Khilafah Datang, Israel Hengkang

"HAM dan prinsip kesetaraan yang merupakan prinsip dasar kapitalisme demokrasi nyatanya mandul dalam menyolusikan persoalan kejahatan pendudukan Israel atas Palestina. Ditambah prinsip nasionalisme dari negara-negara bangsa yang ditawarkan Barat telah menyekat-sekat kekuatan kaum muslimin menjadi negara-negara kecil. Dimana satu sama lain merasa tidak berkepentingan untuk saling menolong saudara sesama muslimnya yang tengah dizalimi."

Oleh. Yuliyati Sambas
(Pegiat Literasi Komunitas Penulis Bela Islam AMK)

NarasiPost.Com-Akankah konflik Palestina-Israel berakhir? Pertanyaan ini tampaknya senantiasa berputar-putar dalam benak banyak pihak di dunia. Betapa tidak, konflik tak sebanding antara negeri muslim Palestina yang terus diserang dan dijahati oleh agresor Israel yang mendapat dukungan penuh dari adidaya dunia. Lebih dari tujuh dasawarsa penjajahan tersebut berlangsung. Hingga kini tak juga terdengar kata usai. Beragam kemalangan didapat warga Palestina, mulai dari pengusiran, perampasan hak, hingga penganiayaan.

Kejahatan Israel

Sebagaimana diberitakan laman cnbcindonesia.com (16/4/2022) bahwa telah terjadi bentrokan pada 15 April 2022 antara pasukan Israel yang menembaki menggunakan peluru karet dan granat dan warga Palestina yang hanya bersenjatakan batu-batu di tangan. Bentrok dipicu oleh arogansi tentara Israel yang menyerbu dan melakukan penyerangan secara tiba-tiba pada seribuan jemaah salat Subuh di kompleks Masjid Al-Alqsa, Yerussalem. Tak kurang dari 158 muslim Palestina terluka dan 400 orang lainnya ditahan. Sementara dari pasukan Israel disebut 3 orang mengalami luka akibat terkena lemparan batu dari warga Palestina yang secara naluriah mempertahankan diri ketika diserang.

Bermunculanlah ungkapan-ungkapan geram dan kutukan warganet pada aksi penyerangan terbrutal yang dilakukan di tempat suci selama setahun terakhir tersebut. Tagar #palestinaunderattack pun bertengger di jagat Twitter.
Sepekan sesudahnya, bentrok-bentrok antara kepolisian Israel dengan warga Palestina di situs suci Al-Aqsa masih terus berlanjut. Bahkan sepekan kemudian, Jumat, 22 April 2022 pun bentrok memanas kembali.

Semua yang masih menggunakan naluri dan rasionalitasnya akan berpikir bahwa kejahatan yang dilakukan Israel terhadap Palestina demikian biadab. Keberulangan aksi penyerangan dengan beragam cara selama 74 tahun tidak pernah mendapatkan perhatian sedikit pun dari lembaga internasional sebagaimana mestinya.

Penguasa-Penguasa Negeri Muslim Bermuka Dua

Sementara para penguasa negeri muslim di seluruh dunia hanya berani melakukan pengutukan dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tak diiringi aksi nyata. Dalam waktu bersamaan, tak ada satu pun dari mereka yang berani mengambil sikap untuk sekadar memutus hubungan bilateral dengan negara penjajah Israel. Bahkan beberapa di antaranya justru membina hubungan dekat dan kental. Sungguh bukti betapa penguasa-penguasa negeri muslim bermuka dua dalam hal ini.

Terhitung sejak tahun 1948, sehari pasca proklamasi pendirian negara Israel, kemudian tahun 1967 (Perang Enam Hari), ditambah beberapa waktu lain memang negara-negara Arab sebagai jirannya Palestina melakukan penyerangan secara fisik pada Israel. Namun, banyak analisis berkembang betapa hal tersebut tak lebih sebagai bentuk solidaritas pura-pura. Yang terjadi justru menghasilkan satu kenyataan pahit dan memilukan dimana kekuasaan Israel atas tanah Palestina makin meluas karena satu per satu dari wilayah mandat Britania Raya atas Palestina yang berbatasan dengan negara-negara jiran Arab terlepas dikarenakan “kekalahan” perang melawan Israel. Terhitung lebih dari separuh wilayah justru melayang dan dicaplok Israel.

Standar Ganda Media dan Bisunya Dunia Internasional

Media sungguh memiliki standar ganda dalam menyampaikan berita. Mereka tampak demikian membatasi postingan tentang palestina. Padahal di saat yang sama mereka berkoar dengan penuh semangat terkait agresi Rusia terhadap Ukraina. Padahal jika mau dilakukan perbandingan antara keduanya, maka kejahatan dan agresi biadab yang dilakukan Israel terhadap Palestina sudah berlangsung selama 74 tahun, sementara perang Rusia-Ukraina belumlah terhitung tahun. Meski apa pun alasannya, peperangan senantiasa berbuah duka, begitu pun dengan Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina.

Jika pun media internasional memberitakan konfil Israel-Palestina, sungguh pembungkus yang senantiasa mereka bawa adalah paradigma sesat yang memosisikan Palestina sebagai teroris dan pembangkang atas perjanjian. Sementara Israel ditempatkan sebagai negara yang diakui keabsahannya.
Adapun dunia internasional, dalam hal ini adidaya Barat, sudah lama bisu dengan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh agresor Israel atas Palestina. Inggris layaknya ibu kandung yang membidani lahirnya negara Israel Raya, dan Amerika demikian membabi buta dalam mencintai Israel dengan mendukung setiap langkah kebijakannya.

Mandulnya Kapitalisme Demokrasi

HAM dan prinsip kesetaraan yang merupakan prinsip dasar kapitalisme demokrasi nyatanya mandul dalam menyolusikan persoalan kejahatan pendudukan Israel atas Palestina. Ditambah prinsip nasionalisme dari negara-negara bangsa yang ditawarkan Barat telah menyekat-sekat kekuatan kaum muslimin menjadi negara-negara kecil. Dimana satu sama lain merasa tidak berkepentingan untuk saling menolong saudara sesama muslimnya yang tengah dizalimi.

Sistem Kapitalisme pula yang terbiasa memiliki pola penyebaran ideologinya dengan prinsip penjajahan, baik menggunakan soft power, berupa penjajahan ekonomi, budaya, pemikiran dan lainnya atau memakai hard power, dengan jalan penjajahan fisik berupa diperangi, sebagaimana yang terjadi di Palestina dan sebagian negeri muslim lainnya di dunia. Maka, tak mengherankan jika Israel sebagai bagian dari negara penganut kapitalisme menjadikan pendudukan terhadap Palestina senantiasa dilakukan tiada henti.

Akhiri dengan Khilafah

Di bawah sistem kapitalisme, konflik Palestina yang senaniasa dijajah Israel tak ada kata usai. Sebaliknya, tidaklah demikian di dalam sistem Islam. Dimana sistem pemerintahannya dinamakan khilafah, sementara pemimpin tertingginya disebut Khalifah.
Islam memandang bahwa setiap mukmin itu adalah saudara, maka satu sama lain akan saling membela dan tidak rida jika ada saudaranya yang dizalimi (Al-Hujurat ayat 10). Dengan sistem pemerintahan Khilafah yang diwarisi dari Rasulullah saw., negeri-negeri kaum muslimin tidak akan terkerat menjadi negara-negara bangsa yang kecil dan lemah. Mereka akan bersatu dalam ikatan yang demikian kuat berupa ikatan akidah.

Islam mengamanahkan kepada Khalifah agar melindungi segenap tanah milik umat hingga titik darah penghabisan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (khalifah) itu laksana perisai (junnah). Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng ….” (HR.Bukhari)

Maka, Khilafah akan memobilisasi angkatan perangnya, jika ada pihak-pihak musuh yang berani berbuat jahat terhadap umat. Khalifah tidak akan rela jika ada sekerat tanah yang diduduki umat hendak dirongrong oleh pihak kafir asing. Sebagaimana yang pernah terjadi di masa pemerintahanan Khalifah Abdul Hamid II. Saat itu, Khalifah pernah didatangi oleh seorang pembesar Yahudi bernama Theodor Herzl yang khusus meminta kepada sang Khalifah untuk diberikan separuh saja dari tanah Palestina sebagai tempat bernaung bagi bangsa Israel. Dengannya, Herzl mengimingi Khalifah segenggam dunia dengan disodorkan sejumlah uang sebagai tebusannya. Namun, penolakan tegas Khalifah disampaikan pada utusan Yahudi tersebut. Dimana ia berkata bahwa tanah Palestina bukan miliknya, melainkan milik umat Islam. Darah para syuhada telah banyak tertumpahkan di sana demi umat. Khalifah bahkan berseru bahwa dirinya lebih suka menusukkan pedang ke tubuhnya dibanding melihat Palestina diserahkan kepada kaum kafir dan terpisah dari Khilafah Islam.

Begitulah yang akan terjadi jika umat bersatu di bawah pemerintahan Daulah (negara) Khilafah Islamiah. Dimana kehadirannya telah dijanjikan Allah dan menjadi bisyarah nubuwwah (kabar gembira) dari Nabi saw.. Maka saksikanlah, ketika khilafah datang, Israel pasti hengkang dari tanah Palestina.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Yuliyati Sambas Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Duka Lara Nigeria, Potret Kemiskinan di Negeri Kaya SDA
Next
Him or Her?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram