Ketika Pernikahan Harus Kandas dalam Waktu Singkat

"Setiap muslim juga harus membekali dirinya dengan tsaqafah Islam, termasuk tentang ilmu dan hukum pernikahan. Bagaimana fase dan langkah yang harus dilakoni sebagai sepasang suami istri sudah menjadi bekal wajib sebelum menikah. Harapannya adalah kehidupan pernikahan akan mendapatkan sakinah mawadah warahmah. Bukan pernikahan sesaat apalagi pernikahan yang justru saling meyakiti satu sama lain."

Oleh. Erlina YD
(Muslimah Peduli Generasi)

NarasiPost.Com-Setiap insan, baik laki-laki maupun perempuan ketika sudah memasuki usia yang matang, secara fitrah berharap bisa menuju jenjang pernikahan. Kehidupan pernikahan yang diinginkan adalah pernikahan yang mampu menyalurkan gharizah nau’ atau naluri melestarikan jenis dengan cara yang baik dan halal. Kehidupan di mana sepasang manusia berlainan jenis saling memberikan dan menerima kasih sayang untuk melestarikan jenis manusia. Namun, betapa malangnya ketika kehidupan pernikahan yang menjadi harapan untuk hidup bahagia justru berakhir singkat dan menyakitkan.

Pernikahan singkat inilah yang terjadi pada pernikahan seorang perempuan bernama Eka Siti Rufaidah yang dikisahkan dalam akun Instagram (@kasyiru__) dan Twitternya (@EkaRufaedah). Perempuan asal Bandung tersebut menikah pada 6 Maret 2022 dan diceraikan delapan hari kemudian, yaitu 14 Maret 2022. Ya, hanya delapan hari Eka merasakan kehidupan pernikahan. Penyebab diceraikannya sangat sepele, yaitu baju yang dikenakannya tidak sengaja menempel pada nasi yang akan dihidangkan kepada suaminya. Saat itu pula, Eka baru mengetahui jika suaminya mengidap OCD (Obsessive Compulsive Disorder). OCD adalah gangguan mental yang mendorong penderitanya untuk melakukan tindakan tertentu secara berulang-ulang. Tindakan tersebut ia lakukan untuk mengurangi kecemasan dalam pikirannya. Diceritakan jika suami Eka mengharuskan semua barang dan makanan di sekitarnya steril.

Eka juga mencerikan bahwa ia mengenal suaminya melalui proses taaruf dengan mengirim biodata via surel yang berlanjut bertemu secara langsung. Hanya berselang satu hari, keduanya langsung menetapkan esoknya untuk melakukan akad pernikahan. Proses taaruf berlangsung sangat singkat, pernikahan pun berakhir singkat pula. Sedih? Pasti. Siapa yang tidak sedih dan sesak dadanya ketika mengalami hal semacam ini.

Kisah pernikahan singkat tidak hanya menimpa Eka. Beberapa waktu sebelumnya juga ada kisah seorang perempuan yang menjalani pernikahan hanya 12 hari saja. Pun ada seorang artis yang merasakan sebagai istri hanya dalam 20 hari. Banyak kisah lain yang menimpa perempuan yang menjalani kehidupan pernikahannya sangat singkat.

Menurut Psikolog Klinis Dewasa, Alfath Hanifah Megawati, M.Psi., penyesuaian dalam pernikahan tidak selalu mudah. Dia menyarankan jangan memutuskan bercerai di tengah konflik yang sedang memanas. Jika konflik semakin memuncak, sebaiknya ambil jeda dan jarak agar saling merasa tenang. Setelah sedikit tenang, kita dan pasangan bisa mendiskusikan kembali masalahnya dan mencari solusi yang tepat. Ketika konflik tak jua mereda, ada baiknya mencari mediator yang netral dan bijaksana untuk menengahi. Mediator bisa dari pihak keluarga atau professional, seperti psikolog atau konselor pernikahan.

Proses Taaruf dalam Islam

Allah Swt. menciptakan dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi. Diciptakan pula gharizah nau’ agar manusia tetap lestari. Agar kedua jenis manusia ini bisa menjalani kehidupannya dengan baik di dunia, maka Islam memberikan beberapa pengaturan. Islam memerintahkan baik kepada laki-laki maupun perempuan agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya. Sebagaimana Allah Swt. sebutkan dalam QS. An-Nur ayat 30-31. Keduanya juga diperintahkan agar bertakwa kepada Allah Swt. (QS. Al-Ahzab ayat 30 dan 35). Tempat-tempat yang syubhat atau meragukan harus dijauhi untuk menghindari fitnah. Bagi yang sudah siap menikah, maka dianjurkan segera menikah. Namun jika karena kondisi tertentu belum berkemungkinan untuk menikah, maka laki-laki dan perempuan agar memiliki sifat iffah (kehormatan jiwa) dan mampu mengendalikan diri (nafsu). Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis:

“Dari Ibnu Mas’ud r.a berkata, Rasulullah saw. mengatakan kepada kami: 'Hai sekalian pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memelihara farji (kemaluan), dan barang siapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunah), maka sesungguhnya puasa itu perisai baginya.'" (Muttafaq alaih)

Begitu juga sebaliknya, Rasulullah saw. dengan gamblang mengancam siapa pun yang tidak mengikuti sunahnya (termasuk di dalamnya menikah) sebagai orang yang tidak termasuk golongannya. Demikian ketegasan Rasulullah saw. tercermin dalam hadisnya.

Interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam Islam mempunyai batasan yang jelas. Di antara aturannya adalah tidak boleh berkhalwat dan ikhtilat. Khalwat adalah bertemunya laki-laki dan perempuan di tempat yang sunyi dan jauh dari jalan dan orang-orang. Sedangkan ikhtilat adalah bercampurbaurnya laki-laki dan perempuan tanpa batasan di kehidupan umum. Rasulullah saw. telah bersabda:

“Janganlah seorang pria berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita itu disertai mahramnya, (karena) sesungguhnya yang ketiga adalah setan.” (HR. Muslim dari jalur Ibn Abbas)

Lalu pertanyaannya, bagaimana seorang laki-laki bisa mengenal satu sama lain ketika pertemuan di antara mereka dibatasi? Bukankah sebelum menikah harus saling mengenal satu sama lain untuk modal membina hubungan pernikahan? Tentu kita gak mau memilih pasangan layaknya membeli kucing dalam karung, bukan?

Tidak usah risau dengan semua itu. Islam pun memberikan tuntunan adanya proses untuk saling mengenal dan mengetahui calon pendamping hidup. Proses tersebut adalah proses taaruf, di mana kita boleh memberikan informasi yang dirasa perlu agar bisa menyegerakan menikah. Namun, proses ini harus tetap dalam rel aturan yang ada seperti yang telah disebutkan di atas.

Ada kekurangan atau kelebihan pada masing-masing bisa disampaikan agar tidak terlalu kaget dan memudahkan penyesuaian ketika sudah menikah. Akan seperti apa kehidupan pernikahan yang ingin dijalani juga bisa dibincangkan selama proses taaruf. Termasuk juga mendiskusikan walimah urusy yang syar’i.

Selain itu, setiap muslim juga harus membekali dirinya dengan tsaqafah Islam, termasuk tentang ilmu dan hukum pernikahan. Bagaimana fase dan langkah yang harus dilakoni sebagai sepasang suami istri sudah menjadi bekal wajib sebelum menikah. Harapannya adalah kehidupan pernikahan akan mendapatkan sakinah mawadah warahmah. Bukan pernikahan sesaat apalagi pernikahan yang justru saling meyakiti satu sama lain. Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.” (TQS. Ar-Rum: 21)[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Erlina YD Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tuntutan Hidup Sejahtera antara Harapan dan Kenyataan
Next
Pahami Qimah, Aktivitas Berkah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram