"India sebagai salah satu negara kedua tercepat dalam pertumbuhan ekonomi dunia dengan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) 9,2 persen pada akhir triwulan kedua tahun 2006-2007. Menurut World Bank, bagaimanapun populasi India yang besar menjadikannya sebagai negara dengan low-income economy. Lima belas tahun setelah kemerdekaan, ekspor India mengalami stagnasi, pada masa dominasi produksi teh, kapas, dan jute, permintaan condong inelastis."
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-India memutuskan untuk sementara menangguhkan ekspor gandum ke luar negeri. Langkah ini diambil guna melindungi kebutuhan negaranya yang saat ini sedang mengalami inflasi harga pangan yang cukup mengkhawatirkan. Walau begitu, India tetap masih memberikan izin ekspor dengan syarat didukung oleh letter of credit yang telah diterbitkan dan ke berbagai negara yang meminta pasokan.
Sebagaimana diketahui, India merupakan produsen beras dan gandum terbesar kedua di dunia setelah Cina. Pada awal April, persediaan dua bahan pokok itu mencapai 74 juta ton, termasuk salah satu negara pemasok gandum dan beras global termurah. India juga sudah mengekspor gandum ke 68 negara dan beras hampir ke 150 negara. (cnbcindonesia.com, 16/05/2022)
Lantas seperti apa dampak dari kebijakan ekonomi India yang mengetatkan perdagangan antarnegara dengan pelarangan ekspor gandum ini?
Dampak Proteksionisme
Setidaknya ada empat dampak yang akan dirasakan dengan diberlakukannya pelarangan ekspor gandum tersebut.
Pertama, harga gandum di pasar global telah melonjak 58,8 persen dalam setahun belakangan ini. Berimbas pada inflasi pangan yang akan menekan daya beli masyarakat. Misalnya, mi instan dan tepung terigu. Ditambah lagi, Indonesia sendiri tidak bisa memproduksi gandum, sehingga banyak industri makanan dan minuman berskala kecil yang harus mencari inovasi baru untuk bertahan di tengah mahalnya biaya produksi.
Kedua, kekurangan pasokan gandum yang menjadi ancaman serius. Karena ekspor gandum ini belum jelas sampai kapan waktu pelarangannya. Persediaan gandum turun secara signifikan ketika berlangsungnya perang antara Rusia dan Ukraina sejak Februari 2022. Adanya kebijakan India ini berimbas pada usaha yang membutuhkan gandum.
Ketiga, pengusaha harus segera memutar otak untuk mencari sumber alternatif bahan baku selain gandum, misalnya jagung, sorgum, dan singkong yang banyak ditemukan di Indonesia, atau seperti kentang, ubi jalar, dan mangga yang banyak ditemukan di Bangladesh.
Keempat, harga daging dan telur akan melonjak. Hal ini dikarenakan harga gandum meningkat, dan sebagian pakan ternak menggunakan campuran gandum.
Pertanian, Perdagangan, dan Kasus Kelaparan di India
India sebagai salah satu negara kedua tercepat dalam pertumbuhan ekonomi dunia dengan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) 9,2 persen pada akhir triwulan kedua tahun 2006-2007. Menurut World Bank, bagaimanapun populasi India yang besar menjadikannya sebagai negara dengan low-income economy.
Lima belas tahun setelah kemerdekaan, ekspor India mengalami stagnasi, pada masa dominasi produksi teh, kapas, dan jute, permintaan condong inelastis. Dalam perdagangan di India, produk pertanian merupakan sektor yang cukup penting, di mana pada tahun 1986 India menjadi negara pengekspor utama teh yaitu 26,6 persen, peringkat keempat dalam mengekspor beras, yaitu 5,2 persen. Impor dalam kurun waktu yang sama juga mencakup mesin-mesin, bahan baku, dan peralatan, di mana industrialisasi sudah mulai terjadi.
Pada saat liberalisasi tahun 1991, nilai perdagangan internasional India menjadi meningkat sampai dengan Rs. 63,080,109 crores pada tahun 2003-2004 dari yang hanya Rs.1,250 crores pada 1950–1951. Rekan utama perdagangan India adalah Cina, AS, Uni Eropa, dan Jepang. Nilai ekspor pada bulan Agustus 2006 adalah 10,3 miliar dolar AS meningkat hingga 41,4 persen dan impor 13.87 dolar meningkat sampai 32,16 persen dari tahun sebelumnya. India mengekspor gandum dan tepung terigu yang totalnya mencapai 625 juta dolar AS. India juga mengekspor sekitar 5 juta ton beras yang totalnya hingga 1,3 miliar dolar AS. Baik gandum, tepung terigu maupun beras, merupakan bahan makanan yang pokok masyarakat India.
Sejarah mencatat bahwa telah terjadi beberapa kasus angka kelaparan yang cukup besar di dunia ini. Pada tahun 1769-1770, sekitar 10 juta orang meninggal akibat dari bencana banjir yang menyebabkan krisis pangan yaitu kelaparan di India. Pada tahun 2000-2002, menurut Food and Agriculture Organization (FAO), India menduduki peringkat pertama dengan jumlah orang yang kekurangan gizi (malnutrisi), yaitu 250,4 juta jiwa. Dari data statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa angka kelaparan berdampak pada malnutrisi. Suatu hal yang kontras di mana India diprediksi akan menjadi kekuatan baru, yakni di satu sisi ekonomi India cukup maju karena industri film, teknologi informasi, dan industri baja, namun di sisi lain banyak yang menderita akibat kemiskinan dan kelaparan.
Islam Tuntaskan Masalah Kelaparan Akibat Krisis Pangan
Dalam kitab Nizham Iqtishodiy fil Islam karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan konsep Islam mengenai politik ekonomi, sejumlah hukum yang menjadi titik fokus terealisasinya produksi pertanian, serta seperangkat hukum yang menjamin pangan terdistribusi kepada setiap individu. Politik ekonomi dalam Islam tak lain adalah menjamin keberlangsungan pemenuhan seluruh kebutuhan pokok hidup (basic needs) tiap-tiap orang secara menyeluruh, berikut dengan peluang dirinya untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya dengan dengan life style islami. Dari sinilah, negara yang mengambil Islam secara kaffah tidak mencukupkan diri hanya dengan program untuk peningkatan produksi pangan. Namun, negara wajib bekerja keras agar setiap warga negaranya mampu mendapatkan dengan layak, baik secara mandiri maupun disubsidi.
Stok kebutuhan pangan merupakan hal penting yang dijamin oleh Negara Islam (Khilafah) dalam berbagai situasi dan kondisi. Kemudian, sebagai proteksi terhadap ketersediaan pangan ini negara melarang adanya praktik menimbun barang (termasuk dalam hal ini menimbun bahan kebutuhan pokok), karena akan berdampak pada kelangkaan bahan-bahan kebutuhan pokok itu. Pada saat kelangkaan terjadi, pemimpin (khalifah) harus mencegah masuknya uluran tangan asing dalam mengelola bidang pertanian, baik melalui industri-industri pertanian asing maupun lewat perjanjian multilateral, seperti World Trade Organization (WTO), Food and Agriculture Organization (FAO) dan lain-lain, karena ini akan menghantam kedaulatan pangan negara Islam sendiri.
Pertama, melakukan prediksi iklim, yaitu menganalisis kemungkinan-kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem dengan mengamati fenomena alam seperti kelembaban udara, curah hujan, penguapan air ke permukaan serta intensitas sinar matahari yang sampai ke bumi.
Kedua, mitigasi bencana ancaman pangan, yaitu perhitungan atau pertimbangan yang dilakukan sebagai antisipasi terhadap berbagai kemungkinan kondisi ancaman pangan yang disebabkan oleh perubahan kondisi alam dan lingkungan secara drastis. Mitigasi ini disertai dengan tuntunan saling berbagi di tengah-tengah masyarakat dalam kondisi berat seperti itu.
Lalu, pendistribusian kekayaan oleh negara Islam ditata dan dilaksanakan menyeluruh, mulai dari menentukan kepemilikan harta, pengelolaan, dan pendistribusiannya bagi kemaslahatan rakyat. Khalifah wajib untuk mewujudkan pemerataan harta dalam masyarakat, yaitu dengan memberikan harta negara yang menjadi hak milik pada orang per orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Semua itu dilaksanakan dengan teknis yang cepat, singkat, adil, dan merata sehingga seluruh individu warga negara dapat memperoleh hak-haknya dengan mudah.
Penyatuan negeri-negeri Islam dalam bingkai negara Islam (Khilafah) juga akan menjadi sebuah problem solving, karena dengan begitu akan berlangsung berbagi (sharing) antarwilayah-wilayah yang ada mengerahkan segala daya dan upayanya untuk memenuhi semua kebutuhan pokok warga negaranya di seluruh wilayah Daulah Khilafah Islam.
Begitulah seharusnya dunia terselamatkan oleh aturan Islam. Tanpa syariat Islam, mustahil dunia keluar dari berbagai kubangan krisis kehidupan. Wallahu A'lam Bish-Shawwab[]