""Terkadang, beberapa keluarga pengemban dakwah merasa biasa dengan pola tingkah anak usia dini dan memberi mereka kelonggaran dalam bergaul. Sehingga, hal itu terbawa hingga ia akil balig dan tak ada keinginan menjadi pengemban dakwah seperti orang tuanya. Anak terlalu asik dengan pelonggaran dan kompromi yang diberikan oleh orang tuanya sendiri"
Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dakwah Islam adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim, dakwah individu ataupun berjemaah sama wajibnya, tak bisa dipilih dan ditinggalkan salah satunya. Keluarga muslim tentu akan memahami hal ini. Bahkan, harapan akan menghujam bahwa keluarganya harus menjadi keluarga pengemban dakwah. Anak-anak tercinta pun akan dikenalkan dan dibiasakan dengan aktivitas dakwah. Segala daya dan upaya akan dilakukan agar orang tua dan anak satu frekuensi dalam dakwah Islam.
Tak dimungkiri, betapa banyak keluarga pengemban dakwah yang anak-anaknya tak sejalan, bahkan menjadi penentang dakwah. Tak ada asap jika tak ada api. Begitulah pepatah yang ada. Anak tak mungkin membenci aktivitas dakwah jika tak ada sebab. Anak juga tak akan diam saja saat diajak dan diarahkan berdakwah jika ia merasa bahagia dengan aktivitas dakwah. Tentu ada hal yang melatarbelakangi anak kenapa ia tak sejalan dengan orang tuanya. Sebagai orang tua, introspeksi diri adalah hal yang perlu dilakukan, selain amar makruf terhadap anak dan mendoakannya.
Siapa orang tua yang tak sedih saat anak-anak sudah balig, tapi mereka enggan bersama orang tuanya untuk berdakwah. Sebuah sesal bisa jadi menyusup dan menempel di dinding hati saat anak enggan berdakwah bersama. Saling menyalahkan di antara orang tua bukanlah hal yang tepat dan bijak. Orang tua wajib merenung, jangan-jangan ada hak buah hati yang belum tertunaikan di masa hadanah atau kepengasuhan.
Bisa jadi, orang tua merasa santai dengan anak karena terlalu sibuk berdakwah. Meski anak selalu ikut serta, namun jika kemudian ia kering kasih sayang, maka tak menutup kemungkinan anak akan menghindari aktivitas orang tuanya. Bisa jadi juga, saat orang tua terlalu sibuk dakwah, anak sering ditinggal tanpa ada pemahaman yang tepat, sehingga sang anak akan lebih merasa nyaman dengan kegiatannya bersama para pengasuh ataupun orang yang dititipi.
Bahkan, ada anak yang lebih merasa nyaman dengan dunianya karena kelonggaran orang tuanya. Terkadang, beberapa keluarga pengemban dakwah merasa biasa dengan pola tingkah anak usia dini dan memberi mereka kelonggaran dalam bergaul. Sehingga, hal itu terbawa hingga ia akil balig dan tak ada keinginan menjadi pengemban dakwah seperti orang tuanya. Anak terlalu asik dengan pelonggaran dan kompromi yang diberikan oleh orang tuanya sendiri.
Saking sibuknya berdakwah, orang tua terkadang lupa sekadar untuk mencurahkan kasih sayang dan perhatian. Sudah sering di luar rumah, di dalam rumah pun masih sibuk dengan segudang kegiatan rumah tangga, dirosah fardiyah, ataupun kegiatan lainnya. Sementara anak loss control. Padahal Rasulullah saw. pernah mengingatkan Abdullah bin Umar saat terlihat begitu lelah karena beribadah, "Sesungguhnya ada hak untuk matamu, untuk dirimu sendiri, dan untuk keluargamu." (HR. Muslim)
Hadis di atas jelas mengingatkan seluruh pengemban dakwah, termasuk orang tua agar memperhatikan hak-hak anak. Jangan sampai orang tua melupakan bahwa anak adalah aset umat yang akan melanjutkan estafet dakwah Islam. Maka, ada beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua agar anak menyukai aktivitas dakwah, antara lain:
- Ajak serta dalam kegiatan dakwah dan persiapkan segala bekalnya.
Orang tua, ayah ataupun ibu saat hendak mengajak anak terlibat dalam dakwah, maka jangan asal mengajaknya. Persiapkan bekal anak sebaik mungkin agar anak nyaman nanti saat ikut orang tuanya. Memang sangat repot, tapi bekal anak harus disiapkan. Orang tua harus mengukur tingkat kebosanan mereka di tempat dakwah. Bekal makan, minum, mainan, bahkan pakaian ganti perlu dipersiapkan semaksimal mungkin.
Tujuan dibawa bekal adalah saat anak lapar, dia bisa langsung makan, tak harus menunggu acara selesai. Saat anak bosan, ia bisa bermain atau membaca buku yang telah dibawa dari rumah. Bahkan, jika anak harus berganti pakaian tidak menunggu orang tua meminjamnya pada orang lain. Ada sebagian anak yang merasa tidak nyaman jika harus memakai pakaian orang lain. Hal ini harus diperhatikan agar anak merasa nyaman terlibat dengan aktivitas dakwah sejak kecil.
Maka, melibatkan anak dalam aktivitas dakwah harus disiapkan pula bekalnya. Jika perlu dilebihkan untuk berbagi dengan anak-anak yang lain. Selain bekal fisik, tak lupa orang tua harus menjelaskan aktivitas dakwah adalah aktivitas mulia, aktivitas para nabi dan rasul. Orang tua wajib menanamkan kecintaan pada anak terhadap aktivitas dakwah. Jadikan safari dakwah adalah sarana piknik bagi keluarga pengemban dakwah. Sehingga, anak-anak akan mencintai dakwah penuh kegembiraan karena yang tertancap dalam benak adalah dakwah menyenangkan.
- Beri perhatian dan kasih sayang anak tanpa potongan.
Orang tua tak boleh memiliki asumsi, saat anak dibiasakan dalam aktivitas dakwah, mereka otomatis mencintai dakwah. Big no. Orang tua tetap harus mencurahkan perhatian dan kasih sayang di mana pun, di tempat dakwah, terlebih di rumah. Saat anak sakit, jangan dipaksa ia ikut dalam kegiatan dakwah. Rawat dan beri perhatian penuh padanya, terutama perhatian ibu. Kasih sayang orang tua tak boleh berkurang tersebab kesibukan dalam aktivitas dakwah. Tak ada potongan perhatian dan kasih sayang bagi anak, sesibuk apa pun dakwah orang tua. Dengan curahan kasih sayang dan perhatian, anak akan mudah percaya pada orang tua sehingga akan mudah diarahkan pada kegiatan dakwah. - Bersikap adil pada anak.
Seringnya orang tua mengentengkan janji pada anak, entah janji akan ke rumah nenek, ke perpustakaan, atau ke taman bermain. Bagi orang tua hal yang lumrah dan biasa saja jika batal ke rumah nenek karena ada urusan dakwah. Orang tua bahkan tak merasa menyesal. Namun, anak tetaplah anak-anak, mereka akan merasa diabaikan. Perasaan kecewa yang tiada tara tentu akan menyergapnya. Apalagi jika orang tua berulang kali membatalkan rencana itu karena aktivitas dakwah. Maka, tak dimungkiri anak akan merasa iri dengan kegiatan dakwah.
Oleh karena itu, sikap adil pada anak harus ditegakkan. Kalaupun rencana pertama harus gagal, mungkin karena jarak yang jauh atau waktu mepet, alihkan rencana itu pada rencana lainnya. Misal, orang tua mengajak anak ke pasar membeli bahan yang bisa dimasak bersama nanti sepulang kegiatan dakwah atau kegiatan lainnya yang disenangi anak. Buat anak merasa senang meski rencana utama batal.
- Perlakukan anak sesuai fitrah tumbuh kembangnya.
Orang tua harus bijak mengoptimalkan fitrah tumbuh kembang anak. Jangan pernah membebankan mereka di luar kemampuannya. Misal, anak usia 5 tahun harus menjaga adiknya di tempat dakwah. Jika terjadi sesuatu, maka dia menjadi tempat perundungan. Perlakukan anak sesuai fitrah tumbuh kembangnya. Anak jangan dipaksa sesuatu hal yang sebenarnya dia tidak mampu melakukannya. Apalagi ditinggal di rumah dengan segudang beban pekerjaan rumah. Saat orang tua memperlakukan anak sesuai fitrahnya, maka anak akan mudah diarahkan dan ditanamkan kecintaannya pada dakwah. Boleh meminta bantuan anak pekerjaan orang tua, tapi harus diperhatikan tumbuh kembangnya.
Itulah empat hal yang bisa dilakukan orang tua pengemban dakwah agar anak mencintai dakwah. Anak sebagai aset umat dan penerus risalah dakwah harus memperoleh perhatian, kasih sayang, dan pengasuhan yang memadai dan optimal. Perlakuan, pembiasaan, dan keteladanan yang baik dari orang tua menjadi tolok ukur kecintaan anak pada aktivitas dakwah.
Wallahu a'lam[]