Kala Palestina Terengkuh dalam Pemerintahan Islam

"Penyerahan Palestina ke dalam rengkuhan Islam ditandai dengan adanya perjanjian dengan tiga syarat. Pertama, adanya genjatan senjata antara pihak Kristen dan Islam. Kedua, Kota Yerusalem akan diserahkan langsung kepada pemimpin tertinggi umat Islam, yakni Khalifah Umar. Ketiga, sisa pasukan Byzantium yang berada di Palestina dibiarkan menuju Mesir tanpa gangguan. Tiga syarat inilah yang kemudian menjadi awal masuknya wilayah Palestina ke dalam Kekhilafahan."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tahukah, ketika Islam menjadi payung besar bagi seluruh kaum muslim di dunia? Kala itu, kaum muslim digdaya, ditakuti dunia. Tidak ada satu bangsa pun yang berani terang-terangan jemawa dihadapannya. Apalagi terang-terangan mengusik daerah di bawah kekuasaan Khilafah.

Namun, semenjak tahun 1924 M, kaum muslim kehilangan kedigdayaannya. Akibat merosotnya pemikiran Islam di tengah-tengah mereka. Hukum-hukum Islam mulai ditinggalkan, ijtihad diabaikan, pun bahasa kebanggaan dibuang. Saat itu, runtuhnya Khilafah tinggal hitungan.

Kini, hampir seratus tahun Khilafah hancur, kaum muslim sungguh menjadi buih di lautan. Jumlahnya tak terhitung, namun kekuataannya rapuh, serapuh gelembung di lautan. Ketidakberdayaan ini membawa kaum muslim pada satu jalan, kehancuran.

Lihatlah betapa jemawa Israel hari ini kepada Palestina. Puluhan tahun bangsa Israel menjajah Palestina, namun adakah solusinya? Padahal negeri-negeri Islam tersebar disekitarnya, tapi sekadar membebaskan saudaranya dari penjajahan saja mereka tak mampu. Apalagi menggantung asa pada negeri-negeri Barat. Bagai pungguk merindukan bulan, tak akan kesampaian.

Bahkan, pada 15 April 2022, Israel kembali berulah. Mereka kembali melakukan aksi kekerasan bersenjata pada warga Palestina ketika salat subuh dilaksanakan di Masjid Al-Aqsa. Setidaknya 152 warga Palestina terluka akibat serangan ini. (liputan6.com, 16/4/2022)

Lantas di mana pejuang HAM internasional saat itu? di mana kaum muslim kala itu?

Banjir Kecaman, Kering Aksi Nyata

Sebagaimana yang terjadi sebelum-sebelumnya, berulang kali Palestina mendapat perlakuan buruk dari Israel. Bahkan sebelumnya, seorang janda beranak enam ditembak mati di tempat hanya karena dirasa tentara Israel mencurigakan. Namun, dunia hanya berisik dalam kecaman. Ya, banjir kecaman terhadap Israel, tapi kering aksi nyata dalam membela mereka.

Pun dengan pemerintah Indonesia, dengan cepat merespons tindakan Israel di Masjid Al-Aqsa pada 16 April lalu. Tak hanya itu, Amerika, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menyerukan deeskalasi terhadap Israel. Namun lagi-lagi kecaman dan deeskalasi itu hanyalah pepesan kosong yang tidak dirasa bagi Israel.

Mirisnya, segala kecaman ini tak memengaruhi sama sekali akan kebijakan negara mereka dalam hubungan dengan Israel. Bahkan, sebagian negara-negara Arab yang mayoritas beragama Islam malah menormalisasi hubungan mereka dengan Israel. Nirempati!

Gencar Normalisasi Hubungan

Mulai tahun 2020, Israel gencar menormalisasi hubungan politik dan dagangnya dengan negara-negara tetangga, yang notabene adalah negara muslim. Dimulai dengan Uni Emirat Arab yang berani mendobrak hubungan tabu dengan Israel, kemudian disusul oleh Bahrain. Normalisasi hubungan ini dilakukan dengan dalih adanya ketakutan terhadap Iran. Hingga kedua negara tersebut berjabat tangan secara formal dalam perjanjian.

Nyatanya, tak hanya kedua negara muslim ini saja yang main mata dengan Israel. Arab Saudi dan Mesir pun sudah memberikan kode akan persetujuannya menormalisasi hubungan dengan bangsa penjajah tersebut. Padahal, telah gamblang Amerika sebagai penengah mengatakan, bahwa Israel akan dijadikan sebagai figur "penjaga perdamaian" di kawasan Timur Tengah. Oleh karena itu, negeri-negeri Arab perlu "didekatkan" pada Israel. Tentu maksud dari penjaga perdamaian adalah sesuai dengan kepentingan Amerika di wilayah tersebut. Sebab, sungguh anekdot yang menggelikan menjadikan Israel sebagai penjaga perdamaian, di saat yang sama ia juga sebagai biang kerusuhan.

Bahkan, pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu pun juga mengeluarkan bualan, bahwa bangsanya tidak akan mencaplok Palestina. Hingga bualan ini juga menjadi dalih menggiurkan bagi negeri-negeri disekitarnya untuk merapat dan bersekutu dengan Israel. Pertanyaannya, benarkah demikian? Tentu tidak. Hingga saat ini pun, Tepi Barat tetap digarap Israel. Dianeksasi, kemudian dibangun permukiman-permukiman untuk Yahudi di sana. Padahal, Tepi Barat merupakan wilayah Palestina saat ini. (dunia.tempo.co, 23/12/2020)

Di satu sisi, Israel tak hanya menarik simpati dengan dalih melawan Iran dan janji tak mengusik Palestina, ia juga memberikan "keuntungan-keuntungan" lain bagi negara-negara yang bersedia menormalisasi hubungannya dengan Israel. Yakni, menjadi sekutu Amerika, dengan kemudahan dalam perdagangan senjata. Lagi, siapa yang diuntungkan? Tentu bukan Palestina!

Inilah saat di mana Palestina sebagai bagian dari negeri kaum muslim, terhianati oleh saudara-saudaranya sendiri. Sungguh normalisasi hubungan mereka bagai tikaman belati yang menghunjam upaya Palestina dalam membebaskan diri.

Kala Palestina Terengkuh Khilafah

Palestina masuk sebagai bagian dari Khilafah Islamiah, pada saat pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Sebelumnya, Palestina berada dalam kekuasaan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Pada tahun 638 Masehi, bertepatan tahun 16 hijriah, pasukan Islam berhasil menaklukkan Palestina. Penyerahan pun dilakukan sendiri oleh Uskup Agung Patriach Sophorius kepada Khalifah Umar bin Khattab yang datang dari Madinah.

Penyerahan Palestina ke dalam rengkuhan Islam ditandai dengan adanya perjanjian dengan tiga syarat. Pertama, adanya genjatan senjata antara pihak Kristen dan Islam. Kedua, Kota Yerusalem akan diserahkan langsung kepada pemimpin tertinggi umat Islam, yakni Khalifah Umar. Ketiga, sisa pasukan Byzantium yang berada di Palestina dibiarkan menuju Mesir tanpa gangguan. Tiga syarat inilah yang kemudian menjadi awal masuknya wilayah Palestina ke dalam Kekhilafahan.

Ekspedisi ini pun tak cukup hanya pada wilayah Yerusalem saja, namun pada masa kekhilafahan Bani Umayyah, dipimpin oleh Yazid bin Abu Sufyan, wilayah Palestina yang lain seperti Gaza, Askalon, dan Caesarea juga berhasil ditaklukkan dan menjadi bagian dari kekhilafahan Islam. Pada saat itu, Palestina di bawah kekuasaan Islam, berhasil menjadi wilayah multikultural. Dalam artian, Islam, Kristen, dan Yahudi hidup rukun berdampingan.

Tentu damainya kehidupan beragama mereka tak lepas dari peran negara dalam meriayah penduduknya, baik muslim atau nonmuslim dengan baik. Nonmuslim juga tak pernah dipaksa oleh penguasa Islam untuk masuk ke dalam agama Islam. Mereka tetap dibiarkan dalam keyakinannya.

Pada pemerintahan Umayyah, pembangunan Masjid Kubah Batu dimulai atas perintah Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada akhir abad ke-7 Masehi. Pun saat Walid bin Abdul Malik memimpin, beliau juga memerintahkan untuk membangun Masjid Al-Aqsa.

Kemudian di masa Khilafah Utsmaniyyah, ancaman nyata dari bangsa Yahudi Eropa datang menggedor Palestina. Bangsa Yahudi yang banyak dimusuhi negara-negara Eropa, diterima dengan tangan terbuka oleh Khilafah. Mereka boleh tinggal di wilayah Khilafah, kecuali Palestina. Hal ini disebabkan, para Khalifah telah membaca pergerakan bangsa Yahudi yang menginginkan Palestina sebagai negara berdaulat bagi orang-orang Yahudi. Bahkan setelah Rusia mengusir orang-orang Yahudi dari negaranya, Khilafah masih berbaik hati membuka wilayahnya kepada mereka, namun dengan syarat yang sama, yakni bukan Palestina.

Namun, susu dibalas air tuba. Kegigihan Sultan Abdul Hamid II dalam melarang Yahudi bermukim di Palestina, menjadi pemantik untuk pembangkangan mereka. Segala cara dilakukan agar Sultan bersedia memberi tanah Palestina untuk Yahudi. Ketika Utsmaniyyah kesulitan dana akibat kalah perang dan menanggung utang luar negeri yang besar, datanglah Theodore Herlz, seorang wartawan Yahudi yang mempunyai gagasan negara Yahudi, menawarkan bantuan dana dengan imbalan tanah Palestina. Namun Sultan Abdul Hamid II tetap kukuh jika Palestina adalah milik rakyatnya, dan beliau tidak akan menjual tanah Palestina sepetak pun pada Yahudi. Akibat kekukuhan sang Sultan Abdul Hamid II ini, Yahudi mulai memikirkan rencana lain untuk menyingkirkan Sultan agar rencananya terealisasi.

Demikianlah bagaimana keadaan Palestina kala masih berada pada rengkuhan pemerintahan Islam. Ia dijaga sedemikian eratnya, agar tidak jatuh pada tangan yang salah. Namun, setelah Khilafah berhasil diruntuhkan. Yahudi mulai beraksi, dan hingga saat ini, penduduk Palestina tidak dapat mengenyam kebebasan. Hal ini semata-mata disebabkan junnah-nya telah hilang.

Palestina akan bebas kembali, dan hal itu terjadi ketika kaum muslim dapat bersatu. Tentu kesatuan kaum muslim bukan sekadar kesatuan biasa, namun kesatuan secara ideologi dan politik, di bawah pemerintahan seorang Khalifah. Ia akan mengerahkan pasukannya untuk merebut kembali tanah Palestina dari jarahan Israel. Dan hal ini insyaallah semakin dekat. Perkara ini pun telah jelas, sebab Nabi Muhammad saw. telah bersabda, "Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jka Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang zalim. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Kemudian Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. kemudian beliau terdiam." (HR. Ahmad)

Allahu a'lam bish-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
RUU-TPKS Disahkan, Mampukah Tuntaskan Masalah Perempuan?
Next
Penyerangan Berulang oleh Israel di Bulan Ramadan, Dibiarkan atau Dihentikan?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram