“True Story : Sebuah jarum suntik yang mampu mengantarkan Aids dalam kehidupan seorang dokter !
Oleh.Andrea Ausie
( Pemred NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Bagaikan tersengat aliran listrik, tatkala kutemukan bercak darah di kemeja putih untuk ketiga kalinya. Bercak darah itu mampu membuat tubuhku bergetar dan meraih puncak kekhawatiranku. Beribu pertanyaan berkecamuk dalam benakku.
“Ya Allah, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa bercak darahnya makin banyak dan kental?”
Bergegas kumasuki kamarku. Kulihat betapa damainya dia dalam tidurnya.
Seolah malaikat menjaga dalam buaian tidurnya.
Ya, sedikit kurus dibandingkan bulan yang lalu. Mungkin pekerjaannya yang makin menyita tenaga dan waktunya, pikirku.
Kubelai rambutnya dan kukecup keningnya sebelum kuputuskan untuk keluar dari kamar itu.
Rasa penasaranku menuntun langkahku menuju ruang kerjanya. Kuperiksa setiap sudut dan celah yang bisa menjawab kekhawatiranku.
Jantungku berdetak keras tatkala kutemukan secarik nota dan beberapa obat atas namanya.
“Ya Allah, ternyata dia sakit tapi berusaha memendamnya sendirian!”
Tangisanku tumpah dalam sujud panjangku. Aku merasa bersalah karena telah gagal menjadi seorang istri yang baik untuknya. Menelantarkan dia sampai aku tidak mengetahui tentang rasa sakit yang dia derita.
Aku memohon ampunan dan pertolongan-Nya. Aku yakin bahwa Allah Swt. Maha Mendengar atas semua doa hamba-Nya. Aku yakin Allah Swt. akan senantiasa membukakan pintu-Nya di sepertiga malam. Rasulullah saw. sampaikan dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim: “Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun (ke langit dunia) ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir. Ia berfirman: “Barang siapa yang menyeru-Ku akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaannya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia “
Rasa sesal dan kesedihanku menyeruak dalam jiwaku. Aku merasa tidak sempurna menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri sesuai akidahku. Malam terasa panjang dalam lingkaran kesedihanku.
“ Sakitkah dirimu, Cloe?” sapanya sambil mengecup keningku.
” Nggak kok, bentar lagi juga bangun ” Jawabku sambil tetap berbaring di ranjangku.
” Aku perhatikan, sudah beberapa malam ini dirimu menangis dalam tahajudmu. Ada apa Cloe? Maukah dirimu berterus terang kepadaku?” Tanyanya penuh harap.
“Bukan aku yang harus berterus terang, Luc ! Tapi kamu ! Kamu yang selama ini menyembunyikan sesuatu dariku .” Jawabku sambil menahan tetesan bening di mataku.
“Maksudmu ? Bukankah selama ini aku selalu terbuka kepadamu. Aku tak pernah menyembunyikan sesuatu darimu, Cloe !”
“Jangan bohong, Luc! Tolong katakan terus terang kepadaku sebelum aku menuduhmu yang tidak benar. Aku ingin kamu jujur, Luc! Please!”
“Maksudmu apa, Cloe? Aku tidak paham.”
“Luc, beberapa kali aku menemukan bercak darah kental di kemeja putihmu. Aku juga menemukan sederet obat-obatan dan secarik nota yang menjelaskan tentang penyakitmu. Sungguh aku sangat sedih. Kamu tidak mau berterus terang dan berbagi penderitaanmu denganku.” sahutku parau dan tangisku pecah.
“Maafkan aku, Cloe ! Aku tidak mau membuatmu shock dengan penyakitku. Aku belum berani berterus terang kepadamu karena aku takut kehilanganmu. Aku memang sakit dan aku tidak ingin dirimu tertular. Aku berusaha menghindar darimu secara halus dan inilah salah satu caraku mencintaimu.”
“Tapi seharusnya kamu berterus terang kepadaku, Luc ! Kita suami istri seharusnya saling berterus terang. Kepercayaan itu sangat penting dalam membina bahtera keluarga. Suka duka harus kita tanggung bersama, Luc!“
“Maafkan aku, Cloe! Aku tidak bermaksud menyakitimu.“
“Aku tidak mengerti bagaimana kamu bisa tertular penyakit itu. Tell me, Luc ! Apakah kamu sudah tidak mencintaiku sehingga kamu berpetualang dengan wanita lain di luar sana?”
“Cloe, jangan berkata seperti itu. Tak ada wanita lain yang mampu mengisi hidupku selain kamu. Hanya kamu wanita yang kucintai dan ingin kujadikan bidadariku kelak di surga. Aku tak pernah menyentuh wanita lain.“
“Lalu bagaimana kamu bisa terjangkiti penyakit itu, Luc? Sejak kapan kamu sakit?“
“Dua bulan yang lalu ada pasien bayi yang tertular penyakit AIDS dari orang tuanya. Kebetulan dokter UGD yang bertugas saat itu adalah aku, tanpa sengaja ada jarum bekas suntikan menyentuh tanganku. Perlu diketahui penularan AIDS tidak hanya melalui hubungan suami istri tapi melalui alat jarum suntik pun bisa.”
“What? Bagaimana bisa? Bukankah kamu senantiasa memakai sarung tangan?”
“Kejadiannya sangat cepat dan tanpa terduga. Suster Elline yang baru saja mengambil sampel darah dari bayi itu secara tak sengaja menabrakku dari samping dan jarum suntik itu menancap di lenganku.
Aku memang sakit, Cloe. Aku positif AIDS. Penyakit ini bagaikan hantaman keras dalam hidupku. Tapi Aku harus tabah dan kuat karena kuyakin Allah Swt. sedang menguji keimananku. Tentu kau paham akan firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 155-157: “Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar (yaitu ) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan “Innaalillahi wa innaa illahi raaji’iun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
“Seharusnya kamu berterus terang kepadaku, Luc! Aku istrimu. Kita akan berjuang bersama-sama menangani penyakitmu dalam suka dan duka hingga Allah Swt. memanggil kita. Kita harus yakin bahwa Allah Swt. Maha Penyembuh. Dia yang bisa berkehendak atas hidup kita.”
Masihkah ingat akan doa Nabi Ibrahim as. dalam Al-Qur’an surah Asy-Syu’raa ayat 80: “Dan apabila Aku sakit Dialah yang menyembuhkan aku.”
Begitu juga tafsir Ibnu Katsir 3/450: “Jika aku ditimpa suatu penyakit maka tidak ada satu pun yang mampu menyembuhkanku selain Allah Taala dengan sebab-sebab yang ditetapkan-Nya membawa kesembuhan bagiku.”
Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan Imam Bukhari nomor 5311 dan Imam Muslim nomor 2191: “Ya Allah Rabb pencipta dan pelindung semua manusia, hilangkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah. Engkau adalah Asy-syifa (Maha Penyembuh) tidak ada yang dapat menyembuhkan penyakit kecuali Engkau. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain.”
“Terima kasih, Cloe! Bahagia memiliki istri sepertimu!”
“Luc, aku ingin menjadi istrimu di dunia akhirat. Menjadi bidadarimu di surga kelak. Izinkan aku merawatmu, menjagamu, melimpahkan segenap kasih sayangku sebagai istrimu. Kita akan berlaku seperti tidak terjadi apa-apa di antara kita. Tidak ada penyakit yang mampu memisahkan kita.” ucapku seraya memeluknya.
~~~~
Rintik hujan senantiasa menyembunyikan tetesan air mataku.
Tatkala gemuruh petir menyambar, jiwaku terasa mati.
Masih bisakah dirimu mendengar suaraku?
Masih bisakah kusentuh kulitmu?
Masih bisakah kurasakan dekapan cinta kasihmu?
Tatkala detik makin berpacu, waktu pun makin mendekat
Hanya tangisan untuk menjawab panggilan.
Tubuhku bergetar, kepalaku berdenyut
Embusan angin bagaikan siluet menyapa mataku, wajahku
Kutengok sekeliling, sepi, diam membisu
Tak seorang pun peduli, betapa dalam kehilanganmu.
Memandang lautan
Mengurai kenangan
Bagaikan tusukan kepedihan menyayat
Dalam siluet yang menjauh
Ombak menyapa dalam damai
Mengajak kita untuk menyentuhnya
Kucoba memelukmu
Dan tetesan air mata jatuh tatkala dirimu lari mengejar ombak
Tawamu dan kebahagiaan terpancar dengan jelas
Seolah lautan adalah duniamu.
Lambaian tanganmu
Mengajakku untuk mengejarmu
Namun..
Kakiku terasa kaku dan tubuhku membeku
Aku tak bisa lari kepadamu, namun kuharus lari!
Engkau menunggu dan memanggilku “Ayo renang, Cloe !“
Perlahan namun pasti kuayunkan langkahku menujumu
Kurasakan kehangatan air laut menyentuh tubuhku
Engkau berenang mengelilingiku
Tawa dan kemesraan mewarnai kita
Dan hatiku tersentak
Wajahmu makin pucat membiru
Dan tiba-tiba engkau diam membisu
Kupeluk engkau dengan kuat
Dan tangisku pecah membelah lautan
“Please, jangan tinggalkan aku, Luc! Beri aku waktu bersamamu!”
Realitas menyadarkanku
Inilah pertemuan terakhir kita
~~~
Sydney,15 April 2022
Masya Allah..