Work from Anywhere (WFA), One Step Closer Menuju ‘Kiamat’ PNS ?

“Bila kita telisik lebih dalam, WFA bukan sekadar pengembangan dari pola kerja WFH semata. Namun, tampak menjadi one step closer menuju pergantian peran PNS oleh robot kecerdasan buatan."

Oleh. Witta Saptarini, S.E

NarasiPost.Com-Wow, betapa happy jika bekerja bisa dilakukan tanpa sekat ruang dan waktu, alias dari mana dan kapan saja. Ya, pandemi memang banyak mengubah banyak hal dalam menjalani kehidupan, termasuk cara bekerja. Wacana WFA atau Work from Anywhere ini, tampak mengobati kegelisahan para aparatur sipil negara akan viralnya isu ‘kiamat’ PNS beberapa waktu lalu. Di mana, perannya akan digantikan oleh robot kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Namun, apakah kebijakan WFA ini akan menjadi surga atau kiamat yang tertunda bagi para PNS ?

Rancangan Sistem Kerja Baru Aparatur Sipil Negara

Melihat fenomena penerapan WFH mampu mengurai kemacetan, serta kinerja PNS dinilai meningkat saat WFH dibanding WFO. Pemerintah pusat melahirkan sebuah gagasan sistem kerja baru bagi para aparatur sipil negara, dengan menerapkan cara bekerja dari mana saja, alias Work from Anywhere (WFA). Pada sistem WFA para PNS ini nantinya dapat bekerja secara fleksibel dari mana saja, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan sasaran, meningkatkan efektivitas dan efisiensi birokrasi pemerintahan, serta kemampuan kerja dan kepuasan PNS dalam bertugas. (CNBC Indonesia, 12/5/2022)

Terkait waktu dan pelaksanaan WFA, memang masih perlu dikaji lebih lanjut dan disusun oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), serta lembaga terkait. Maka, diharapkan setiap instansi sudah mulai mengklasifikasikan mana yang bisa 100 persen WFA dan mana yang tidak. Intinya yang bersifat administratif, terkecuali yang berkenaan langsung dengan pelayanan publik. (kompas.com, 13/5/2022)

Tercetusnya ide sistem kerja baru WFA bagi PNS diklaim sebagai sebuah pengembangan sistem kerja dari rumah (WFH), yang diterapkan sebagai bagian dari penanggulangan pandemi Covid-19 selama 2 tahun terakhir. Benarkah demikian ?

One Step Closer Menuju ‘Kiamat’ PNS?

Lahirnya ide WFA tampaknya tak jauh berbeda dengan keinginan dicetuskannya robot kecerdasan buatan ‘Artificial Intelligence’ (AI), yang sempat ramai bergulir beberapa waktu lalu. Pasalnya, wacana tersebut muncul seiring dengan rencana Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang akan lebih banyak memanfaatkan kemajuan teknologi ke depannya. Pun, ide dirancangnya sistem kerja WFA ini memiliki tujuan yang sama, yakni guna mengurangi beban APBN, serta terinspirasi oleh bisnis Startup agar kerja lebih fleksibel.

Ya, sebut saja PNS rasa Startup nantinya. Sebab, hal yang ditekankan pada pola kerja WFA ialah meningkatkan fleksibilitas, dengan mengoptimalkan ranah teknologi informasi dan komunikasi secara optimal. Bak karyawan perusahaan Startup, konsepnya WFA yang terpenting target dan kinerja tercapai. Tak perlu bangun pagi, bermacet-macetan, berdesak-desakan di transportasi umum, tak kenal kata penalti karena telat, tak kena jatah lembur karena kendala seperti saat bekerja di kantor. Bahkan, bisa dilakukan sambil berlibur.

Di sisi lain, mempekerjakan karyawan secara remote, perusahaan akan lebih efisien disebabkan tidak harus memikirkan biaya operasional dan pemeliharaan gedung, konsumsi energi, serta internet. Karena, ada pernyataan dari pemerintah, bahwa kantor ASN yang kosong bisa disewakan demi menambah pundi-pundi rupiah bagi negara. Memang, sistem kerja yang terkategori remote working ini dipandang sebagai pengembangan dari sistem kerja WFH. Bila kita telisik lebih dalam, WFA bukan sekadar pengembangan dari pola kerja WFH semata. Namun, tampak menjadi one step closer menuju pergantian peran PNS oleh robot kecerdasan buatan.

Pasalnya, dengan memberlakukan pola kerja WFA bukan tidak mungkin terjadi pemangkasan kuota PNS. Sebab, hal ini sejalan dengan rencana dicetuskannya robot (AI) tersebut. Bagaimana tidak, transformasi digital dalam pelayanan yang diberikan oleh manajemen aparatur sipil negara beberapa tahun ini, masif dilakukan pemerintah. Sebab, penggunaan teknologi dipandang akan mencapai efektivitas birokrasi hingga penghematan anggaran. Demikian juga, beban gaji yang besar dalam pandangan pemerintah akan menjadi beban tersendiri bagi APBN. Ya, langkah ini bisa saja memuluskan jalan menuju ‘kiamat’ PNS. Namun, apakah nantinya pola kerja WFA ini akan menimbulkan masalah baru?

WFA Memicu Permasalahan Baru

Menurut pemerintah, sistem kerja WFA dipilih dengan tujuan agar PNS mampu meningkatkan kinerja lebih optimal. Hal ini juga bersandar pada implementasi pola kerja WFO-WFH, yang terbukti efektif selama pandemi Covid-19. Bahkan, sebagian PNS memilih untuk tidak bekerja ke kantor yang membawa dampak pada efisiensi birokrasi, kepuasannya dalam bertugas dan kualitasnya dalam pemberian layanan, disebabkan inovasi-inovasi yang muncul pada saat pandemi. Salah satunya, presensi berbasis lokasi melalui aplikasi yang dibuat oleh pemerintah.

Namun, ada saja pro dan kontra yang muncul terhadap gaya kerja fleksibel ini. Salah satunya, bagaimana cara memastikan layanan masyarakat yang menjadi tanggung jawab dan ranah kerja PNS, tetap berjalan efektif. Kendatipun demikian, kebijakan ini dinilai berpotensi untuk mengurangi tingginya volume kendaraan, mengurai kemacetan di kota-kota besar, serta menghindari penumpukan beban APBN.

Seandainya ingin mempekerjakan PNS secara remote, tentu saja ada banyak kondisi yang harus dipersiapkan di antaranya perangkat jaringan, koneksi internet, listrik yang stabil, dan lingkungan yang mendukung agar tidak muncul distraksi baru. Intinya, dalam WFA hal yang perlu dipastikan ialah kualitas keberlangsungan pelayanan publik, kepuasan PNS dalam bekerja dan memberikan layanan, serta kesiapan infrastruktur teknologi informasi komunikasi yang akan mendukung WFA.

Sama halnya dengan penerapan WFH saat pandemi Covid-19, dalam sistem kerja WFA para PNS akan tetap diminta mengisi presensi berbasis lokasi melalui aplikasi. Maka, perlu dipastikan banyaknya lokasi yang memiliki akses terhadap infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi hingga ke daerah pelosok, untuk menunjang kemampuan pekerja jarak jauh dalam menggunakan teknologi dengan maksimal.

Namun, berbicara soal optimalisasi kinerja, tampaknya masih diragukan. Pasalnya, Indonesia menduduki peringkat ke-77 dari 119 negara dalam konteks penggunaan teknologi informasi. Pun, bila bekerja di kantor saja masih banyak oknum yang semau hati apalagi dari mana saja. Kendatipun demikian, pemerintah tampaknya tidak memikirkan efek jangka panjang dari wacana ini, yakni akan ada lonjakan angka pengangguran. Sebab, kecanggihan teknologi jika tidak terkendali dan diorientasikan atas nama materi, berpotensi mengeliminasi jutaan pekerjaan manusia.

Adanya aksi reaksi ini, sejatinya disebabkan pemerintah mengambil kebijakan dengan bersandar pada tren global, serta ingin dinilai modern. Padahal, parameter kemajuan bangsa tidak diukur dengan pencapaian fisik dan kemajuan teknologi yang digunakan. Melainkan dengan parameter dasar yang akan mengantarkan pada terwujudnya tujuan bernegara, yaitu menyejahterakan setiap individu, terciptanya ketenangan, stabilitas dan meluhurkan peradaban. Ya, itulah realitas pemerintahan dengan sistem demokrasi kapitalismenya, menjalankan pemerintahan dengan orientasi materi. Artinya, tidak ditujukan bagi kesejahteraan rakyat akan tetapi keuntungan bagi para kapitalis.

Sistem Manajemen Kinerja PNS dalam Perspektif Islam

Sistem manajemen pemerintahan yang tidak menggunakan aturan agama, yakni sistem negara sekuler, pasti cara pandangnya berbeda dengan negara yang menerapkan sistem aturan agama, yang menjadikan syariat Islam kaffah sebagai Undang-Undang negara. Bila kita cermati, dalam sistem sekuler teknologi dijadikan alat memuluskan nafsu serakahnya. Sebab, penggunaan teknologi dipandang akan mencapai efektivitas birokrasi hingga penghematan anggaran. Sehingga, ketika ada rencana dari pemerintah untuk mengoptimalkan teknologi informasi, maka ide ini menjadi hal yang cukup menggelisahkan.

Sementara, sistem negara yang menggunakan aturan dari Islam, siapa pun yang mengambil pilihan menjadi pegawai pemerintah, motif orientasinya ialah dalam rangka memberikan layanan kepada publik. Sehingga, tidak akan terjadi kegelisahan yang cukup luas di tengah masyarakat. Tentu saja, bila penggunaan teknologi itu dijadikan pertimbangan, bahwa proses sesuatu bisa menjadi lebih cepat. Dengan catatan, tidak digunakan dalam rangka menghilangkan beban dalam sistem keuangan negara dan meraup keuntungan semata. Di saat yang sama, dengan mengacu pada prinsip-prinsip muamalah syariah, sistem ekonomi syariah memiliki kemampuan yang paripurna untuk memberdayakan jasa manusia pada dunia kerja.

Dalam perspektif Islam secara fundamental, tidak ada pandangan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam proses melayani masyarakat, dianggap sebagai beban negara. Jelas berbeda dengan sistem sekuler hari ini, yang terus berbilang profit ketika berinteraksi dengan rakyatnya. Sebab, Islam menjamin terselenggaranya pemerintahan dan pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien, yang dilandasi prinsip fundamental, yakni kesederhanaan dalam aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas bagi para petugas negara yang mengurusinya. Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, “Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal.” Di mana makna hadis ini yakni prinsip ihsan atau kesempurnaan kebaikan dalam melaksanakan pekerjaan ini jelas diperintahkan.

Oleh sebab itu, Islam memberi rambu-rambu agar penggunaan teknologi tetap berbasis keimanan. Teknologi hanyalah media untuk menunjang pelaksanaan aturan Allah. Karenanya, manajemen kehidupan dalam Islam berlandaskan ketakwaan semata, agar kehidupan manusia tidak mudah dikapitalisasi melalui teknologi. Terbukti, sejarah Khilafah mencatat hasil karya intelektual muslim. Bahwasanya, di masa itu teknologi selalu memberikan manfaat bagi sesama, serta mengantarkan masyarakat dan negara ke puncak ketakwaannya. Sebab, Khilafah memosisikan teknologi sebagai objek menuju ketaatan kepada Allah Swt. Maka, terwujudlah rahmat bagi seluruh alam dan tujuan bernegara, yaitu menyejahterakan setiap individu, terciptanya ketenangan, stabilitas, dan meluhurkan peradaban.

Wallahu a’lam bish-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Witta Saptarini S.E Kontributor Narasipost.Com
Previous
Setop Pemurtadan Sistematis
Next
Burkak: Bagian dari Syariat, Mengapa Digugat?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram