“Semua manusia pasti merasakan mati, itulah sunatullah dan hukum alam yang ditetapkan Allah Al-Khalik atas setiap jiwa yang ada dalam diri manusia. Tapi sebagaimana karakter peradaban Barat yang sekuler-liberal hari ini, kemajuan teknologi pun tak jarang dikembangkan untuk menerobos hal-hal yang sifatnya sudah pasti dan pakem.”
Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si.
Kontributor Tetap NarasiPost.Com
NarasiPost.Com-Potensi akal yang diberikan Allah Swt. kepada manusia memang luar biasa. Ia menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk-Nya yang lain. Kepintaran dan kecerdasan yang ada dalam akal seseorang akan mampu melahirkan berbagai inovasi yang sangat bisa memberikan manfaat kepada umat manusia, memberikan akses yang lebih mudah bagi berbagai pekerjaan manusia, dan lain-lain. Meski demikian, tetap saja inovasi yang bersumber dari kecerdasan seseorang ini memiliki potensi ancaman terhadap peradaban manusia itu sendiri.
Dunia hari ini dipimpin oleh peradaban sekuler yang memberikan ruang sangat luas bagi akal untuk berjalan semaunya, tanpa bimbingan wahyu atau landasan apa pun yang berdasarkan agama. Kondisi ini juga pada faktanya mengonfirmasi premis di atas, bahwa kecerdasan manusia justru bisa mengancam peradaban. Sebut saja, keinginan manusia untuk terus hidup, ternyata bukanlah sesuatu yang kita temui di tayangan-tayangan fiktif di layar kaca saja. Dan ketika keinginan semu ini didukung oleh buah dari pemikiran manusia, berupa teknologi, maka sungguh temuan ini membahayakan peradaban yang sudah dipenuhi oleh berbagai kebobrokan sosial.
Contohnya teknologi cryogenic. Teknologi yang terbilang baru ini pada dasarnya adalah ilmu yang mendalami proses pengawetan melalui proses pembekuan menggunakan zat nitrogen cair dalam suhu yang sangat rendah. Teknologi ini pun dapat digunakan untuk berbagai macam bidang. Menurut laman GasLab, cryogenic bisa dimanfaatkan untuk menjadi daya dorong sebuah roket, di dalam mesin MRI, alat penampung makanan dalam jumlah besar, menciptakan efek kabut khusus, hingga membekukan sampel jaringan dan darah.
Hanya saja, akan menjadi masalah yang besar jika teknologi ini digunakan untuk mendobrak apa yang dikenal oleh umat Islam sebagai sunatullah. Kemampuan teknologi cryogenic justru dikembangkan oleh perusahaan di Rusia dan AS untuk “menghidupkan kembali” manusia yang “dimatikan”. Melalui proses pembekuan tubuh dan organ-organ manusia –kecuali sel-sel otak yang harus dijaga agar tidak rusak- perusahaan edan ini mengabarkan ke kliennya bahwa ada kemungkinan tubuh yang beku itu dapat dihidupkan kembali di masa depan, meski hingga kini belum ada yang bisa menjaminnya (DetikInet, 18/01/2020).
Semua manusia pasti merasakan mati, itulah sunatullah dan hukum alam yang ditetapkan Allah Al-Khalik atas setiap jiwa yang ada dalam diri manusia. Tapi sebagaimana karakter peradaban Barat yang sekuler-liberal hari ini, kemajuan teknologi pun tak jarang dikembangkan untuk menerobos hal-hal yang sifatnya sudah pasti dan pakem. Tak tanggung-tanggung, telah tercatat 70 orang yang sudah mendaftarkan nama mereka untuk menempuh proses menantang sunatullah ini. Padahal jika ditelaah lebih lanjut, masih ada kemungkinan proses cryogenic ini tidak berhasil kelak, begitu ungkap perusahaan pengembangnya.
Bahaya yang ditimbulkan, terlebih bagi kaum muslimin jika tersilaukan oleh kemajuan teknologi belaka, tanpa memandang aspek lain dari teknologi tersebut, sangat bisa menumbuhsuburkan penyakit yang pernah disebut oleh Rasulullah saw. beribu tahun yang lalu. Penyakit tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah al-wahn atau mencintai dunia dan segenap isinya, namun amat sangat menakuti kematian menimpanya. Iming-iming perusahaan kepada para klien dengan kemungkinan bisa dihidupkan lagi ini juga menunjukkan bukan hanya perusahaannya saja yang nekat, tapi juga mereka yang tergiur dan sudah ingin mencicipi teknologi ini.
Pertanyaan mendasar yang pasti dimiliki oleh setiap manusia, yakni hendak ke mana, akan melakukan apa, dan setelah kehidupan dunia akan ada apa, gagal diletakkan jawabannya pada posisi benar oleh pengagum teknologi ini, sebagaimana yang sudah didesain oleh Allah Sang Pencipta. Alih-alih menjawab dengan jawaban yang akhirat-sentris, jawaban yang justru mengutamakan materi dan ketiadaan hubungan alam akhirat dengan kehidupan dunia yang dilontarkan itu justru semakin menunjukkan betapa kapitalisnya peradaban Barat yang kita saksikan bersama-sama hari ini. Pengembangan teknologi yang dikapitalisasi –dan nihil tuntunan wahyu- hanya akan melahirkan pemikiran yang nyeleneh, bahkan seringnya, menentang fitrah manusia itu sendiri.
Orientasi peradaban Barat jarang mempertimbangkan aspek nilai agama dalam setiap produk yang dijajakan, sedikit banyak telah memengaruhi umat Islam yang notabene bagian dari peradaban yang rusak ini. Segala sesuatu yang disandarkan pada selain aspek akhirat akan sangat riskan menjerumuskan muslim ke dalam kerusakan, cepat atau lambat. Atas dasar inilah, penting bagi umat Muhammad saw. untuk membekali dirinya dengan pemikiran Islam yang sahih dan lurus. Pemikiran yang menjadikan akidah Islam sebagai fondasinya langsung. Agar pemikiran yang benar ini memandu segala tingkah laku dan perbuatan seorang hamba serta tidak mudah tersilaukan dengan jualan dari peradaban Barat.
Apalah artinya berumur panjang, tapi ketaatan sama sekali tak tertanam dalam diri seseorang. Apalah artinya berumur panjang, bila fitrah yang ditetapkan Allah Swt. justru tertentang. Apalah artinya berumur panjang, jika benci dan murka-Nya yang terengkuh, bukan cinta serta rida-Nya.
Wallahu a’lam bisshawwab.[]