"Anak-anak dan remaja merupakan golongan usia yang sedang mencari jati dirinya. Mereka senang mencoba hal-hal baru yang menantang, apalagi yang sedang menjadi tren. Mereka pun ingin dikenal bahkan viral di media sosial. Merupakan sebuah kebahagiaan dan kebanggaan jika dirinya menjadi bagian dari sebuah tantangan yang sedang tren. Jumlah penonton dan like yang banyak akan semakin memuaskan dirinya dan meningkatkan kebanggaannya."
Oleh. Erlina YD
(Muslimah Peduli Generasi)
NarasiPost.Com-Penggunaan media sosial sudah tidak dimungkiri telah menjadi gaya hidup dan bahkan orang tidak bisa lepas darinya. Informasi apa pun bisa dengan mudah dan cepat sampai kepada kita. Apilkasi media sosial yang sangat digandrungi saat ini di antaranya adalah TikTok. Apa pun yang sedang menjadi tren dan viral akan segera diikuti oleh penggunanya. Banyak tantangan atau challenge bersliweran di ‘for your page’ (halaman beranda) yang menggoda untuk diikuti karena sedang tren.
Salah satu tren tantangan di TikTok adalah Blackout Challenge. Tantangan ini cukup banyak yang mengikuti dan ternyata berakibat fatal hingga si pengikut tantangan tersebut meninggal dunia. Akhir tahun lalu (Desember 2021) seorang ibu di Pennsylvania, Amerika Serikat menemukan putrinya yang berusia 10 tahun tak sadarkan diri setelah mencoba Blackout Challenge. Hanya berselang lima hari dirawat setelah ditemukan pingsan, Nylah sang putri meninggal dunia.
Kasus meninggalnya Nylah pun menjadi viral karena ibunya menggugat TikTok dan perusahaan induknya ByteDance karena diduga mempromosikan konten yang berbahaya dan mematikan. Kematian Nylah karena mencoba Blackout Challenge ternyata bukan satunya-satunya kasus. Merangkum dari berbagai sumber, sebelumnya juga ada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun ditemukan pingsan setelah mencoba challenge tersebut. Setelah satu bulan dirawat akhirnya bocah laki-laki tersebut meninggal. Setidaknya ada empat kasus serupa terkait Blackout Challenge ini selain kasus di atas.
Bahaya Blackout Challenge Secara Fisik dan Psikologis
Blackout Challenge adalah sebuah challenge atau tantangan yang mendorong pengguna untuk merekam dirinya saat menahan napas atau membuat dirinya sesak napas sampai pingsan. Upaya menahan napas bisa menggunakan alat semacam tali atau ikat pinggang dan mencekik lehernya langsung dengan tangan. Tindakan ini dapat membuat sirkulasi darah ke otak menjadi terhambat. Akibanya, terjadi penurunan kesadaran dengan cepat yang berdampak pada hilangnya kesadaran. Jika terlambat ditangani akan mengakibatkan kematian.
Menurut beberapa psikolog, setelah melakukan tantangan ini, pengguna akan merasa puas lalu menjadi ketagihan. Jika dilakukan terus-menerus akan berakibat buruk pada fisik dan mentalnya. Tantangan ini juga bisa dijadikan penyaluran emosi yang tidak stabil. Ketika anak marah atau tidak nyaman dengan kondisi yang ada, bisa menyalurkannya dengan melakukan tantangan ini. Ketika gagal, parahnya akan muncul kecemasan yang semakin meningkatkan pada terjadinya risiko kematian.
Upaya Menjadikan Generasi Memiliki Jatidiri
Tren Blackout Challenge ini sebenarnya hanya salah satu dari sekian banyak tantangan yang ada di media sosial khususnya TikTok. Ada banyak tantangan lain yang juga berakibat fatal hingga menyebabkan kematian. Korban dari tantangan sejenis ini berkisar dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun, paling banyak yang mencoba tantangannya adalah anak-anak usia sekolah. Mereka, khususnya yang masih anak-anak, tentu belum mampu menyaring secara baik apa yang muncul di halaman beranda media sosialnya.
Anak-anak dan remaja merupakan golongan usia yang sedang mencari jati dirinya. Mereka senang mencoba hal-hal baru yang menantang, apalagi yang sedang menjadi tren. Mereka pun ingin dikenal bahkan viral di media sosial. Merupakan sebuah kebahagiaan dan kebanggaan jika dirinya menjadi bagian dari sebuah tantangan yang sedang tren. Jumlah penonton dan like yang banyak akan semakin memuaskan dirinya dan meningkatkan kebanggaannya. Tanpa paham apa risiko dan bahayanya, yang tren dan viral akan selalu dikejar lalu dicoba.
Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh At Tabrabi dari Ali bin Abi Thalib r.a.
“Didiklah anak-anakmu atas tiga hal : mencintai nabimu, mencintai ahlu baitnya, dan membaca Al- Qur'an. Sebab orang yang mengamalkan Al-Qur'an nanti akan mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tiada naungan kecuali dari-Nya bersama para nabi dan orang-orang yang suci.”
Hadis ini memberi panduan awal kepada orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Di era digital saat ini, orang tua tentu harus terus memantau dan mengawasi aktivitas anak-anaknya ketika beraktivitas di media sosial. Untuk mencegah anak-anak kita agar tidak terjangkiti tren berbahaya, maka bekali anak-anak dengan akidah dan tsaqafah Islam. Selain membatasi dan mengawasi penggunaan gawai, yang lebih utama lagi adalah membina pola pikir dan pola laku mereka sejak dini. Tanamkan dan pahamkan kepada anak-anak bahwa akidah Islam adalah asas dalam bertingkah laku.
Keimanan kepada Allah Swt yang kuat akan menjadi benteng dan penyaring dalam berpikir dan bertindak. Anak juga akan mempunyai kesadaran bahwa apa yang dia lakukan akan dimintai pertanggungjawaban, sehingga ketika melakukan suatu perbuatan tidak sekadar untuk memuaskan kesenangan belaka. Pembiasaan baik juga sudah dikenalkan sejak dini. Didik dan bina anak-anak dengan hukum syarak yang akan menuntunnya memilih perbuatan baik dan buruk sesuai pandangan Islam.
Upaya-upaya yang sudah dilakukan ini harus disokong oleh negara. Negara juga seharusnya membendung bahkan menghapus konten-konten tidak bermanfaat, apalagi konten yang membahayakan keselamatan jiwa dan pikiran. Jangan sampai ada pembiaran terhadap konten unfaedah yang bisa merusak generasi hingga merenggut jiwa. Penjagaan terhadap generasi akan mampu menjaga keberlangsungan sebuah bangsa.[]