Hari Bumi dan Kegagalan Kapitalisme dalam Menjaga Lingkungan

"Bila kita tela'ah, memang ada keterkaitan antara pemanasan global dengan negara-negara kapitalis dan ideologi kapitalisme yang dianutnya. Ini merupakan salah satu bukti kegagalan dan rusaknya ideologi kapitalis dalam menjaga lingkungan hidup yang diakibatkan oleh keangkuhan mereka dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya. Amerika Serikat dan negara-negara maju tidak mau kepentingan politik dan ekonominya ‘terkurangi’. Sebab, jika mereka sepakat mengurangi emisi karbon, maka bencana mungkin akan dialami oleh mereka."

Oleh. Mariam
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Peringatan Hari Bumi yang diselenggarakan setiap 22 April merupakan acara tahunan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang masalah lingkungan yang mendorong terjadinya perubahan iklim di dunia. Ini diperingati di seluruh pelosok negeri dengan dilakukan beberapa kegiatan, mulai dari aksi unjuk rasa, konferensi, proyek sekolah, dan kegiatan lainnya. (CNNIndonesia, 22/4/2022)

Peringatan ini terkait erat dengan isu perubahan iklim, yang salah satunya dipicu oleh penggunaan bahan bakar fosil. Momen ini pun berusaha mengingatkan masyarakat tentang dampak dari mengabaikan ‘Kesehatan Bumi’.
Pasalnya, perubahan iklim juga bisa merusak ekonomi, meningkatkan kelangkaan bahan pangan, memangkas keuntungan perdagangan, kepunahan satwa, hingga berdampak pada kesehatan manusia.

Earth Day menyebutkan bahwa perusahaan yang cerdas bisa mengerti soal go green dan dapat meningkatkan keuntungan jangka panjang. Untuk alasan kemanusiaan dan bisnis, penting bagi perusahaan di semua skala untuk mengambil tindakan dan menerima manfaat dari ekonomi hijau. (CNNIndonesia, 22/4/2022)

Sejarah Awal Adanya Hari Bumi

Hari Bumi pertama kali dirancang oleh Senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson pada tahun 1970. Bermula dari gerakan lingkungan yang terjadi pada 22 April 1970 di Amerika Serikat. Ketika ditahun 1960-an sampai 1970-an gejolak ekonomi dan politik semakin memanas. Masyarakat Amerika mengisap gas timbal dalam jumlah besar akibat dari pabrik-pabrik yang menghasilkan asap dan lumpur yang tidak terkontrol, polusi udara di mana-mana yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Akhirnya pada Januari 1969, muncul banyak aktivis lingkungan, termasuk Senator Gaylord Nelson, yang khawatir semakin buruknya lingkungan di Amerika, terlebih adanya insiden tumpah minyak besar-besaran di Santa Barbara, California.

Dilansir dari History, Jumat (22/4/2022), Nelson, terpilih menjadi Senat Amerika paada tahun 1962 untuk meyakinkan pemerintah federal bahwa bumi sedang dalam bahaya.
Nelson ingin menerapkan semangat untuk menyadarkan publik akan polusi udara dan air. Dia menggandeng anggota Kongres Partai Republik, Pete McCloskey, dan aktivis muda Denis Hayen. Denis Hayen yang terpilih sebagai koordinator nasional Hari Bumi dan bekerja dengan pasukan sukarelawan mahasiswa dengan 85 anggota staf dari Kantor Nelson, mengumpulkan 20 juta orang untuk mengatur sebuah proyek tentang pengajaran kampus dan memilih tanggal 22 April untuk melakukan aksi damai.

Hari Bumi kemudian secara spontan berhasil menyebar di berbagai dunia, hingga pada 22 April 1970 aksi unjuk rasa diadakan di Philadelphia, Chicago, Los Angeles dan sebagian besar kota Amerika. Dampak dari aksi ini adalah terbentuknya Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika Serikat dan berbagai undang-undang terkait lingkungan disahkan. Pada 1990, peringatan Earth Day dikampanyekan secara global dengan mobilisasi 200 juta orang di 141 negara. Sejak saat itulah Hari Bumi terus diperingati hingga hari ini dengan berbagai tema yang diusung setiap tahunnya. Dan tahun 2022 peringatan Hari Bumi ini diselenggarakan dengan mengusung tema "Invest Our Planet". (Kompas.com, 22/4/2022)

Penyebab Kerusakan Lingkungan dan Dampak yang Dirasakan

Suparlan sebagai Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menilai bahwa kerusakan lingkungan disebabkan oleh ulah tangan manusia, Suparlan juga melihat bahwa kerusakan lingkungan disebabkan oleh negara lebih mementingkan kepentingan para pemilik modal dibandingkan lingkungan hidup maupun kepentingan masyarakat.

“Kerusakan lingkungan sering sekali dilakukan oleh korporasi besar, ilegal logging oleh pengusaha kayu, alih fungsi hutan juga oleh perusahaan yang mendapat dukungan dari pemerintah.” Ungkapnya dalam seminar lingkungan bertemakan "Memperkuat Peran Civil Society dalam Pengelolaan Lingkungan" yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Kamis (6/5).

Meskipun Amerika Serikat tergolong dalam negara maju dan canggih, dan negara yang mengusulkan adanya Hari Bum, tetapi Negeri Paman Sam ini menjadi penyumbang kerusakan di muka bumi. Amerika Serikat adalah pengguna terbesar dalam penggunaan pupuk dan nitrogen, fosfor dan potassium yang menjadi penyebab pencemaran tanah dan merusak habibat, bahkan Amerika Serikat pun menjadi salah satu penyumbang emisi CO2 terbesar di dunia dan menempati posisi kedua dalam hal pencemaran air.

Sedangkan, Cina berada di urutan pertama sebagai negara paling tercemar di dunia. Pembangunan pabrik yang semakin marak menyebabkan polusi di negara ini semakin meningkat tajam, limbahnya dibuang ke laut dan mengakibatkan ribuan ikan mati serta air menjadi tercemar. Cina merupakan salah satu negara yang mengorbankan lingkungan demi kemajuan negaranya. Pada akhir tahun 2015 lalu saja, polusi tebal menyelimuti ibu kota Beijing hingga memaksa pemerintah setempat untuk memberlakukan pembatasan penggunaan kendaraan. (BrilioNet, 2/8/2017)

Bila kita tela'ah, memang ada keterkaitan antara pemanasan global dengan negara-negara kapitalis dan ideologi kapitalisme yang dianutnya. Ini merupakan salah satu bukti kegagalan dan rusaknya ideologi kapitalis dalam menjaga lingkungan hidup yang diakibatkan oleh keangkuhan mereka dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya. Amerika Serikat dan negara-negara maju tidak mau kepentingan politik dan ekonominya ‘terkurangi’. Sebab, jika mereka sepakat mengurangi emisi karbon, maka bencana mungkin akan dialami oleh mereka.

Sungguh ironis, Amerika Serikat dan negara-negara maju adalah penyumbang terbesar emisi karbon namun mereka menolak menguranginya. Jelas, karena jika sepakat untuk mengurangi jumlah emisi karbon berarti mereka setuju mengurangi jumlah produksi industri. Ini semua menunjukkan bukti bahwa AS dan negara maju lainnya egois, yang tidak mau memperhatikan generasi dan nasib bumi yang akan datang. (Detik.com, 17/6/2010)

Solusi Islam Dalam Menghadapi Tantangan Lingkungan

Sudah waktunya kita meninggalkan solusi yang ditawarkan Amerika Serikat dan sekutunya,termasuk dengan para komprador yang senantiasa membebek kepada mereka. Sudah saatnya kita beralih kepada sebuah sistem yang sudah terbukti dalam jejak rekam sejarah selama 13 abad lamanya yang mampu mengatur tata kelola dunia.
Islam sebagai agama sempurna sudah seharusnya dijadikan solusi terhadap segala permasalahan yang menimpa peradaban manusia. Jika kita masih mengekor Amerika Serikat, maka tunggulah kehancuran lebih besar menimpa.

Padahal Allah, pemilik sejati alam semesta telah memerintahkan manusia untuk menjaga lingkungan hidup ini. Ini adalah sebuah kewajiban, Allah Swt berfirman, “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya." (QS. Al Araf :56)

Karena itu, sudah saatnya kita harus menghentikan privatisasi barang-barang milik umum (seperti hutan, air, dan lain-lain) dan mencabut semua undang-undang yang melegalkan penjarahan sumber daya alam oleh pihak asing. Hal inilah yang telah merusak lingkungan dan pada akhirnya masyarakat kecil selalu menerima dampak dari kerusakan ini.

Negeri ini harus diatur oleh syariat Islam. Karena hanya dengan syariat Islam yang notabene dari Zat Yang Maha Pengatur Kehidupan, Allah Swt, yang perlu diterapkan, yakni dengan adanya sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah, sehingga permasalahan lingkungan, khususnya dalam konteks pemanasan global bisa teratasi dengan optimal.

Solusi penerapan syariat Islam oleh negara dalam naungan Khilafah adalah wujud ketakwaan umat kepada Allah Swt. Ketakwaan umatlah yang akan menghasilkan keberkahan dalam hidup. Sebagaimana Allah berfirman, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastiah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) sehingga Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (QS. Al Araf: 96)[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariam Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bedah Naskah Opini Part-5
Next
Menjaga Konsistensi Setelah Ia Pergi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram