penakluk Konstantinopel. Mereka adalah sosok yang luar biasa dan menjadi teladan umat.
Seorang anak itu seperti cetakan dari orang tuanya. Meskipun tak sama persis, namun banyak hal yang menjadi kesamaan. Kalau dalam Bahasa Indonesia, kita mengenal ‘Buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ yang mengandung arti bahwa anak itu tidak jauh berbeda dengan orang tuanya.
Anak laki-laki biasanya mengikuti sang ayah sebagai contoh yang paling dekat dengan dirinya. Ayah menjadi panutan bagi anak laki-lakinya. Sang anak mendapatkan gambaran bagaimana menjadi seorang laki-laki dari melihat sosok ayahnya. Tindakan, pemikiran, kesenangan, hobi, dan pekerjaan ayah akan memengaruhi anak.
Memang, tak selalu anak laki-laki itu tepat seperti ayahnya. Sering kita jumpai ayah yang berbanding terbalik dengan anaknya. Ayahnya suka bekerja dengan alat pertukangan, sementara putranya gemar memasak. Ayahnya rajin bekerja, tapi anaknya cenderung malas-malasan. Ayahnya jarang salat, namun anaknya sangat dekat dengan masjid. Ayahnya senang maksiat, namun ternyata putranya seorang ustaz. Ini merupakan fakta yang ada di sekitar kita.
Untuk hal-hal yang sifatnya mubah tentu tak masalah. Mau ayahnya dokter sedangkan anaknya pebisnis, sepanjang itu halal tentu sah saja. Ayahnya hobi memancing, sedangkan anaknya hobi berkebun. Keduanya boleh saja dilakukan, selama tak ada hak orang lain yang dilanggar. Yang penting syariat menjadi landasan setiap perbuatan.
Lain halnya bila menyangkut masalah yang mendasar, yakni akidah. Ayah wajib mendidik anak-anaknya sesuai aturan agama. Ia harus menanamkan akidah yang kuat agar tak mudah tercabut ketika ada angin bertiup. Ayah hendaklah senantiasa membentengi anak-anaknya dengan syariat.
Untuk itu, ayah haruslah menjadi yang pertama dalam mengerjakan perintah Allah. Bukan hanya sekadar berbicara dan memerintah, namun ayah harus menjalankan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi kewajiban seorang muslim. Tunjukkan bagaimana menjadi hamba yang bertakwa pada-Nya.
Tentu sangat tak baik bila ayah memerintahkan anaknya untuk salat sementara dirinya sendiri tak salat. Bagaimana anak akan percaya bahwa salat itu sebagai kewajiban yang tak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun jika ayah sendiri meninggalkannya? Anak akan melihat inkonsistensi pada diri sang ayah. Akibatnya, anak pun juga tak menganggap salat itu penting dan wajib.
Ayah hendaknya mengajarkan kebaikan dengan lisan dan perbuatannya. Apa yang diucapkan haruslah sesuai dengan tindakan. Mengaku beriman, maka harus mau menjalankan apa yang Dia perintahkan. Ayah berusaha menjadi contoh yang baik. Bukankah anak itu mencontoh orang terdekatnya? Siapa lagi kalau bukan ayah sendiri?
Ayah juga mengajarkan anak laki-lakinya untuk mengemban tanggung jawab sesuai dengan tingkatan usia dan kemampuannya. Meski tak selalu hadir setiap waktu, ayah harus hadir di saat yang tepat. Jangan sampai anak merasa kehilangan sosok pemimpin dalam keluarga. Walaupun ayah sibuk bekerja, namun ia tetap memberikan waktu untuk keluarganya. Meskipun ayah lelah mencari nafkah, namun ia tak pernah meninggalkan salat lima waktu dan ibadah wajib lainnya.
Dengan begitu, anak laki-laki akan melihat bahwa ayahnya adalah teladan yang baik. Anak akan berusaha menjadi seperti ayahnya kelak ketika sudah dewasa. Jika ingin anak laki-laki kita saleh, maka ayah haruslah menjadi pribadi yang demikian. Berupaya sebaik mungkin menjadi pribadi yang taat pada Allah.
Setiap ayah tentu ingin anak laki-lakinya menjadi yang terbaik. Untuk itu, akidah haruslah menjadi landasan dalam mendidik putranya. Apa pun yang kita ajarkan pada mereka, selalu akidah Islam yang menjadi panduannya. Mencetak anak-anak yang berkepribadian Islam tentulah harus sesuai dengan tuntunan syarak yang bersumber dari Sang Khalik.
Bila kita telah mematuhi rambu-rambu syariat dalam mendidik anak-anak, maka atas izin-Nya mereka akan menjadi hamba yang taat pada agama. Ayah yang saleh mampu mendidik anaknya menjadi insan yang saleh pula. Peran orang tua untuk mendidik anak-anaknya sangat menentukan. Orang tualah yang menorehkan warna pada anak-anaknya dan menjadikan mereka seperti apa nantinya, sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannnya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari Muslim)
Wallahu a’lam bish-shawwab[]