Kiprah Politik Perempuan Salah, Perempuan Berkubang dalam Masalah

“Ternyata kasus yang menimpa perempuan masih banyak dan terus terjadi meskipun sudah ada keterwakilan perempuan di pemerintahan dan anggota legislatif.”

Oleh. Wening Cahyani
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kehidupan terus berjalan. Permasalahan hidup yang semakin kompleks dihadapi manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Para pejuang perempuan berusaha menyelesaikan masalah perempuan dengan kacamata mereka (kesetaraan gender).

Perempuanlah yang tahu masalah perempuan. Mereka berusaha mencari wakil-wakil dari kalangan perempuan untuk membuat kebijakan, bahkan menjadi pemimpin agar masalah mereka bisa diselesaikan dengan tuntas. Mereka menjadikan politik praktis sebagai kendaraan dalam menyalurkan tenaga dan pikiran mereka. Namun, dengan adanya wakil perempuan di pemerintahan sudahkah masalah perempuan terselesaikan? Bagaimanakah peran perempuan dalam berpolitik menurut kacamata Islam?

Keterwakilan perempuan di dunia politik dengan menempatkan calon legislatif (caleg) di nomor urut satu menjadi harapan besar bagi Titi Anggraini sebagai Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) kepada pimpinan partai. Menurutnya, dengan penempatan caleg perempuan di nomor urut satu maka akan meningkatkan kesempatan para srikandi politik itu terpilih sebagai anggota legislatif, terutama pada pemilu serentak 2024 (Antaranews.com, 4/5/2022).

Kiprah Politik Perempuan dalam Sistem Demokrasi

Adanya perempuan-perempuan yang menjadi wakil di bidang politik ini bisa menjadi kekuatan dan daya tahan berlangsungnya kehidupan demokrasi. Ketika tidak adanya wakil perempuan maka demokrasi dianggap defisit dan tidak bermakna. Defisit demokrasi merupakan kondisi yang menunjukkan prinsip-prinsip dasar demokrasi tidak ditemukan dalam praktiknya, seperti terkait keterwakilan yang berimbang.

Ternyata porsi anggota parlemen perempuan di dunia masih belum mencapai 30 persen. Kondisi yang masih tidak imbang ini tidak hanya berbahaya bagi demokrasi tapi mengancam upaya pemenuhan hak asasi manusia, demikian sambutan Puan Maharani, Ketua DPR RI dalam Forum Women Parliamentarians pada sidang ke-144 Inter-Parliamentary Union (IPU) 20-24 Maret 2022 lalu. Menurut Puan, kesetaraan gender yang belum terpenuhi juga menghambat akses perempuan dalam kekuasaan, khususnya pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan.

Indonesia sebagai negara penganut demokrasi, telah berupaya menerapkan pendekatan gender pada tiap kebijakan yang di antaranya tercermin dari partisipasi perempuan di bidang politik dan pemerintahan. Beberapa capaian keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia adalah presiden perempuan, menteri-menteri koordinator perempuan, anggota parlemen perempuan, gubernur, wali kota, bupati, bahkan ketua parlemen perempuan.

Namun, berdasar catatan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, bahwa sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan terjadi di tahun 2021 meningkat sekitar 50 persen dari 226.062 kasus pada tahun 2020. Pengaduan dari korban kekerasan terhadap perempuan ke Komnas Perempuan bahwa ada peningkatan 80 persen dari 2.134 kasus di tahun 2020 menjadi 3.838 kasus. Pengaduan korban ke Badan Peradilan Agama (Badilag) terdapat peningkatan kasus 52 persen, dari 215.694 kasus di tahun 2020 menjadi 327.629 kasus (Antaranews.com, 7/3/2022).

Ternyata kasus yang menimpa perempuan masih banyak dan terus terjadi meskipun sudah ada keterwakilan perempuan di pemerintahan dan anggota legislatif. Belum tercapainya kuota 30 persen bagi perempuan di parlemen menjadi pekerjaan rumah bagi pejuang perempuan untuk terus berusaha mewujudkannya. Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik (memilih atau dipilih) sebagai wakil rakyat akan menguatkan demokrasi yang memberikan gagasan-gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik.

Pemahaman politik dalam demokrasi memang terbatas pada kekuasaan peran parlemen/legislasi dalam pengambilan kebijakan-kebijakan publik. Aktivitas politik terpusat pada upaya meraih peluang sebanyak-banyaknya menduduki jabatan kekuasaan dan legislasi. Dengan harapan, jika parlemen diduduki banyak perempuan maka kebijakan yang dikeluarkan akan berpihak pada perempuan.

Perempuan yang tidak terjun dalam pemerintahan dan parlemen dianggap tidak berperan dalam bidang politik, kendatipun mereka aktif dalam masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan umat dan melakukan pencerdasan di tengah masyarakat. Pemenuhan kuota perempuan dalam parlemen, menempatkan perempuan di nomor urut satu sebagai caleg, tuntutan hak suara perempuan dalam pemilu dianggap sudah berperan politik.

Peran Politik Perempuan dalam Pandangan Islam

Islam sebagai agama sempurna telah memiliki cara pandang yang khas dalam menyelesaikan masalah perempuan. Sebagaimana diketahui, Islam memandang perempuan pada hakikatnya sama dengan laki-laki, yaitu sebagai manusia, hamba Allah Swt. yang dibekali potensi dasar berupa akal, naluri, dan kebutuhan fisik. Dalam kehidupan bermasyarakat, keberadaan laki-laki dan perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Keduanya memiliki tanggung jawab dalam mengatur dan memelihara kehidupan sesuai apa yang dikehendaki-Nya. Keduanya didorong untuk saling menolong dalam berbagai urusan.

Allah Swt. berfirman yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, Sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 71)

Demikian pula Islam memiliki cara memandang terhadap politik dan peran politik perempuan di dalam masyarakat. Pengertian politik merupakan pemeliharaan seluruh urusan umat di dalam negeri dan luar negeri baik menyangkut masalah negara maupun umat. Berpolitik adalah kewajiban seluruh kaum muslimin, termasuk perempuan yang menjadi bagian tak terpisahkan masyarakat (laki-laki dan perempuan). Maka perempuan memiliki kewajiban terlibat dalam kancah politik sebagai aktivitas di luar rumah/publik.

Laki-laki dan perempuan mempunyai peran sama untuk memajukan Islam dan umat. Mereka juga memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan umat tanpa membedakan apakah masalah itu menimpa laki-laki atau perempuan. Semua dianggap permasalahan umat yang membutuhkan solusi secara bersama dan tuntas. Pada saat perempuan dan laki-laki memanfaatkan apa yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan umat, sejatinya mereka sudah beraktivitas politik.

Perempuan terlibat dalam aktivitas politik bukan untuk meraih posisi tertentu dalam kekuasaan atau kehidupan publik melainkan bagian dari kewajiban dari Allah Swt. Aktivitas ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Perjuangan perempuan di bidang politik tidak terpisah dari perjuangan laki-laki karena Islam tidak memisahkan permasalahan laki-laki dan perempuan. Dengan Islamlah permasalahan manusia akan diselesaikan secara tuntas dan penuh rahmat.

Oleh karena itu, perempuan memang harus berkiprah dalam bidang politik dengan landasan pemahaman yang benar yaitu Islam. Jika perempuan dalam berpolitik dikendalikan sistem yang keliru yaitu berdasar sekularisme feminisme maka perempuan akan terperosok dalam jurang kesengsaraan. Alih-alih masalahnya selesai, yang ada justru masalah semakin bertambah dari tahun ke tahun. Berapa pun banyak perempuan yang duduk dalam parlemen dan kekuasaan jika landasan pengambilan bukan Islam maka tidak akan pernah mampu menyelesaikan masalah perempuan. Sebaliknya, siapa pun pengambil kebijakan atau laki-laki sekalipun jika berlandaskan pada Islam maka kebijakan yang dikeluarkan tidak mendiskreditkan perempuan karena Islam berasal dari Rabb Yang Mahaadil.

Umat mendasarkan aktivitas politik pada Islam adalah langkah yang tepat. Islam telah meletakkan tanggung jawab politik di pundak laki-laki dan perempuan. Keduanya sudah seharusnya saling menghargai keberadaan dan perannya masing-masing agar terwujud masyarakat yang damai, tenteram, dan sejahtera berdasarkan syariat Islam. Politik Islam memang hanya bisa terealisasi melalui wadah Daulah Khilafah sehingga umat Islam dan manusia di dunia terlepas dari keterpurukan dan bangkit kembali menjadi umat yang terbaik.

Allahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Wening Cahyani Kontributor Tetap NarasiPost.Com
Previous
Memilih Putra sang Diktator Duduk di Takhta, Rakyat Filipina Putus Asa?
Next
Kehalalan Kecap dan Ikonik Kota
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram