"Penghentian sementara ekspor gandum India ini tentu turut memengaruhi harga gandum global ke titik baru mengingat pasokannya yang sudah ketat. Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah menyebabkan tersendatnya pasokan gandum dunia. Dengan begitu, pelarangan ekspor gandum oleh India semakin memperkecil ketersediaan gandum global dan tentunya mempersulit konsumen gandum di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia."
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-India tengah menghentikan sementara ekspor gandumnya ke luar negeri. Gelombang panas yang melanda Asia Selatan berdampak pada menurunnya produksi gandum di India. Akibatnya ketahanan pangan negara tempat industri film Bollywood itu berada dalam ancaman besar.
Dalam informasi yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri India tertanggal 13 Mei 2022, disebutkan bahwa India memutuskan untuk melarang ekspor gandum. Ini sebagai upaya untuk memastikan ketersediaan stok dalam negeri dan mengelola inflasi. Menteri Pangan India, Sudhansu Pandhey, menyatakan bahwa harga gandum di negaranya melonjak tinggi sehingga harus melakukan penghentian sementara ekspor bahan baku pembuatan roti tersebut. Meskipun begitu, kegiatan ekspor gandum masih diizinkan ke negara-negara yang membutuhkannya dan berdasarkan permintaan pemerintahan negara masing-masing. (ekonomi.bisnis.com, 18/5/2022)
Gelombang Panas Harga Pangan
India merupakan penghasil gandum terbesar di dunia setelah Cina. Produksi gandum India pada periode 2021/2022 mencapai 109,520 juta ton metrik atau sebesar 13,5% dari produksi global. Namun, gelombang panas yang menghantam India dan wilayah Asia Selatan lainnya sejak bulan Maret telah menyebabkan tanaman gandum banyak yang rusak. Hasil panen gandum pun menyusut drastis. (bisnis.tempo.com, 18/5/2022)
India memang sempat memanfaatkan reli harga gandum global setelah terjadinya konflik antara Rusia dan Ukraina. India mengekspor gandum sebesar 7 juta ton hingga kuartal I 2022 yang nilainya naik 250 persen dari tahun lalu. Namun, terjangan gelombang panas yang melanda negeri itu menyebabkan produksi gandum anjlok. Proyeksi produksi gandum sebesar 111,32 juta ton pada bulan Februari yang dilakukan pemerintah terpaksa direvisi pada bulan Mei menjadi tinggal 105 juta ton. Bahkan, lonjakan gelombang panas yang masih berlangsung bisa semakin mengecilkan panen menjadi hanya 100 juta ton atau lebih rendah lagi. (money.kompas.com, 17/5/2022)
Dampaknya, kenaikan harga pangan terjadi. Inflasi pun tak bisa dihindari. Bukan hanya gandum yang melonjak tinggi, namun biaya bahan bakar, tenaga kerja, dan transportasi juga turut mengerek harga-harga. Karena itulah India melakukan pembatasan ekspor gandum guna mencegah inflasi makin tak terkendali.
Penghentian sementara ekspor gandum India ini tentu turut memengaruhi harga gandum global ke titik baru mengingat pasokannya yang sudah ketat. Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah menyebabkan tersendatnya pasokan gandum dunia. Dengan begitu, pelarangan ekspor gandum oleh India semakin memperkecil ketersediaan gandum global dan tentunya mempersulit konsumen gandum di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia.
Indonesia sendiri mengimpor banyak gandum dari India setelah Cina, yakni sebesar 11,7 juta ton tiap tahunnya. Gandum yang dipakai untuk industri makanan dan juga untuk campuran pakan ternak ikut terpengaruh. Harga pangan lainnya seperti daging dan telur juga ikutan naik. Usaha-usaha kecil tentu akan sangat kesulitan untuk mencari cara agar bisa bertahan di tengah naiknya harga barang. Dengan naiknya harga-harga, inflasi pun mengancam daya beli masyarakat.
Sistem Kapitalistik Sumber Masalah
Masalah pangan tak akan terjadi bila sistem yang mengaturnya benar-benar tepat dan komprehensif. Selama ini permasalahan yang timbul adalah karena kesalahan paradigma terkait pengelolaan pangan dan pertanian. Ini adalah akibat dari penerapan sistem sekuler yang kapitalistik.
Kapitalisme yang profit-oriented hanya berfokus pada meraup keuntungan ekonomi sebesar-besarnya, bukan pada pemenuhan kebutuhan. Pembangunan dikatakan berhasil jika ekonomi bertumbuh dan PDB meningkat tanpa memperhatikan bagaimana kecukupan pangan bagi setiap individu. Meskipun produksi melimpah, namun distribusinya kacau balau sehingga rakyat tetap saja tak mendapatkan akses secara adil. Hanya mereka yang punya kekuatan ekonomi saja yang mampu menjangkau barang-barang produksi dan jasa.
Ketika produksi melimpah pun, nyatanya pemerintah tetap membuka keran impor secara lebar. Praktik ekonomi neoliberalisme meniscayakan negara mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh otoritas ekonomi dunia. Aturan perdagangan bebas yang memudahkan produk dari luar untuk masuk tanpa hambatan berarti sehingga membanjiri dalam negeri. Produk lokal pun menepi secara perlahan.
Solusi impor yang menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan untuk menstabilkan harga membuat negara selalu bergantung pada asing. Ini merupakan cara instan yang justru membuat negara sulit untuk bisa mandiri. Negara tampaknya tak mau bersusah payah untuk mengatur urusan rakyatnya. Ujung-ujungnya rakyat juga yang menderita.
Kapitalisme telah terbukti gagal mengatasi masalah pangan, bahkan ia menjadi sumber masalah itu sendiri. Sudah saatnya sistem ini ditinggalkan dan jangan ditengok kembali.
Indonesia Bisa Mandiri, Asalkan…
Indonesia sebenarnya bisa mandiri dalam masalah pangan. Dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa besar seharusnya cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat Indonesia. Manusia-manusianya pun juga tak kalah cerdas dan pintar. Modal itu lebih dari cukup untuk membuat negeri ini menjadi negara besar yang tak perlu terlalu bergantung kepada negara lain. Justru dengan potensi yang ada mampu membantu negara lain yang kekayaan alamnya tak sebanyak Indonesia.
Indonesia mampu, asalkan mau menerapkan sistem yang tepat, yakni Islam. Kenapa Islam? Karena hanya Islam yang memiliki seperangkat aturan yang lengkap mencakup seluruh bidang kehidupan, termasuk pertanian dan pangan.
Dalam pandangan Islam, kunci dalam bidang pertanian dan pangan adalah produksi dan distribusinya yang adil. Negara berwenang mengatur bagaimana supaya produksi, distribusi, dan konsumsi masyarakat bisa berjalan lancar dan berkeadilan.
Dalam masalah pangan, penting untuk membangun ketahanan dan kemandirian pangan dengan menggunakan sumber daya yang ada. Islam memiliki sejumlah strategi untuk mewujudkan hal itu, di antaranya:
Pertama, menghentikan impor dan memberdayakan sektor pertanian. Lahan yang luas di negeri memberikan kemanfaatan yang besar bila digarap secara serius. Produksi akan sanggup untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat negeri ini. Petani pun juga akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan jerih payahnya tanpa khawatir membludaknya barang-barang impor.
Kedua, mengoptimalkan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi bisa dilakukan melalui peningkatan produktivitas lahan yang tersedia. Penyebarluasan teknologi terbaru, penyediaan sarana pertanian, mesin-mesin, benih unggul, pupuk, dan sarana lainnya akan sangat bermanfaat bagi peningkatan hasil dan kualitas produk pertanian.
Ekstensifikasi dilakukan dengan membuka lahan baru atau menghidupkan tanah mati agar produktif kembali. Negara memberikan modal bagi siapa saja yang mau mengerjakan tanah yang mati supaya bisa bermanfaat bagi diri sendiri maupun masyarakat luas. Negara memudahkan rakyatnya dalam mengelola tanah secara optimal.
Ketiga, distribusi pangan yang adil dan merata. Islam melarang adanya penimbunan barang, kecurangan, pematokan dan monopoli harga. Praktik-praktik semacam ini hanya menguntungkan pengusaha nakal dan menyengsarakan rakyat banyak.
Keempat, memastikan kebutuhan pangan dalam negeri tercukupi. Negara tidak boleh melakukan ekspor bila kebutuhan rakyat masih belum terpenuhi semuanya.
Kelima, memetakan lahan-lahan baru yang cocok untuk tanaman pangan. Dengan teknologi yang ada, negara akan mencari tempat-tempat mana yang memiliki potensi untuk berproduksi. Infrastruktur pendukung juga akan dibangun guna memudahkan aktivitas di sektor pertanian.
Keenam, melakukan inovasi yang mampu memajukan sektor pertanian. Dengan dukungan dari negara dan dana Baitulmal, para ilmuwan dan siapa saja didorong untuk melakukan penemuan dan penciptaan baru yang bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Itulah jurus-jurus yang diterapkan Islam dalam rangka menciptakan kemandirian pangan yang mantap. Negara tak perlu khawatir adanya pelarangan eskpor dari negara lain karena produksi dalam negeri sudah mampu memadai.
Supaya itu bisa terlaksana, maka negara haruslah berlandaskan pada syariat Islam. Negara Khilafah merupakan institusi yang akan menerapkan Islam secara kaffah pada seluruh segi kehidupan. Semua aktivitas dalam sektor pertanian dan juga sektor lainnya berjalan dalam prinsip untuk menggapai rida Allah. Negara akan menjalankan tugasnya sebaik mungkin sebagaimana hadis Rasulullah berikut: “Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus urusan rakyatnya dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Wallahu a’lam bish-shawwab[]
Photo : Pinterest