Duka Lara Nigeria, Potret Kemiskinan di Negeri Kaya SDA

“Dari meledaknya kilang ilegal di Nigeria kita bisa belajar, bahwasanya seberapa kaya suatu negara, jika tidak dikelola dengan sistem yang sahih maka akan membawa kesengsaraan bagi masyarakat dan berpotensi merusak lingkungan.”

Oleh. Lailatus Sa'diyah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Duka kembali menyelimuti Nigeria. Setelah adanya insiden meledaknya kilang minyak ilegal yang menewaskan 100 orang warga Nigeria pada 23 April 2022. Meledaknya kilang minyak ilegal bukanlah kali pertama, sebelumnya pun kerap terjadi dan tidak sedikit memakan korban jiwa. Lalu apa kiranya yang menjadi sebab kejadian berulang ini? Tidak adakah upaya dari pemerintah Nigeria untuk menanggulanginya?

Pusaran Pemiskinan

Giant of Africa adalah julukan yang disematkan untuk negara Nigeria karena memiliki jumlah penduduk dan perkembangan perekonomian yang besar. Namun, sayangnya perkembangan perekonomian yang ada tidak sejalan dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Konflik horizontal, bencana kelaparan serta krisis pangan menjadi momok yang sangat menakutkan.

Mirisnya, hal ini terjadi di negara yang kaya akan SDA. Tambang emas, uranium serta minyak bumi yang begitu melimpah tak mampu menjadi alasan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Nigeria. Setidaknya di tahun 1960-an hingga 1970-an ada 27 milyar barel cadangan minyak bumi dan menjadikannya negara produsen minyak urutan ke-6 di dunia pada tahun 2008. Bukankah logikanya dengan potensi SDA yang ada sangat mudah bagi Nigeria untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya?

Faktanya, hasil minyak bumi tersebut tidak sepenuhnya dikelola untuk kepentingan rakyat. Sebagai salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia, minyak di Nigeria begitu diminati oleh perusahaan dalam negeri maupun asing. Salah satu perusahaan yang tertarik terhadap kekayaan sumber minyak di Nigeria adalah Shell Petroleum Development Company (SPDC). SPDC sudah beroperasi di Nigeria malai tahun 1936 dan melakukan eksplorasi berdasarkan hak yang diberikan oleh Nigeria pada November 1938 dan 18 tahun kemudian pada 15 Januari 1956, SPDC untuk pertama kalinya berhasil menemukan sumber minyak dan mengeksplorasinya di kota Oloibiri (shell.com.ng, 2010).

Selain bekerja sama dengan Shell, Nigeria juga bekerja sama dengan Mobil, Chevron, Agip, Elf, dan Texaco. Namun dalam perjalannya, Shell yang dianggap pemerintah Nigeria mampu memberi keuntungan lebih besar dari pada perusahaan asing lainnya yaitu mencapai 40 persen dari total hasil pendapatan minyak diberikan pada Nigeria. Dan memungkinkan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah hasil produksi minyak sesuai kesepakatan Nigeria dan Shell.

Hingga tahun 2005 Nigeria memberikan hak Eksplorasi minyak oleh Shell, produksi minyak mentah harian bisa mencapai 75.000-314.000 barel per hari. Sungguh hasil yang sangat fantastis. Namun, tahun 2005 hingga 2009 produksi cenderung mengalami penurunan karena dipicu adanya ledakan kilang minyak ilegal. Kilang minyak ilegal ini terus bermunculan dan memberikan kerugian yang besar bagi Shell dan Nigeria.

Setelah diusut ternyata pihak yang harus bertanggungjawab atas pencurian minyak dengan mendirikan kilang ilegal adalah kelompok masyarakat yang merasa tidak puas dengan kinerja pemerintah Nigeria. Kebanyakan dari pelaku adalah para pemuda yang terjebak pada kemiskinan dan pengangguran. Hasil curian minyak dari kilang ilegal tersebut mereka jual semata-mata hanya untuk modal bertahan hidup (liputan6.com, 24/04/2022).

Masyarakat merasa seharusnya dengan pendapatan negara yang begitu besar dari produksi hasil minyak mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Namun faktanya menurut data PBB pada tahun 2019, tingkat kemiskinan di Nigeria mencapai 41,1 persen. Belum lagi masalah dampak kerusakan lingkungan yang tidak pernah menjadi perhatian khusus pemerintah dan perusahaan terkait kian membuat masyarakat semakin kecewa.

Kejahatan Ekologi

Melihat abainya pemerintah serta banyaknya perjanjian yang tidak dipenuhi dalam upaya pemulihan lingkungan pasca eksplorasi, semakin menggebunya ambisi eksplorasi minyak oleh pemerintah Nigeria bersama perusahaan asing, mendapat penolakan serius dari berbagai kalangan masyarakat. Aksi damai pun dilakukan. Sejak tahun 1993 tercatat lebih dari 300.000 masyarakat Nigeria turun ke jalan menentang adanya kejahatan ekologi yang disebabkan oleh eksplorasi minyak di Nigeria. Namun sayangnya justru tindakan represif oleh pemerintah yang didapatkan masyarakat. Setidaknya ada 2000 demonstran meregang nyawa dan 30.000 masyarakat kehilangan tempat tinggal.

Selain itu, eksplorasi yang dilakukan oleh SPDC juga dinilai telah berkontribusi pada kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tumpahan minyak dan pencemaran gas flare (alat pembakaran gas). Adapun dampak pada kesehatan antara lain diare, sakit mata, kulit gatal, dan dilaporkan ada anak usia 2 tahun yang dirawat karena kejang dan demam akibat terkontaminasi oleh minyak mentah.

Dampak buruk juga ditemukan di darat dan lepas pantai seperti pencemaran terhadap laut yang akibatnya merusak biota laut seperti ikan, udang, kerang dan sejenisnya. Kemudian akibat dari pengeboran juga menyebabkan gelembung gas sehingga limbah minyak tersebut terbawa oleh arus sampai ke pesisir pantai.

Sedangkan dampak pada ekonomi juga dirasakan oleh masyarakat Nigeria. Mayoritas masyarakat bergantung pada makanan impor seperti ikan beku dan makanan yang sudah diolah. Hal ini dikarenakan warga asli Delta Niger terhambat untuk bercocok tanam karena tanah tidak subur dan tangkapan ikan yang buruk akibat limbah minyak dan polusi minyak. Ini mengakibatkan masyarakat lokal kekurangan bahan makanan dan harus bergantung pada makanan impor.

Nahasnya, berbagai penolakan yang dilakukan masyarakat atas eksplorasi minyak, tidak mendapat perhatian oleh pemerintah. Pada tahun 2011 pemerintah kembali memberikan izin kepada SPDC untuk melakukan eksplorasi blok minyak OPL 245 di ladang lepas pantai Nigeria. Lalu, jika pemerintah tidak lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat, untuk siapa sebenarnya pemerintah Nigeria bekerja?

Jargon Persemakmuran Semu ala Kapitalisme

Sebelum kemerdekaannya pada tahun 1960, Nigeria adalah negara bekas jajahan Inggris pasca Perang Dunia I. Pasca kemerdekaannya Nigeria bergabung menjadi anggota Pesemakmuran Inggris. Awal mula didirikan Persemakmuran Inggris dengan tujuan untuk saling mendukung kepentingan anggota negara satu dan lain. Namun secara realitasnya apakah demikian?

Setelah Nigeria meraih kemerdekaan, pastinya Inggris tidak akan rela kehilangan pengaruhnya atas Nigeria. Alhasil Persemakmuran Inggris inilah digunakan sebagai alat penjajahan baru atas negeri yang telah merdeka. Faktanya Inggris masih memiliki kontrol politik yang kuat atas pemerintahan Nigeria. Didukung adanya pemimpin negara yang korup sehingga semakin menjauhkan masyarakat Nigeria dari kemakmuran. Tidak digubrisnya penolakan oleh masyarakat Nigeria atas kebijakan pemerintah dalam eksplorasi minyak oleh Shell yang notabene perusahaan asal Inggris, membuktikan kepada siapa pemerintah Nigeria berpihak.

Dalam kapitalisme, perselingkuhan antara pemerintah dengan oligarki adalah suatu hal yang dimungkinkan terjadi. Karena pemimpin yang lahir dari rahim kapitalisme, meniscayakan dirinya harus terikat dengan pemilik kepentingan yaitu pemegang kekuasaan dan modal. Nahasnya, ketamakan negara penjajah disambut pula dengan ketamakan pemerintah boneka dengan dalih mewujudkan kemakmuran di tengah-tengah masyarakat. Alhasil, masyarakatlah yang kembali menjadi korban dan semakin terperosok dalam jurang kemiskinan.

Setiap kebijakan yang lahir dalam sistem kapitalisme, hanya akan berpihak bagi pemilik kepentingan. Maka hukum dan kebijakan yang lahir hanya akan berpihak pada aktor pembuat hukum itu sendiri. Maka, menggantung harapan demi terwujudnya kemakmuran masyarakat pada negara pengemban kapitalisme adalah tindakan yang sangat ceroboh dan tidak masuk akal. Karena sejatinya mereka pengemban ideologi kapitalisme hanya sekadar mencari keuntungan dalam aktivitas penjajahan terselubung dan bukan untuk memakmurkan negara jajahan.

Khilafah Tuntaskan Masalah Kemiskinan

Dari meledaknya kilang ilegal di Nigeria kita bisa belajar, bahwasanya seberapa kaya suatu negara, jika tidak dikelola dengan sistem yang sahih maka akan membawa kesengsaraan bagi masyarakat dan berpotensi merusak lingkungan. Penerapan sistem kapitalisme dengan berbagai kamuflasenya telah nyata tidak mampu melindungi nyawa manusia hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok. Perlu digaris bawahi, bahwa masalah kemiskinan di Nigeria bukanlah sekadar masalah individu, namun sejatinya adalah masalah pemiskinan akibat penerapan sistem kapitalisme.

Jika sistem kapitalisme tidak mampu menjadi solusi atas setiap masalah kehidupan, maka sudah seharusnya kita mengambil sistem Islam sebagai solusi sistem alternatif atas permasalahan umat. Sistem Islam mampu memberikan jaminan penyelesaian atas setiap masalah kehidupan karena merupakan sistem buatan pencipta langit, bumi dan seisinya yaitu Allah taala.

Sistem pemerintahan Islam dalam naungan Khilafah mengharamkan adanya monopoli terhadap harta kepemilikan umat salah satunya minyak bumi sebagai sumber energi. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda : "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud). Maka Khalifah sebagai kepala negara akan menutup segala celah privatisasi harta kepemilikan umum tersebut. Khilafah berkewajiban mengelola SDA dan memanfaatkan hasilnya untuk kepentingan rakyat.

Di sisi lain, seorang pemimpin dalam pemerintahan Islam adalah pemimpin yang senantiasa sadar bahwa apa yang hendak dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban dan senantiasa menjadikan rida Allah taala sebagai tujuan aktivitas kepemimpinannya. Pemikiran inilah yang akan menjauhkannya dari perbuatan maksiat kepada Allah termasuk di dalamnya menghantarkan masyarakatnya dalam kesengsaraan hidup.

Fokusnya pemerintahan Islam dalam naungan Khilafah dalam mewujudkan kesejahteraan dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, akan menutup adanya potensi tindak kriminal di tengah-tengah masyarakat. Benua Afrika adalah salah satu benua yang beberapa bagian wilayahnya berada di bawah naungan Khilafah. Pada masa diterapkannya Islam secara kaffah di sebagian wilayah benua Afrika, telah nyata bagaimana Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan di tengah-tengah umat. Sebagaimana pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau mengutus Yahya bin Said untuk mengumpulkan zakat ke Afrika. Namun setelah zakat terkumpul, Yahya bin Said sangat kesulitan mencari orang yang berhak menerima zakat di Afrika. Karena tak satu pun masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Inilah sedikit gambaran penerapan aturan Islam, di mana penerapannya secara kaffah akan mampu memberikan kemakmuran bagi rakyatnya.

Wallahu'alam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
drh. Lailatus Sa'diyah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Alarm Diskriminasi di Hari yang Fitri
Next
Khilafah Datang, Israel Hengkang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Pentingnya kebangkitan umat untuk berjuang menegakkan sistem Islam di muka bumi..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram