Tegaknya Khilafah tak hanya sebagai sebuah problem solver bagi kondisi negeri ini, melainkan juga kewajiban yang tak bisa ditawar lagi. Sebab hal tersebut merupakan bagian dari tuntunan syariat atas seorang muslim dan muslimah untuk terlibat aktif dalam menegakkannya, sebab sejatinya bagian dari keimanannya terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(RedPel NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, sedangkan dasar tanpa penjaga akan hilang.” Pernyataan Imam Al-Ghazali tersebut sepertinya related sekali dengan kondisi hari ini. Ketika negara dan agama terpisah begitu jauh, maka kehancuranlah yang akan terjadi. Persis kondisi hari ini. Ditandai dengan banyaknya kerusakan di segala aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, politik, budaya, hingga pemerintahan. Semuanya didekap problematika tiada henti.
Maka, wajarlah jika kemudian umat Islam menawarkan solusi jitu demi mengakhiri persoalan pelik tersebut. Sebagaimana video yang viral di media sosial beberapa waktu lalu, belasan orang berdiri di depan kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat. Mereka menawarkan konsep Khilafah kepada Menkopolhukam, Mahfud MD, demi Indonesia yang lebih baik. Dengan itu, mereka berharap Mahfud dapat menginisiasi diselenggarakannya simposium nasional membahas penegakan Khilafah.
Namun, mirisnya di kesempatan yang berbeda Mahfud MD menanggapi video tersebut dengan respons yang kurang baik. Ia menyatakan bahwa dalam fikih tidak ada konsep baku dalam bernegara. Bahkan Mahfud menyarankan agar para pendemo mendatangi parlemen saja untuk menawarkan Khilafah tersebut, serta menyarankan kelompok tersebut untuk membuat parpol sendiri dan ikut pemilu. (Okezone.com/22-04-2022)
Khilafah Sistem Pemerintahan Warisan Rasulullah saw
Ide Khilafah meski terus dikriminalisasi, nyatanya masih tetap ada kaum muslimin yang istikamah menyerukannya. Karena memang sejatinya Khilafah adalah ajaran Islam, sistem pemerintahan warisan Rasulullah saw. Wajib disyiarkan kepada seluruh kaum muslimin.
Bahkan Bab tentang Khilafah secara khusus diulas dalam buku Fiqih Islam karya H. Sulaiman Rasyid, seorang ulama Nusantara. Dalam buku tersebut secara tegas beliau mewajibkan tegaknya Khilafah sebagai sistem pemerintahan.
Tak hanya itu, beberapa ulama masyhur pun banyak yang secara gamblang menyatakan akan kewajiban memperjuangkan tegaknya Khilafah, di antaranya Imam Mawardi, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, dan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani.
Imam Al-Mawardi dalam Kitab Al-Ahkam As-Suthanniyyah menyatakan bahwa sistem Imamah atau Khilafah itu diproyeksikan untuk menyelenggarakan sebuah negara, dan seorang imam atau Khalifah dapat mengambil peran sebagai pengganti Nabi dalam memimpin negara, menjaga agama, serta mengatur urusan dunia.
Selain itu, Iman Al-Quthubi dalam. Kitab Al-Jami li ahkam Al-Qur'an juga menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan para Khalifah di muka bumi." dengan penafsiran sebagai berikut:
Ayat ini merupakan dasar/landasan untuk mengangkat imam atau khalifah yang didengar dan ditaati untuk menyatukan pendapat dan melaksanakan hukum-hukum Khalifah. Tidak ada perbedaan pendapat tentang kewajibannya di antara umat dan para imam, kecuali apa yang diriwayatkan oleh al-Asham, padahal dia tuli terhadap syariat. Begitu pula orang yang sependapat dengannya dan pengikutnya. Ia (al-Asham) berkata, “Sesungguhnya mengangkat imam tidaklah wajib, melainkan hanya sekadar menyempurnakan agama.
Berdasarkan penafsiran tersebut, sangat jelas bahwa Khilafah adalah sebuah kewajiban. Bahkan dinyatakan sebuah celaan terhadap Al-Aslam yang berpendapat mengangkat imam tidaklah wajib sebagai orang yang tuli terhadap syariat. Tak hanya itu, Al-Qurthubi juga menafsirkan ayat lainnya yang berkaitan dengan kewajiban menegakkan Khilafah atau mengangkat seorang Imam, yakni surat An-Nur ayat 55. Di dalam ayat tersebut Allah mengabarkan bahwa kelak umat Islam akan memperoleh kemenangan nyata serta menukar keadaan mereka dari ketakutan menjadi aman sentosa.
Secara historis, keberadaan Khilafah memang tidak bisa dielakkan lagi. Bukti-bukti sejarah merekamnya dengan sangat gamblang bahwa Khilafah memang pernah tegak berdiri sebagai sebuah sistem pemerintahan bagi kaum muslimin lebih dari 1400 tahun. Keberadaannya memancarkan keagungan dan kewibawaan bagi dunia, bahkan Khilafah tampil sebagai negara adidaya yang menguasai lebih dari 2/3 wilayah di dunia. Salah satu bukti sejarah tersebut, tercatat dalam buku Sisi Politis Perjuangan Rasulullah karya Rawwas Qol'ahji. Di sana dipaparkan secara gamblang bagaimana perjuangan politis Rasulullah dalam menegakkan institusi negara yang berlandaskan pada hukum-hukum syariat Islam.
Dengan demikian, argumentasi seorang ahli fikih, ahli tafsir, dan ahli sejarah sesungguhnya lebih pantas diunggulkan ketimbang argumentasi negarawan yang sudah terkontaminasi pemikirannya dengan kepentingan dunia.
Menyorot Pemahaman para Penolak Khilafah
Penolakan terhadap ide Khilafah memang masih berembus dari beberapa kalangan. Namun, kita perlu memetakan secara lebih jelas sebab-sebab penolakan mereka. Pertama, mereka yang menolak karena ketidakmampuan mereka dalam mengindera keberadaan Khilafah. Ya, karena memang umat sudah terlalu lama dijauhkan dari sejarah orisinal tentang peradaban Islam yang agung. Sebaliknya mereka disuguhi oleh fakta sejarah yang separuh-separuh, sehingga pemahaman umat tidak sampai pada Islam sebagai sebuah ideologi, melainkan sebatas agama ritual saja.
Kedua, mereka yang menolak karena sudah nyaman dengan sistem demokrasi hari ini. Mereka tahu bahwa Khilafah itu adalah sistem pemerintahan yang wajib ditegakkan, namun mereka telah tersandera oleh zona nyaman di sistem demokrasi, mereka merasa diuntungkan berada di sistem ini. Maka, mereka enggan berpaling darinya.
Ketiga, mereka yang menolak karena kebencian yang akut terhadap Islam dan kaum muslimin. Mereka khawatir, tegaknya Khilafah akan menjadikan segala kepentingan mereka terjegal. Maka, tidak ada jalan lain selain membendung seruan penegakan Khilafah dan berusaha menggembosi perjuangan dengan berbagai cara, mulai dari kriminalisasi, persekusi, hingga labeling radikalisme.
Ketiga kelompok ini jelas harus dipahamkan dan dikembalikan pemahamannya ke jalan yang benar, apalagi jika mereka muslim. Menolak Khilafah sama saja menolak ajaran Islam. Adapun menolak berhukum dengan hukum Allah, maka seseorang bisa terkategori sebagai orang yang fasik sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 47.
Khilafah Mahkota Kewajiban
Tegaknya Khilafah tak hanya sebagai sebuah problem solver bagi kondisi negeri ini, melainkan juga kewajiban yang tak bisa ditawar lagi. Sebab hal tersebut merupakan bagian dari tuntunan syariat atas seorang muslim dan muslimah untuk terlibat aktif dalam menegakkannya, sebab sejatinya bagian dari keimanannya terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Sejatinya, keberadaan seorang Imam atau Khalifah adalah jantung dalam peradaban Islam. Jika tidak, umat Islam seperti mati suri, seperti hal ini hari ini. Jumlahnya banyak, tetapi tidak memiliki kekuatan apa-apa. Jenazah Rasulullah saw saja sampai ditunda penguburannya selama 3 hari demi mengangkat seorang Khalifah bagi kaum muslimin. Lantas bagaimana dengan kondisi umat Islam hari ini yang telah kosong dari keberadaan Khalifah selama 101 tahun lamanya? Sungguh ironis!
Khilafah adalah mahkota kewajiban, tanpa khilafah begitu banyak hukum syariat Islam yang tidak dapat diterapkan. Tanpa Khilafah pula, umat Islam akan senantiasa tercerai-berai bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Tak ada perisai, tak ada pembela. Wajar, jika hari ini kezaliman dan diskriminasi terhadap umat Islam tak kunjung selesai. Penderitaan umat hari ini pun kian menganga lebar, di bawah asuhan sistem kapitalisme yang mengedepankan perolehan materi ketimbang pengabdian kepada rakyat.
Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa kembali kepada syariat Islam kaffah adalah solusi dari semua persoalan yang mendera. Ya, kita butuh perubahan revolusioner. Di bawah panji Islam dalam naungan sistem pemerintahan Islam, daulah Khilafah Islamiah, umat Islam akan kembali kepada fitrahnya: menjadi umat terbaik. Adapun Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskann bahwa metode penegakan Khilafah haruslah mengikuti manhaj nubuwwah (kenabian), tidak melakukan kekerasan secara fisik, melainkan dengan dakwah secara pemikiran. Oleh karena itu, marilah kita songsong kebangkitan Islam dengan dakwah pemikiran di tengah umat, bukan dengan menceburkan diri ke dalam sistem demokrasi yang sejatinya hanyalah akan membelokkan arah perjuangan yang hakiki. Wallahu'alam bis shawab.[]