"Memang persaingan antara Amerika Serikat dan Cina sering terjadi adu kekuatan besar ekonomi, genderang rivalitas ini menurut banyak pengamat merupakan gejala fenomena yang besar, yaitu usaha untuk menjadi negara adikuasa."
Oleh. Mariam
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Cina kembali mengejutkan dunia, saat ini Negeri Tirai Bambu dilaporkan sedang meneliti sebuah 'kereta kiamat', yang memiliki kecepatan dengan rudal bertenaga tinggi di dalamnya. Cina sekarang serius mempertimbangkan gagasan menggunakan kereta api berkecepatan tinggi sebagai cara mengangkut dan bahkan meluncurkan persenjataan nuklir. Jika Amerika Serikat (AS) dan Rusia punya 'pesawat kiamat', kini Cina bisa jadi akan punya 'kereta kiamat' untuk melakukan serangan nuklir. Kereta ini melaju hingga 350km/jam. Bentuk kereta ini ramping, dengan gerbong masing-masing dengan berat sekitar 60 ton.
Dijuluki dengan 'kereta kiamat' karena kapal induk ini akan bekerja dengan memanfaatkan jaringan kereta api berkecepatan tinggi yang luas di negara itu untuk membawa rudal balistik antarbenua (ICBM), dan dianggap bahkan kuat dan cukup kokoh untuk menahan guncangan dan kekuatan ketika meluncurkan salah satu rudal tersebut. Konsep dan rencana pengembangan kereta ini didanai oleh pemerintah Cina, dan dipimpin oleh professor Yin Zihong dari Southwest Jiaotong University di Chengdu, demikian yang dikutip oleh Mashable Asia, Sabtu (2/4/2022).
Penggunaan gerbong kereta api ini untuk mengangkut dan menyebarkan nuklir sama sekali bukan konsep yang baru, mengingat bagaimana Amerika Serikat dan Rusia pun telah menyusun rencana untuk mengimplementasikannya selama Perang Dingin, namun gagal dikembangkan karena di luar tahap konsep. Hingga beberapa tahun terakhir, gagasan ini pun diambil lagi oleh negara-negara seperti Cina, Korea Utara, yang keduanya telah melakukan uji coba peluncuran rudal dari kereta api masing-masing pada tahun 2015 dan 2021. (Liputan6.com, 2/4/2022)
Memang persaingan antara Amerika Serikat dan Cina sering terjadi adu kekuatan besar ekonomi, genderang rivalitas ini menurut banyak pengamat merupakan gejala fenomena yang besar, yaitu usaha untuk menjadi negara adikuasa. Kini adu kekuatan tidak lagi terbatas hanya pada sektor ekonomi dan perdagangan, namun menjalar menjadi adu pengaruh ke sektor keamanan, kekuatan militer ke berbagai regional termasuk Asia Tenggara. Kemajuan Cina dalam teknologi rudal, senjata nuklir, dan kecerdasan buatan telah memicu kekhawatiran serius di antara banyak pengamat Barat, yang berpandangan perubahan besar dalam keseimbangan kekuatan militer global. Presiden Xi Jinping telah memerintahkan angkatan bersenjata Cina untuk melakukan modernisasi pada tahun 2035. Mereka menargetkan menjadi kekuatan militer ‘kelas dunia', yang mampu ‘berperang dan memenangkan perang’ pada tahun 2049. Menurut Dr. Zeno Leoni, dari King’s College London dia memandang bahwa Cina memang memahami bahwa mereka tertinggal jauh dari kecanggihan Amerika Serikat dan Rusia, jadi mereka mencoba membuat terobosan besar untuk melompati kekuatan lain. (Merdeka.com,13/7/2021)
Dalam sistem kapitalisme ini, memang semua selalu berlandaskan kepada materi duniawi. Menghalalkan segala cara untuk menjadi petarung unggulan, menjadi negara adikuasa yang maju dan kompeten, dan menunjukkan kekuatan militer serta kecanggihan alutsistanya guna memengaruhi negara-negara di dunia. Jadi ketika melihat perang dingin antara Amerika Serikat dan Cina, tak ayal mereka hanya ingin menduduki kekuasaan menjadi negara yang paling berkuasa di dunia.
Berbeda dalam Islam yang pernah menjadi negara adikuasa selama kurang lebih 14 abad lamanya. Dalam Islam kekuatan militer dan kecanggihan alutsista berfokus untuk kepentingan dakwah dan jihad. Pada masa awal pemerintahan Islam, jihad sebagai metode mendasar dalam penyebaran dakwah telah menjadi bagian penting dari upaya membangun kekuatan Daulah. Jihad adalah perang di jalan Allah, untuk meninggikan kalimat Allah. Oleh sebab itu, diperlukan persiapan baik logistik, formasi perang, strategi yang jitu, komandan dan para pasukan yang berani serta persenjataan yang mutakhir. Persenjataan itulah mengharuskan adanya dunia perindustrian. Seperti firman Allah dalam QS. Al-Anfal : 60
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya.”
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan untuk membangun kekuatan agar musuh yang dihadapi gentar. Dan persiapan itu mengharuskan adanya industri persenjataan. Ayat ini mengandung ‘illat syar’i bagi kaum Muslim untuk selalu mempersiapkan kekuatan dan melontarkan rasa takut kepada musuh.
Padahal, jika sekarang umat bersatu dalam naungan Khilafah, dunia Islam memiliki potensi untuk menjadi negara adidaya dengan kekuatan militer yang sangat besar, yang merupakan gabungan militer aktif berkekuatan 5,59 juta personil. Sebenarnya kekuatan ini jauh lebih tinggi daripada kekuatan global Amerika Serikat yang berhasil mempertahankan supremasi hegemoninya atas seluruh dunia ketika terjatuhnya Uni Soviet pada tahun 1990-an. Namun sebenarnya, Amerika Serikat saat ini hanya memiliki 1,47 juta personil militer aktif, Rusia memiliki 1.037.000, Cina memiliki 2,25 juta pasukan, sementara dua anggota permanen Dewan Keamanan PBB lainnya seperti Prancis dan Inggris yang berturut-turut hanya memiliki 0,26 dan 0,24 juta personil militer aktif.
Jika kemungkinan perang terjadi antara negara Khilafah Islam dan kekuatan militer Barat, pasukan paramiliter akan memainkan peran penting. Sungguh menakjubkan untuk dicatat bahwa seluruh dunia memiliki pasukan paramiliter sebesar 20.526 juta personil, dan 11.32 juta di antaranya adalah milik dunia Islam, salah satu negara muslim yang memiliki lebih dari 11 kali lebih besar pasukan paramiliter dari gabungan lima anggota permanen Dewan Keamanan PBB Adalah Iran. Selain itu, Iran pun memiliki 5 kali lebih banyak pasukan paramiliter tentara dari jumlah gabungan negara-negara BRIC (Brazil, Rusia, India dan Cina). Kekuatan militer gabungan dari dunia Islam adalah 22.42 juta personil, sedangkan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB secara bersama-sama memiliki 15.95 juta personel dan BRIC secara bersama-sama mempunyai 17.53 juta personil.
Inilah yang ditakuti oleh Barat, jika kekuatan umat Nabi Muhammad saw. bersatu. Karena dengan skala tersebut memperjelas bagi setiap pengamat internasional, para pembuat kebijakan tentang alasan mengapa kekuatan Barat bekerja siang dan malam hanya untuk menjaga dunia Islam secara fisik tetap berpisah dan terkubu-kubu satu sama lain. Dengan dalil batas-batas palsu negara masing-masing seperti ‘Garis Durand’ antara Pakistan dan Afganistan. Atau seperti di Indonesia yang terpisah hanya karena berbeda mazhab dan organisasi masyarakat (ormas). Hal ini juga yang menjelaskan mengapa Barat selalu mengusung ide nasionalisme agar tetap hidup di kalangan kaum muslim sebagai alat untuk menjaga, dan memisahkan mereka serta untuk mendatangkan malapetaka atas peperangan saudara yang terjadi antar umat Islam seperti Perang Irak-Iran, Perang Afganistan-Pakistan, dan sebagainya, atau pemisahan yang tidak perlu seperti antara Syiah dan Sunni.
Dari fakta dan angka yang di atas, jelas bahwa kekuatan militer dunia Islam tidak tertandingi dan tidak ada duanya. Pantas disebutkan adanya laporan dari Steven Kull (April, 2007) yang diterbitkan oleh Universitas Maryland di Amerika yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden (di lima negara muslim terutama) mengungkapkan dukungan yang kuat untuk memperluas peran Islam dalam masyarakat mereka. Mayoritas di sebagian besar negara itu rata-rata 71% memilih setuju dan 39% sangat setuju dalam penerapan hukum syariat yang ketat di setiap negara Islam. Bahkan, dapat ditegaskan bahwa secara mayoritas muslim yaitu lebih dari 64% setuju dengan tujuan ambisius untuk menyatukan negara-negara muslim menjadi satu negara Islam dalam naungan Khilafah.
Laksana dua imperium besar saat itu Romawi dan Persia yang terus berperang untuk menjadi negara adikuasa, namun kelak keduanya ditaklukkan oleh Islam dalam kurun waktu yang singkat. Semoga saat ini pun di tengah perang dingin Amerika Serikat dan Cina yang terus bergejolak, mengumbar adu kekuatan militer dengan menciptakan kecanggihan industri untuk melumpuhkan lawan, jika kita bersatu dalam naungan Khilafah, tidak ada yang tidak mungkin kelak dua negara adidaya ini ditaklukkan pula oleh Muslim. Sejarah akan selalu kembali terulang, tinggal kita yang menentukan. Apakah ingin jadi pemeran seperti para sahabat Rasulullah yang membela kebenaran, apa hanya menonton dan diam atau naudzubillah malah menjadi pihak yang melawan kebenaran. []