"Permasalahan eksploitasi tenaga kerja sesungguhnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Permasalahan serupa juga terjadi di negara-negara lainnya di dunia. Hal ini disebabkan diterapkannya sistem perekonomian secara global berdasarkan sistem ekonomi kapitalis."
Oleh. Ummi Nissa
(Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)
NarasiPost.Com-Peringatan hari buruh (May Day) merupakan agenda rutin tahunan yang diselenggarakan kaum buruh setiap tanggal 1 Mei. Di hari itu biasanya mereka berkesempatan untuk menyuarakan aspirasi serta menuntut apa yang menjadi hak-haknya. Tahun ini peringatan tersebut bertajuk May Day Fiesta. Namun, akankah pemerintah mendengar atau mungkin mengabulkan apa yang menjadi tuntutan kaum buruh ini?
May Day, Selebrasi Global Kaum Buruh
May Day merupakan aksi selebrasinya kaum buruh secara global. Perayaan tersebut telah mereka jadikan sebagai kesempatan untuk menyuarakan nasibnya demi mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam aksi May Day Fiesta yang digelar pada hari Sabtu (14/5) lalu di Gedung DPR dan Gelora Bung Karno (GBK), Partai Buruh menyampaikan 18 tuntutan. Di antaranya berupa redistribusi kekayaan serta penolakan terhadap UU Cipta Kerja. (cnnindonesia.com, 15/5/2022)
Persoalan kaum buruh yang selalu menjadi perhatian publik ialah minimnya kesejahteraan hidup disertai upah yang rendah. Di samping permasalahan lainnya, upah buruh memang sudah menjadi persoalan sejak lama. Keberuntungan seakan tidak pernah berpihak pada mereka. Apalagi setelah adanya pengesahan UU Cipta Kerja, pengusaha semakin berada di atas angin sebagai pihak yang paling diuntungkan. Sementara kaum buruh berada pada posisi yaang dirugikan. Padahal mereka adalah bagian dari rakyat yang berhak mendapat kehidupan yang layak.
Sesungguhnya apa persoalan yang membelit buruh tersebut hingga tak kunjung selesai sampai saat ini? Hal tersebut wajib diurai agar tuntutan kaum buruh untuk mendapatkan haknya dapat terpenuhi.
Mengurai Penyebab Persoalan Kaum Buruh
Permasalahan eksploitasi tenaga kerja sesungguhnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Permasalahan serupa juga terjadi di negara-negara lainnya di dunia. Hal ini disebabkan diterapkannya sistem perekonomian secara global berdasarkan sistem ekonomi kapitalis.
Dalam sistem ini negara hanya berfungsi sebagai regulator. Pemerintah mengatur kebijakan yang kerap menguntungkan pihak kapitalis (pengusaha). Berdasarkan regulasi yang ada, pengusaha dapat dengan leluasa mengeksploitasi kaum buruh untuk menghasilkan produksi yang melimpah. Sehingga hanya menguntungkan pihak para pemilik modal. Kondisi ini tak ubahnya seperti perbudakan di zaman modern.
Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari konsep ekonomi kapitalis. Dimana aturan ini memandang masalah ekonomi adalah adanya kelangkaan barang dan jasa. Sementara kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa tidak terbatas. Sehingga untuk mengatasi masalah ekonomi harus meningkatkan jumlah produksi. Di samping itu dalam prinsip modal, kapitalis berupaya untuk mengeluarkan biaya yang sekecil-kecilnya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Maka, tidak heran jika saat ini para kapitalis mengeksploitasi kaum buruh hanya untuk melakukan produksi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan hak-haknya seperti upah yang sesuai.
Di Indonesia sendiri dengan diterapkannya sistem demokrasi kapitalis, pemerintah berhasil mengesahkan UU Omnibus Law (Cipta Kerja). Dalam aturan ini pun pihak pengusaha lebih diuntungkan. Selain itu, regulasi ini pun disahkan pada saat rakyat berjibaku menghadapi pandemi, sehingga banyak penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Namun, rupanya kekuatan para kapitalis lebih besar. Seolah dipaksa menerima, rakyat pun tak mampu untuk mencegahnya. Tidak heran jika sampai saat ini kaum buruh tetap menolak penerapan UU Cipta Kerja tersebut sehingga menjadi salah satu tuntutan yang diperjuangkan.
Namun, tuntutan yang disampaikan hanyalah harapan yang jauh dari kenyataan. Selama payung hukum dan aturan yang diterapkan masih berdasarkan sistem demokrasi kapitalis. Meski dalam sistem ini kebijakan yang diambil berdasarkan suara rakyat, namun pada kenyataannya suara rakyat kecil seringkali diabaikan. Padahal pendapatnya disampaikan dengan suara yang lantang dan keras, namun seolah tidak terdengar. Sebaliknya penguasa lebih mendengar para kapitalis meski hanya berupa bisikan. Pasalnya kontribusi modal para kapitalis demikian besar, hingga mampu mengantarkan penguasa sampai ke kursi kekuasaan. Sehingga wajar jika suara mereka lebih dominan dari pada suara rakyat keseluruhan.
Oleh sebab itu, dibutuhkan perubahan sistem aturan agar semua tuntutan kaum buruh bukan hanya harapan, tapi menjadi kenyataan. Sebuah sistem hidup yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan seluruh rakyat termasuk di dalamnya kaum buruh. Aturan tersebut hanya ada dalam sistem Islam.
Sistem Islam Menjamin Kebutuhan Pokok Seluruh Rakyat
Islam merupakan agama yang sempurna. Selain mengatur urusan ibadah, ia juga mengatur urusan manusia secara keseluruhan, mulai dari ekonomi, sosial, politik, tata hukum negara, termasuk ketenagakerjaan. Sehingga Islam layak dijadikan sebagai dasar dalam mengatur kehidupan manusia. Apalagi aturan Islam juga berasal dari Allah Swt. yang secara langsung pernah dipraktikkan oleh Rasulullah saw., berikutnya oleh para Khulafaur Rasyidin dan pemimpin pemimpin kaum muslimin selanjutnya yang secara simultan berdiri selama 13 abad lamanya.
Dalam aturan Islam, negara yang direpresentasikan oleh seorang pemimpin (khalifah), bertanggung jawab dalam memenuhi semua kebutuhan pokok rakyatnya. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh al-Bukhari: "Seorang Iman (Khalifah) adalah raa'in (pengurus), ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya."
Dengan demikian, setiap rakyat yang ada di bawah perlindungan negara Islam harus dipenuhi kebutuhan pokoknya dan wajib diperhatikan hak-haknya. Sebab sebagai seorang pemimpin ia akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt. atas kepemimpinannya. Dengan dorongan keimanan, khalifah akan menunaikan tugasnya sebagai pelayan umat.
Selain itu, hukum atau kebijakan yang ditetapkan berdasarkan kepada landasan dalil syarak, bukan hawa nafsu semata atau kepentingan pihak tertentu. Sehingga kebijakan dibuat untuk kemaslahatan umat secara keseluruhan, bukan hanya untuk lapisan masyarakat kecil/miskin, tetapi juga agniya (orang kaya), kalangan pengusaha, dan pejabat. Mereka mendapat kedudukan yang sama. Sehingga aturan Islam dapat memberi keadilan.
Sementara dari sisi pengaturan upah mengupah, Islam mengaturnya dalam Bab "ijarah". Seorang mustajir (pengusaha/majikan) dapat mengontrak jasa tenaga kerja (ajir) sesuai dengan manfaat tenaga yang diberikan. Sehingga upah disepakati antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan manfaat jasa. Dengan demikian tidak akan ada pihak yang dizalimi. Jika terjadi perselisihan antara pengusaha dan pekerja terkait dengan upah, maka negara akan membantunya dengan menunjuk seorang ahli yang memiliki kemampuan untuk menengahi dan menentukan upah yang sepadan dengan manfaat jasa.
Inilah sebagian dari pengaturan Islam terkait permasalahan tenaga kerja yang menjamin terpenuhinya hak-hak mereka secara adil. Sungguh masih banyak persoalan lain yang dapat diselesaikan ketika merujuk pada aturan Islam. Bahkan manusia akan mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi saat menjadikan aturan Allah sebagai pijakan. Oleh sebab itu, dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah, kesejahteraan hidup seluruh rakyat bukan sekadar harapan, namun dapat menjadi kenyataan. Hal tersebut hanya dapat diwujudkkan melalui tegaknya institusi negara seperti khilafah.
Wallahu a'lam bis shawab.[]