Korban Begal Jadi Tersangka

"Betapa lemahnya penegakan hukum di negara ini dimana mindset vigilantisme, yakni menyelesaikan masalah dengan cara sendiri akan secara perlahan tertanam dalam benak masyarakat seolah hukum yang ada sudah tak mampu lagi mengadili dengan adil sesuai porsi kesalahan yang dilakukan. Terlebih dengan ditetapkan korban sebagai tersangka pembunuhan semakin memperjelas bahwa peraturan hukum yang ada memang tak mampu mengadili."

Oleh. Luywi Sartika

NarasiPost.Com-Begal adalah salah satu jenis kejahatan kriminal yang sangat mengerikan bagi hampir setiap orang. Bagaimana tidak, begal bisa saja berbuat keji terhadap korbannya apabila korbannya berupaya melakukan perlawanan atau jika situasi mendesaknya, mulai dari kekerasan secara fisik hingga kehilangan nyawa pun menjadi risiko.

Aksi pembegalan umumnya adalah upaya pelaku untuk mengambil secara paksa harta milik korbannya, biasanya sepeda motor adalah sasaran utamanya. Seperti kasus yang terjadi beberapa waktu lalu di wilayah Lombok Tengah, tepatnya di jalan raya Desa Ganti, kecamatan Praya Timur pada hari Ahad malam (10/04/2022). Seorang warga bernama Murtade menjadi korban pembegalan oleh empat orang pelaku begal saat hendak mengantarkan makanan untuk keluarganya yang sedang menunggu di rumah sakit daerah Lombok Timur. Saat itu, dini hari Murtade mengendarai sepeda motornya, namun di tengah jalan ia diadang oleh empat orang pelaku begal yang berniat merampas sepeda motornya. Karena ingin mempertahankan sepeda motornya, akhirnya korban berusaha melawan para pelaku dengan mengeluarkan sebuah senjata tajam yang dibawanya dari rumah. Korban yang melakukan perlawanan pun akhirnya berhasil melumpuhkan dua orang pelaku hingga tewas, sedangkan dua pelaku lainnya kabur melarikan diri. Setelah berhasil melawan para pelaku, korban pun berusaha meminta pertolongan di sisi dua pelaku yang sudah tewas bersimbah darah di tangannya. Atas kasus ini, korban akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan oleh polres Lombok Tengah.

Namun, yang menjadi sorotan publik adalah mengapa korban yang seharusnya mendapat pembelaan hukum justru malah dijadikan sebagai tersangka? Kasus ini terus bergulir dengan berbagai komentar-komentar dari masyarakat hingga akhirnya pada Sabtu (16/04/2022), pihak polda NTB menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan terhadap Murtade selaku korban begal sebagai tersangka. Beginilah penerapan hukum yang berlaku di negara dengan sistem sekularisme dimana atas nama hak asasi manusia hukum seakan menjadi hal yang bisa dimodifikasi sesuai keperluan manusia.

Padahal dalam Islam, hukum melakukan pembelaan diri terhadap kejahatan adalah perkara wajib untuk dilakukan sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pedapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?” Beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.” Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?” Beliau bersabda, ”Bunuhlah dia.” “Bagaimana jika ia malah membunuhku?” ia bertanya lagi. “Engkau dicatat syahid.” jawab Nabi shallallahu 'alayhi wasallam.
“Bagaimana jika aku yang membunuhnya?” ia bertanya kembali. “Maka dia masuk neraka.” jawab Nabi saw. (HR. Muslim no.140)

Dilihat dari sudut pandang yang berbeda banyak pula yang berusaha menyelidiki mengapa korban saat itu membawa senjata tajam, apakah memang sudah dipersiapkan untuk hal-hal seperti itu dan semacamnya. Namun, korban mengatakan bahwa menyertakan senjata terutama saat bepergian jauh pada malam hari merupakan hal yang sudah lumrah dilakukan guna berjaga-jaga dengan situasi seperti itu.

Jika memang demikian, maka betapa lemahnya penegakan hukum di negara ini dimana mindset vigilantisme, yakni menyelesaikan masalah dengan cara sendiri akan secara perlahan tertanam dalam benak masyarakat seolah hukum yang ada sudah tak mampu lagi mengadili dengan adil sesuai porsi kesalahan yang dilakukan. Terlebih dengan ditetapkan korban sebagai tersangka pembunuhan semakin memperjelas bahwa peraturan hukum yang ada memang tak mampu mengadili.

Sangat berbeda apabila hukum Islam yang diterapkan dalam suatu negara, dimana hukum dan sanksi atas segala perbuatan yang dilakukan manusia bersandar kepada hukum syarak yang berasal dari Allah Subhanahu wa ta'ala, maka tidak akan terjadi ketimpangan maupun peradilan yang tidak sesuai sasaran karena hukum Islam murni dari pencipta sendiri yang mengetahui segala hal tentang manusia sebagai makhluknya bukan yang lain apalagi hukum buatan manusia sendiri.

Maka dari itu, sudah saatnya hukum Islam kembali ditegakkan di muka bumi ini demi kembalinya tatanan kehidupan manusia yang sejahtera seperti saat Daulah Islam masih berdiri yang mampu memimpin umat bahkan sampai 1300 tahun lamanya. Seharusnya sudah cukup menjadi bukti betapa Islam adalah jawaban dari semua kebutuhan manusia. Wallahua’lam bishowwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Luywi Sartika Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Titik Nol
Next
Gurita Korupsi dalam Pusaran Politik Dinasti
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram