“Fenomena resesi seks yang terjadi, tidak lepas dari penerapan sistem kapitalis di Singapura. Sistem yang berasaskan manfaat ini hanya mengambil segala sesuatu berdasarkan manfaat menurut akal. Padahal, akal manusia bersifat terbatas.”
Oleh. Mariyatul Qibtiyah, S.Pd.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Timang-timang anakku sayang
Buah hati ayah ‘nda seorang
Jangan marah dan jangan merajuk sayang tenanglah
dikau dalam buaian
Lagu daerah Jambi ini menggambarkan betapa sayangnya orang tua kepada anaknya. Ia akan berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Tangisan anaknya akan membuatnya bersedih. Senyum dan tawa si anak akan membuatnya bahagia, hingga hilanglah semua rasa lelah yang mendera.
Namun, saat ini ada fenomena yang menggelisahkan. Salah satunya terjadi di Singapura. Sejak pandemi terjadi, masyarakat di sana enggan melakukan hubungan seks karena takut memiliki anak. Fenomena inilah yang disebut sebagai resesi seks.
Penyebab Resesi Seks
Resesi merupakan istilah dalam ekonomi yang merujuk pada pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun. Istilah ini kemudian digunakan untuk menggambarkan penurunan jumlah pernikahan dan angka kelahiran akibat menurunnya fungsi seksual mereka.
Angka pernikahan turun sebesar 12,3% dari 22.123 pada tahun 2019 menjadi 19.430 pada tahun 2020. Akibatnya, angka kelahiran turun sebesar 3,1% dari 32.844 pada tahun 2019 menjadi 31.816 pada tahun 2020. Angka kelahiran tahun 2021 hanya 1,12 per wanita. Angka ini berada di bawah rata-rata angka kelahiran global yang berada di angka 2,3. (Akurat.co, 27/4/2022)
Ada beberapa penyebab terjadinya resesi seks ini. Pertama, pandemi Covid-19 telah menyebabkan penundaan kehamilan karena khawatir dengan masalah kesehatan dan ekonomi. Kedua, pembatasan sosial berskala besar saat pandemi juga menyebabkan pasangan yang hendak menikah menunda rencana mereka.
Pemerintah Singapura telah melakukan sejumlah upaya dalam meningkatkan keinginan masyarakat di negara itu untuk mempunyai anak. Negara itu menjanjikan hadiah $3.000 dolar Singapura atau Rp31 juta bagi siapa saja yang mau memiliki anak. Namun, upaya ini belum membawa hasil.
McKinsey & Company merilis, jika hal ini terus terjadi, dikhawatirkan akan terjadi lonely economy. Yakni, kegiatan ekonomi yang didorong oleh masyarakat yang cenderung hidup menyendiri. Akibatnya, semakin banyak rumah tangga dengan sedikit anggota keluarga, berisi satu atau dua orang saja.
Hal ini tentu mengubah pola permintaan dalam masyarakat. Misalnya, naiknya permintaan terhadap hewan peliharaan. Demikian pula dengan penggunaan aplikasi Chatbot dan robot LOVOT.
Lonely economy juga akan mengubah pola konsumsi makanan. Rumah tangga dengan lebih sedikit orang, tentu membutuhkan produk yang lebih sedikit pula. Karena itu, akan mengubah porsi makanan kemasan. (rctiplus.com, 4/5/2022)
Penerapan Sistem Kapitalis sebagai Biang Persoalan
Fenomena resesi seks yang terjadi, tidak lepas dari penerapan sistem kapitalis di Singapura. Sistem yang berasaskan manfaat ini hanya mengambil segala sesuatu berdasarkan manfaat menurut akal. Padahal, akal manusia bersifat terbatas. Ia tidak mampu menjangkau hakikat sesuatu.
Karena itu, sistem ini tidak memahami hakikat diciptakannya gharizah nau’ (naluri melestarikan jenis) pada diri manusia. Hal ini menyebabkan kesalahan mereka dalam memenuhi naluri itu. Mereka beranggapan bahwa naluri itu harus dipenuhi, meskipun tanpa pernikahan.
Di samping itu, sistem ini juga mengagungkan kebebasan individu. Maka, cara apa pun boleh dilakukan asalkan naluri itu terpuaskan. Baik melalui hubungan sesama jenis, dengan binatang, boneka, dan sebagainya. Semua sah-sah saja dalam pandangan mereka.
Hal itu diperburuk dengan kesalahan mereka dalam memahami konsep rezeki. Dalam pandangan mereka, rezeki yang diperoleh setiap orang harus dibagi dengan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Karena itu, saat ditimpa kesulitan ekonomi, mereka pun enggan menambah momongan, karena khawatir akan menambah beban hidup mereka.
Padahal, rezeki adalah pemberian Allah Swt. Kepada setiap makhluk ciptaan-Nya. Masing-masing akan mendapatkan jatahnya. Tak sedikit pun dikurangi.
Pandemi yang tak segera berakhir juga memunculkan kekhawatiran pada kondisi kesehatan diri serta anak-anak mereka. Karena itulah, mereka memilih untuk menunda memiliki anak. Mereka khawatir, anak-anak itu akan terpapar virus Covid-19. Hal itu tentu berbahaya bagi masa depan mereka.
Kekhawatiran ini muncul dari keyakinan bahwa segala hal yang terjadi adalah hasil upaya manusia. Tidak ada campur tangan dari Sang Pencipta. Sebab, dalam pandangan mereka, Tuhan hanya menciptakan manusia, kemudian membiarkan mereka berbuat sesuai kehendak mereka. Tuhan mereka ibaratkan sebagai tukang pembuat jam yang membiarkan jarum jam berputar dengan sendirinya, tanpa campur tangannya.
Padahal, ada wilayah yang manusia dapat berikhtiar di dalamnya. Manusia dapat berikhtiar untuk menghindarkan dirinya dari terpapar virus Corona. Namun, ada wilayah yang manusia harus menerima qada Allah Swt. Di wilayah inilah, manusia tidak mampu menolaknya.
Maka, yang harus dilakukan adalah menjaga diri dan anak-anak dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Di samping itu juga berdoa dan bertawakal kepada-Nya. Jika ternyata virus itu tetap menyerang, harus diterima dengan ikhlas sebagai qada Allah Swt. Maka, pahala yang besar pun akan diterimanya.
Kesalahan-kesalahan ini membuat mereka salah dalam memahami masalah. Akibatnya, salah pula dalam memberikan solusi. Salah satu solusi yang diambil adalah mengizinkan para wanita lajang untuk membekukan sel telurnya. Singapura berencana menerapkan ini pada tahun depan.
Cara ini dilakukan agar kelak, saat para wanita lajang itu telah siap memiliki anak, sel telur itu masih dapat dibuahi. Meskipun pada saat itu, usia mereka tidak memungkinkan lagi untuk memiliki anak.
Teknologi egg freezing atau pembekuan telur ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1980-an. Teknologi berbiaya tinggi ini mereka ambil tanpa memperhatikan dampak-dampak yang mungkin timbul. Misalnya, tercampurnya nasab akibat tercampurnya sel telur seorang wanita dengan sel telur wanita lain.
Jika sel telur itu dibuahi oleh sel sperma laki-laki yang bukan suaminya, akan terjadi kekacauan nasab. Jika di kemudian hari terjadi pernikahan di antara keturunan mereka, akan menimbulkan bahaya. Dari aspek kesehatan, akan menimbulkan cacat pada keturunan mereka. Sedangkan dari sisi agama, akan terjadi pernikahan yang diharamkan.
Solusi Islam dalam Menghadapi Resesi Seks
Islam telah mensyariatkan pernikahan bagi kaum muslimin. Melalui pernikahan ini, kaum muslimin dapat memenuhi naluri melestarikan jenis yang ada secara fitri dalam dirinya. Naluri yang diciptakan oleh Allah Swt. agar manusia terhindar dari kepunahan. Allah Swt. berfirman dalam QS. An-Nisa [4]: 1,
يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء
”Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dari satu jiwa dan menciptakan istri darinya. Dan dari keduanya mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
Dari pernikahan inilah lahir generasi yang akan meneruskan estafet perjuangan orang tuanya. Karena itu, Nabi saw. mendorong kaum muslimin untuk memiliki banyak anak. Beliau pun menyatakan akan merasa bangga dengan banyaknya jumlah umatnya pada hari kiamat kelak.
Maka, Nabi saw. Menganjurkan kepada kaum pria untuk menikahi wanita-wanita yang penyayang dan memiliki banyak anak. Tentu, wanita-wanita yang memiliki agama yang baik pula. Sebab, wanita-wanita itu akan menjadi ibu bagi anak-anak mereka. Sedangkan ibu berperan sebagai madrasatul ula bagi anak-anaknya.
Para ibu ini akan membekali anak-anak mereka dengan pendidikan berbasis akidah. Maka, terbentuklah pribadi-pribadi yang bertakwa kepada Allah Swt. Karena itu, kita dapati betapa hebatnya generasi penerus pada masa Rasulullah saw. dan masa-masa keemasan Islam. Misalnya, Usamah bin Zaid, putra Zaid bin Haritsah. Dalam usia 18 tahun, ia telah ditunjuk oleh Rasulullah saw. untuk menjadi panglima perang pasukan yang dikirim ke Romawi Timur.
Contoh lainnya adalah Muhammad Al-Fatih. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, ia berhasil memimpin pasukan untuk membebaskan Konstantinopel. Maka, ia telah berhasil mewujudkan janji Rasulullah saw., sekaligus menjadi panglima terbaik dari umat ini.
Inilah konsep yang benar dalam memenuhi naluri melestarikan jenis. Pemahaman yang benar akan menghindarkan manusia dari cara-cara yang salah dan liar. Demikian pula, menghindarkannya dari kepunahan.
Islam telah memberikan petunjuk yang jelas dan gamblang bagi setiap persoalan manusia, termasuk dalam menghadapi resesi seks. Dalam menghadapi resesi seks ini, yang semestinya dilakukan adalah memahamkan masyarakat terhadap konsep pernikahan, rezeki dan qada yang benar.
Hal ini akan menjauhkan mereka dari kekhawatiran yang berlebihan dalam menghadapi masa depan. Baik menyangkut rezeki maupun kesehatan. Dengan demikian, mereka akan tetap optimis dalam menapaki jalan kehidupan.
Wallaahu a’lam bishshawaab.[]