"Khalifah dalam konteks sebagai kepala negara, tentu adalah pemimpin secara politik (siyasiyah), yang meriayah rakyat dengan menggunakan kekuasaannya untuk menerapkan syariat Islam."
Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Terjadi huru-hara dalam perpolitikan di Pakistan. Parlemen Pakistan mengajukan mosi tidak percaya pada Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, yang telah menduduki kursinya sejak tahun 2019 lalu. Ia dinilai tidak becus dalam mengurus ekonomi Pakistan yang anjlok beberapa tahun ini. Ekonomi anjlok ini ditandai dengan adanya inflasi tinggi, sementara cadangan devisa terus menyusut dan defisit kian dalam. (cnnindonesia.com, 10/4/2022)
Namun, sang perdana menteri agaknya masih nyaman dengan kursinya, ia pun berusaha menggagalkan mosi tidak percaya parlemen Pakistan dengan langkah ingin membubarkan parlemen. Hanya saja, putusan Mahkamah Agung Pakistan pada 7 April lalu, menjegal langkah Imran Khan untuk membubarkan parlemen tersebut. Imran Khan pun disodori dua pilihan berat, mengundurkan diri atau keluar dari kantornya. Dan pada akhirnya, tanggal 10 April 2022, menjadi saksi untuk kesekian kalinya Perdana Menteri Pakistan tidak merampungkan masa jabatannya. (dunia.tempo.co, 10/4/2022)
Mundurnya Dukungan
Tergulingnya Imran Khan dari kekuasaannya, selain dari mosi tidak percaya yang diajukan oleh parlemen, ia juga kehilangan kepercayaan dari rekan seanggota partainya. Diketahui Imran Khan berasal dari partai Tahreek-e-Insaf (PTI). Namun, beberapa rekannya membelot dan bergabung dengan oposisi.
Selain itu, ia juga kehilangan dukungan dari militer Pakistan, yang awalnya ditengarai menjadi backing terpilihnya Imran Khan menjadi Perdana Menteri. Sebab, baru-baru ini Imran Khan dan militer berselisih secara terbuka berkenaan dengan penunjukan pejabat senior di dalam militer Pakistan yang diambil oleh Imran.
Tak hanya itu, partai sekutu koalisi PTI, juga menyuarakan ketidakpuasan pemerintahan Imran Khan selama dua tahun ini. Hingga dukungan mereka pun kosong ketika mosi tidak percaya menerjang Imran. Apalagi ketika inflasi merangkak hingga menembus dua digit, mantan koalisi Imran, yakni asisten khusus perdana menteri, akhirnya ikut mengundurkan diri dan masuk kembali pada partai oposisi.
Dari sini, sejatinya hubungan di antara pelaku politik hari ini hanya berdasar asas manfaat semata. Ketika manfaat tidak diraih dalam satu golongan, maka dengan mudah menyeberang menuju golongan lain. Inilah nilai-nilai yang ditanam oleh sistem kapitalisme saat ini. Seharusnya, asas kebenaranlah yang menjadi patokan dalam memutuskan segala perkara, dan kebenaran itu hanya dalam Islam.
"Sesungguhnya agama (yang diridai) Allah hanyalah Islam, …" (TQS. Ali Imron: 15)
Pemerintahan Bermasalah
Parlemen dan rakyat Pakistan yang awalnya menaruh harapan, akhirnya kecewa. Pemerintahan Imran Khan sejak tahun 2019 lalu, bukannya membawa Pakistan menjadi negara maju, malah menggiring Pakistan pada inflasi parah. Pada bulan Februari 2022, saat penolakan terhadap pemerintahan Imran Khan melonjak, ia membuat kebijakan pemotongan harga listrik domestik dan bahan bakar. Padahal saat itu terdapat kenaikan secara global, namun ia berjanji untuk membekukan harga hingga Juni mendatang.
Tak ayal, kebijakan ini pun akhirnya berdampak lebih buruk pada defisit fiskal Pakistan yang sudah parah. Bahkan neraca pembayaran pun juga goyah. Lanjutannya, mata uang Pakistan (rupee) pada minggu ini menukik turun pada posisi terendah dalam sejarah terhadap dolar Amerika Serikat. Alhasil, bank sentral Pakistan melejitkan suku bunga dalam pertemuan darurat.
Rentetan masalah tak hanya sampai di sini, dilansir dari New York Times, para analisis menyatakan, bahwa Imran Khan sering menabur janji namun tak ditepati. Selain itu, pernyataan dan sikapnya dinilai banyak yang kontradiktif. Ia pernah memberi dukungan ekonomi pasar bebas yang dideregulasi, namun juga mendukung negara kesejahteraan. Ia juga menentang militan Islam secara terbuka tapi pemerintahan dan militernya masih menyediakan ruang aman bagi mereka di barat Pakistan.
Pun dalam usahanya untuk menstabilkan ekonomi, Imran Khan akhirnya beralih pada Dana Moneter Internasional. Ia kemudian mengambil paket penyelamatan sebesar 6 miliar dolar AS pada 2019. Langkah tersebut dinilai banyak kalangan sebagai pengkhianatan terhadap janji kampanyenya. Selanjutnya, ketika kritik mulai membanjir, Imran malah mengambil langkah keras pada siapapun yang berselisih pendapat dengan kebijakannya.
Kapitalisme Tak Mampu Mencetak Pemimpin Amanah
Bentuk Pemerintahan Pakistan adalah Republik Islam Pakistan. Namun, meski dikaitkan dengan Islam, ia tak merepresentasikan Islam secara kaffah dalam setiap kebijakannya. Sebab, Pakistan yang notabene adalah bekas jajahan Inggris, juga telah terinfeksi dengan sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitalisme, asas manfaat menjadi patokan dalam semua aktivitas. Baik aktivitas individu, maupun negara. Maka negara kapitalisme akan membuat kebijakan berdasarkan asas manfaat tersebut. Masalahnya, apakah manfaat tersebut untuk rakyat ataukah hanya untuk golongan dan pribadi? contoh riilnya sudah banyak terjadi.
Kapitalisme akan terlihat tak hanya dari watak penguasa, namun juga turunan hukum yang lahir dari sistem ini. Penguasa dalam sistem kapitalisme, tak akan melihat halal dan haram ketika mengambil kebijakan. Bahkan tak sedikit contoh hukum dipelintir guna memperoleh keuntungan pribadi dan golongan. Korupsi dan kebohongan pun marak, menjanjikan langit untuk rakyat, ternyata semua hanya fatamorgana. Sungguh pemimpin yang tak amanah.
Dari segi hukum, negara pengemban kapitalisme pun akan tetap menjunjung sekularisme sebagai patokan. Memisahkan urusan negara dengan agama. Maka hukum turunannya pun wajar tidak akan berpihak pada agama. Kebaikan dan keburukan bercampur selama ada kemanfaatan di dalamnya. Bahkan parahnya, hukum turunan ini nanti yang akan mencetak generasi dan pemimpin bangsa menjadi orang-orang sekuler yang mengkerdilkan agamanya.
Sebab, salah satu sumber pendidikan generasi juga telah terbentuk dari asas sekularisme. Maka produknya (pelajar) pun akan menjadi pengembannya. Lembaga sekolah, baik umum maupun madrasah takkan bisa menghindari tuntutan ini ketika ia menginduk pada pengajaran pemerintah. Mirisnya, benteng pertama generasi, yakni keluarga pun juga sudah terjangkit, maka sempurnalah cetakan kapitalis sekuler dalam diri generasi.
Generasi inilah yang nantinya akan memimpin bangsa ke depannya. Jika pendidikan sekuler kapitalismenya sudah mendarah daging, bisa kita lihat pemimpin seperti apakah yang akan menjadi perubah negeri ini? mungkinkah akan sesuai aturan agama? atau pemimpin yang mempunyai keimanan dan ketakwaan paripurna terhadap Allah Swt.? Big no!
Kekuasaan adalah Amanah
Islam mempunyai aturan jelas dalam permasalahan dunia dan akhirat. Untuk selamat dan sejahtera hidup dalam keduanya, maka manusia diminta untuk menerapkan syariat Islam dalam bentuk negara, yang disebut Khilafah. Khilafah mempunyai misi untuk menjadi wadah terlaksananya seluruh aturan syariat Islam. Sedangkan pemimpinnya diberi gelar Khalifah.
Khalifah dibaiat dengan salah satu tujuannya adalah untuk menyejahterakan rakyat. Kekuasaan yang diembannya merupakan amanah, yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori, "Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus."
Khalifah dalam konteks sebagai kepala negara, tentu adalah pemimpin secara politik (siyasiyah), yang meriayah rakyat dengan menggunakan kekuasaannya untuk menerapkan syariat Islam. Menjadikan kepentingan dan kemaslahatan rakyat sebagai keutamaan. Inilah gambaran pemimpin amanah.
Khalifah akan menjamin kebutuhan rakyatnya terpenuhi secara layak. Baik dari sandang, pangan, papan maupun pendidikan dan kesehatan serta keamanan bisa diakses secara mudah dan murah bagi rakyatnya. Inilah gambaran tugas khalifah terhadap rakyatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Nu'aim, "Pemimpin kaum itu, laksana pelayan bagi rakyatnya."
Sedang dalam sisi dakwah, Khalifah diberi amanah untuk menyiarkan Islam lewat dakwah dan jihad ke seluruh penjuru dunia. Dengan kekuasaannya, ia dapat memobilisasi para ulama untuk syiar ke daerah-daerah yang belum tersentuh Islam, atau memobilisasi pasukan untuk menaklukkan wilayah yang memerangi Islam dan kaum muslimin. Pemimpin seperti inilah yang dirindukan.
Sayangnya, pemimpin amanah tidak dapat ditemukan di sistem lain, apalagi kapitalisme. Maka, sudah seharusnya kaum muslim mencari pemimpin amanah, dimulai dengan dakwah penyadaran kepada umat tentang urgensi adanya Khilafah. Allahu a'lam.[]