"Upaya pemerintah menciptakan kestabilan harga hanyalah bersifat parsial, seperti operasi pasar atau subsidi sementara. Ketika oprasi pasar dan subsidi berhenti, masyarakat kembali dihadapkan dengan harga melambung tinggi yang sangat menyengsarakan."
Oleh. Ai Siti Nuraeni
(Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Bulan Ramadan tiba, momen bagi kaum muslimin agar dapat melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Meski di bulan tersebut umat Islam hanya makan dua kali saat sahur dan berbuka, nyatanya tuntutan pemenuhan kebutuhan pangan lebih banyak dibandingkan hari biasa. Hal itu tidak lepas dari upaya muslim untuk menjaga asupan makanan.
Sejalan dengan kondisi di atas, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung, Dicky Anugrah, mengatakan
bahwa menjelang Ramadan tidak akan terjadi kelangkaan bahan pangan dan harga sudah sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi). Untuk komoditas cabai, bawang, sayuran, dan lainnya terpantau stabil, sedangkan harga minyak goreng disesuaikan dengan peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang HET. Operasi pasar murah minyak goreng terus digencarkan meskipun jumlahnya belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (Dara.co.id,14/03/2022)
Harapan masyarakat tentu saja bukan hanya cabai, bawang, dan sayuran yang tersedia, juga kebutuhan pokok lainnya seperti minyak goreng. Selain tersedia, harapannya harga juga bisa stabil. Tidak seperti saat ini, rakyat dihadapkan pada kejadian berulang naiknya harga-harga menjelang Ramadan. Negara melalui para pejabatnya tidak boleh mencukupkan diri dengan stabilnya harga komoditas cabai, bawang dan sayuran saja, karena tiga komoditas ini hanya pelengkap. Beras, minyak, telur, daging dan protein lainnya juga sangat dibutuhkan terutama di bulan Ramadan.
Sayangnya, harapan hanya tinggal harapan. Tidak pernah setiap menghadapi Ramadan, harga stabil. Permintaan meningkat banyak dimanfaatkan para mafia, agar bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya. Ketika harga ekspor lebih tinggi, maka tidak sedikit para pengusaha memilih menjual barang tertentu ke luar negeri dibanding memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Upaya pemerintah menciptakan kestabilan harga hanyalah bersifat parsial, seperti operasi pasar atau subsidi sementara. Ketika oprasi pasar dan subsidi berhenti, masyarakat kembali dihadapkan dengan harga melambung tinggi yang sangat menyengsarakan. Operasi pasar dan subsidi seringkali tidak tepat sasaran, hanya menyentuh sebagian masyarakat, serta telah memancing orang kaya yang serakah untuk menimbun.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, negara hanya berperan menyediakan barang yang dibutuhkan konsumen yang mampu membeli, tapi tidak akan bersusah payah memenuhi kebutuhan rakyat yang sedikit memiliki uang. Karena kebijakan yang dibuat negara hanya berpihak pada oligarki yang mendukung para pejabat saat kontestasi pemilu hingga naik ke kursi kekuasaan. Negara tidak berdaya di hadapan para mafia ketika mereka menghendaki keuntungan berlipat-lipat dengan menaikkan harga selangit, walaupun kehidupan rakyat kian terimpit.
Kapitalisme meniscayakan penguasa hanya sebagai regulator dan fasilitator. Pemenuhan kebutuhan rakyat, distribusi, dan harga diserahkan kepada korporasi.
Berbeda dengan Khilafah sebagai pemerintahan yang didasarkan kepada akidah Islam. Khilafah akan menjamin tersedianya pangan dengan harga terjangkau melalui penerapan sistem ekonomi Islam.
Negara hadir meringankan beban rakyat sebagai tanggung jawabnya. Negara tidak akan membiarkan tumbuh subur para mafia mengalahkan peran negara. Penjamin tersedianya pangan dan pengendali distribusi ada pada negara, bukan para mafia. Para pejabat negara tidak saling ketergantungan dengan para pengusaha.
Untuk kebijakan ekspor, negara hanya membolehkan jika stok di dalam negeri sudah tercukupi. Selain itu,nnegara akan menciptakan ketahanan pangan dengan meminimalisasi impor, tetapi memberdayakan dengan maksimal SDA dalam negeri. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian akan terus dikembangkan. Negara akan memantau ketersediaan bahan pangan jangan sampai satu wilayah kekurangan, sementara wilayah lain surplus. Dari wilayah yang surplus, negara akan membelinya, selanjutnya didistribusikan kepada wilayah yang kekurangan. Negara tidak akan mengambil kebijakan pematokan harga karena bisa menzalimi pedagang ataupun pembeli. Di samping itu, yang tidak kalah penting dalam khilafah adalah tidak ada penentuan pajak perdagangan ataupun PPN. Harga pangan terjangkau bisa dirasakan rakyat tidak hanya di bulan Ramadan saja, melainkan di setiap bulan. Ibadah bisa lebih khusyuk untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala terlebih di bulan Ramadan. Maka, ketakwaan yang menjadi tujuan ibadah di bulan Ramadan bisa dirasakan banyak jiwa. Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah : 183)
WalLaahu a'lam bish shawaab.