“Betapa indahnya hadiah yang diberikan dalam rangka menjalin ketaatan pada Sang Khalik. Adakah hadiah yang lebih baik selain yang mampu mengantarkan pemberi dan penerimanya menjadi lebih dekat pada-Nya?”
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tahun 2000 adalah tahun istimewa bagiku. Tak terpikirkan sedikit pun bila kepindahanku untuk melanjutkan pendidikan menjadi pembuka jalan hijrah. Allah berikan kesempatan untukku mencari ilmu dunia sekaligus ilmu akhirat.
Hijrah yang kuawali dengan mengubah penampilan dari semula tak berhijab menjadi berpakaian layaknya muslimah. Pelan-pelan aku membenahi diri. Aku mulai belajar lagi tentang Islam yang telah menjadi keyakinanku sejak kecil.
Ternyata banyak ajaran agama Islam yang aku belum mengetahuinya. Salah satunya adalah kewajiban menutup aurat bagi muslimah yang telah balig. Sebelumnya, kukira dengan berpakaian rapi dan sopan sesuai norma lokal itu sudah cukup dan baik.
Pemikiran seperti itu berubah setelah salah seorang teman di kampus menyampaikan padaku mengenai kewajiban setiap muslimah untuk berhijab. Beberapa kali dia mengajakku berbicara dari hati ke hati tentang hal itu. Aku pun mau mendengarkan apa yang dia sampaikan sambil terus berusaha memahaminya. Dia tak memaksaku mengikuti perkataannya. Tiada henti dia mencoba membuka kesadaranku.
Setiap ada kesempatan, gadis berhijab lebar itu mendekatiku dengan sabar. Aku sadar bahwa ia tengah berusaha meyakinkanku untuk segera memenuhi kewajiban tersebut. Ia mengingatkan tentang dosa bila kita sengaja mengabaikan sebuah kewajiban yang telah kita ketahui. Setiap detik ketika seorang muslimah membiarkan auratnya terbuka akan menumpukkan dosa dan menimpakan fitnah bagi dirinya dan orang lain.
Aku tersentak ketika ia menyinggung tentang kematian. Bagaimana bila kematian datang terlebih dahulu sementara diri belum sempat bertobat? Terbayang di benakku betapa dalamnya penyesalan karena tak bersegera menunaikan perintah-Nya. Begitu ingin kembali dan memperbaiki kesalahan namun kesempatan telah tertutup. Semua telah terlambat. Jilbab yang dulu ditolak kini berubah menjadi kain kafan yang menutupi jasad.
Aku tak ingin seperti itu. Aku ingin berubah menjadi lebih baik. Aku takut Allah murka padaku karena mengabaikan perintah-Nya. Meskipun tak tahu akan seperti apa jalan di depan, namun aku mencoba melakukan apa yang menjadi tugasku sebagai manusia.
Bismillah. Akhirnya, sebulan setelah menyandang predikat sebagai mahasiswi baru di sebuah kampus negeri di Malang, aku memutuskan untuk berhijrah. Saat itu rasanya seperti memulai sebuah perjalanan yang membuat jantung berdebar antara tegang, senang, penasaran, dan takut akankah diri ini bisa melewatinya. Perasaanku juga terasa lega karena satu langkah awal telah dimulai.
Satu hal yang begitu mengesankan dalam proses hijrahku adalah ketika teman-teman menyambutku dengan antusias dan gembira. Pelukan hangat mereka saat menjumpai aku kembali sepulang dari kampung halaman dengan penampilan yang baru. Beberapa memelukku lebih erat dengan mata berkaca-kaca sambil mendoakan agar aku istikamah seterusnya. Tak kusangka bila sehelai hijab putih yang kukenakan itu akan membawa debur kebahagiaan yang melanda hingga sanubari terdalam. Bahagia yang teramat hingga tak bisa terucap dengan kata-kata. Hanya air mata haru mewakili segenap rasa.
Saat itulah rupanya aku mulai tersentuh dengan indahnya ukhuah karena akidah Islam. Aku merasa sangat bersyukur dengan agama ini dan kuatnya persaudaraan karenanya. Hal yang belum pernah aku sadari sebelumnya.
Tetes air mata haru kembali menitik karena tak kuasa menahan besarnya rasa syukur dan bahagia. Indahnya persaudaraan karena keimanan kurasakan ketika sejumlah teman memberi hadiah berupa kerudung dan baju muslimah. Aku merasa takjub dengan momen itu hingga hanya mematung beberapa saat. Apakah aku seistimewa itu sampai-sampai mereka rela memberikan hadiah? Kebaikan apa yang telah aku lakukan hingga layak mendapatkan limpahan kebaikan dari mereka?
Seperti itulah mungkin persaudaraan sejati. Tak perlu bermacam alasan untuk saling mencintai dan memberi. Cukuplah cinta-Nya yang menjadi dasar semua rasa dan aksi. Waktu dan jarak pun menjadi tak berarti bila keyakinan yang sama telah berbicara. Meskipun baru mengenal sebulan sehingga belum begitu dekat, namun teman-teman itu dengan senang hati mendukungku. Terpancar keikhlasan dan kegembiraan dari sorot mata tatkala aku mau menerima hadiah mereka.
Mungkin, pemberian itu tak seberapa harganya. Kerudung dan baju itu pun bukanlah barang yang baru, melainkan sesuatu yang pernah menemani hari-hari mereka sebelumnya. Meskipun begitu, semuanya tetap amat layak dipakai. Mereka tentu telah memikirkan kepatutan barang sebelum memberikannya kepada orang lain. Dan memang, hadiah itu kupakai hingga beberapa waktu berlalu. Lebih dari cukup untuk membuktikan betapa ia sungguh benar berharga.
Hadiah dari teman-teman sangatlah bermanfaat bagiku mengingat kerudung yang kupunya hanya sehelai saja. Ya, ketika aku memutuskan berhijab aku cuma memiliki satu kerudung untuk dipakai ke mana-mana. Tak terpikirkan untuk membeli lagi karena memang belum mampu saat itu. Toh, aku juga jarang keluar. Paling-paling hanya pergi ke kampus dan untuk membeli kebutuhan sebagai anak kos. Jika ada rezeki, nanti pasti bisa memiliki lagi.
Meski belum paham betul konsep rezeki yang benar, aku hanya yakin saja bahwa Allah tak akan membiarkan hamba-Nya kesulitan atau kekurangan. Apalagi ini dalam rangka menetapi ketakwaan, Allah pasti memberikan pertolongan dari arah yang tak kita duga-duga. Jika pun tidak seperti yang diinginkan, yakinlah itu pasti yang terbaik menurut-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah An-Nisa ayat 100: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya ditemukan di muka bumi tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Siapa saja yang keluar dari rumahnya demi berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju, maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah sungguh Mahakuasa. Apa yang Dia katakan memang benar adanya. Dengan gampang Dia hapuskan segala ragu dan gundah yang sempat meraja. Dia berikan kemudahan melalui teman-teman yang baik dan salihah. Atas izin-Nya, mereka tergerak membantu saudarinya yang tengah merangkai jalan hijrah lillah. Sungguh indahnya persaudaraan karena akidah. Bahagia bila saudaranya bahagia. Kebaikan yang ditanam mampu membuahkan sukacita bagi saudara yang lainnya. Rasa syukur yang melangit menyaksikan saudaranya menapaki hijrah. Mereka semarakkan sikap saling membantu dan memudahkan saudaranya agar istikamah di jalan indah ini sesuai perintah Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah sangatlah berat siksaan-Nya.”
Di lubuk hati setiap insan bertakwa pasti akan merasa gembira melihat kebaikan. Hati yang tersentuh dengan tetes ketaatan menjadi lembut dan turut pada kalam-Nya. Hatinya selalu condong ke mana pun kebaikan itu berada.
Kebaikan itu lalu menjalari banyak insan yang hatinya terpaut pada Sang Pencipta. Satu kebaikan mampu menginspirasi munculnya kebaikan-kebaikan lainnya. Memberi hadiah jilbab dan kerudung pada saudari yang baru berhijrah menjadi kebaikan yang terus berlanjut. Dia yang saat ini kaubantu dalam hijrahnya, kelak akan melakukan hal yang sama terhadap teman lainnya.
Sangat sering kutemui teman yang memberikan atau menerima hadiah pakaian muslimah di momen awal hijrah. Membersamainya agar senantiasa istikamah. Mengajak pada kebaikan tanpa lelah. Meluruskan bila ada yang salah. Tiada yang diharapkan selain bersama-sama bisa terus taat pada Allah. Kebahagiaan hakiki pun teraih dalam limpahan rida Allah taala.
Sepotong jilbab yang kita hadiahkan untuk saudari kita sangatlah bermakna. Ada ketulusan dan cinta di dalamnya. Doa-doa terbaik pun tersemat pada setiap helainya. Pahala mengalir bagi keduanya ketika hadiah itu dipakai untuk kebaikan. Betapa indahnya hadiah yang diberikan dalam rangka menjalin ketaatan pada Sang Khalik. Adakah hadiah yang lebih baik selain yang mampu mengantarkan pemberi dan penerimanya menjadi lebih dekat pada-Nya?
Jangan pernah meremehkan kebaikan sekecil apa pun. Teruslah menebar kebaikan. Tak perlu risaukan dunia. Cukuplah Allah saja yang menjadi fokus kita. Sebab Allah tak pernah luput dalam menilai amal hamba-Nya. Sepotong jilbab yang amat sederhana di mata manusia menjadi istimewa kala ia dikenakan untuk meniti jalan takwa. Kelak, ia akan menjadi saksi amal hamba di hadapan-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawwab[]