PPN Naik : Gaya Pemalakan Zaman Now, Islam Hadir sebagai Solusi

"Saat ini, kita menyaksikan bagaimana potret buramnya kehidupan masyarakat dalam cengkeraman sistem kapitalis. Sistem ini sangat bertumpu pada pajak. Otak kapitalis yang begitu memuja materi mulai menyeruak tatkala kita berbicara soal pengaturan kehidupan masyarakat, ekonomi, dan juga keuangan negara. Maka, pajak hadir menjadi instrumen utama dalam mengisi kas negara."

Oleh. Rufaida Aslamiy

NarasiPost.Com-Wacana menaikkan PPN sudah santer digaungkan sejak tahun kemarin. Berbagai penolakkan pun mengemuka, tapi tampaknya pemerintah tidak bergeming. Buntut disahkannya UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), maka secara resmi pemerintah sudah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. (Suara.com, 2/04/2022)

Adanya kenaikan PPN saat ini jelas tidak memihak rakyat. Rentetan kenaikkan sejumlah barang dari awal tahun saja sudah mencekik rakyat, apalagi jika ditambah dengan PPN. Elpiji naik, minyak goreng, daging, cabai, hingga pertamax ikut naik. Siap-siap tarif operator seluler dan kuota pun akan naik akibat kenaikkan PPN ini. Maka, tidak aneh jika daya beli masyarakat pun menurun. Kenaikkan sejumlah barang disinyalir menjadi sebab tumbuhnya inflasi di tengah masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi adanya inflasi pada bulan Maret 2022 sebesar 0,66% atau secara tahunan sebesar 2,64% yoy. (kontan.co.id, 1/4/2022)

Pajak sebagai Penyokong APBN Terbesar: Gaya Pemalakan Zaman Now

Pajak dalam sistem kapitalis adalah penyokong terbesar APBN. Seperti dilansir dari cnbcindonesia.com (22/2/2022), penerimaan negara mencapai Rp156 triliun. Kontribusi terbesarnya adalah penerimaan pajak dengan Rp109,1 triliun atau tumbuh 59,4%. Sementara penerimaan bea cukai sebesar Rp24,9 triliun atau tumbuh 99,4%. Maka, wajar jika kenaikkan pajak kerap terjadi tiap tahun. Ini adalah sebagai langkah upaya menggenjot pendapatan negara.

Miris sekali, penderitaan masyarakat akibat kontraksi ekonomi selama pandemi pun belum juga usai. Kini ditambah lagi dengan kenaikkan PPN. Bukankah kebijakan seperti ini semakin melukai perasaan masyarakat?

Pajak tak ubahnya pemalakan gaya baru di zaman sekarang yang mengatasnamakan rakyat. Pemalakan ini dilakukan secara terstruktur dan sistematis kemudian didukung dengan regulasi (peraturan) yang kian menzalimi rakyat. Ya, begitulah watak asli kapitalis yang rusak ini. Dia akan menghisap darah rakyat seperti halnya hewan lintah.

Kapitalisme Biang Kerok Masalah

Saat ini, kita menyaksikan bagaimana potret buramnya kehidupan masyarakat dalam cengkeraman sistem kapitalis. Sistem ini sangat bertumpu pada pajak. Otak kapitalis yang begitu memuja materi mulai menyeruak tatkala kita berbicara soal pengaturan kehidupan masyarakat, ekonomi, dan juga keuangan negara. Maka, pajak hadir menjadi instrumen utama dalam mengisi kas negara. Adapun selain pajak, negara juga akan berutang, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang basisnya adalah ribawi. Sementara pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) kian diliberalisasi (privatisasi) atas nama investasi. Inilah prestasi sistem kapitalis.

Dalam sistem ini, keberadaan masyarakat tidak boleh terus disubsidi oleh negara, karena jelas akan membebani APBN. Maka, semua aktivitas perekonomian yang terjadi harus diserahkan kepada mekanisme pasar. Dampaknya, utang negara yang berbasis ribawi bisa semakin membengkak jumlahnya. Selain negara menanggung beban utang pokoknya, juga bunga yang sangat berlipat. Maka, untuk mengatasi APBN yang kian sulit bernapas dengan beban utang yang besar, ditariklah pajak dari rakyat. Ya, masyarakat akan terus diburu dengan kenaikan pajak dari waktu ke waktu. Bahkan PPN akan direncanakan naik 12 persen di tahun 2025 mendatang (Kompas.com, 6/11/2021). Motivasinya tiada lain yaitu untuk membiayai pembangunan dan percepatan pemulihan ekonomi nasional. Benar-benar alasan klise.

Islam Hadir sebagai Solusi

Islam sebagai agama paripurna punya seperangkat hukum yang mampu memecahkan persoalan hidup manusia, termasuk di dalamnya masalah ekonomi. Islam telah menggariskan batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam mekanisme ekonominya. Allah Swt. telah menetapkan sejumlah aturan untuk kehidupan manusia. Karena sejatinya Allah memosisikan dirinya sebagai Al-Khalik Al-Mudabbir (Sang Pencipta sekaligus Pengatur). Maka, sebagai makhluknya kita wajib berpegang teguh pada hukum-hukum yang sudah menjadi ketetapan-Nya. Inilah konsekuensi dari keimanan yang kita miliki, juga sekaligus bukti penghambaan kepada Sang Pencipta sehingga mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.

Nash-nash syarak telah menetapkan bahwa:

  1. Pemimpin adalah pengayom urusan masyarakat. Landasannya: “Imam/Khalifah adalah raâin (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)

Sehingga negara bertanggung jawab penuh terhadap berbagai urusan masyarakat, termasuk di dalamnya persoalan ekonomi. Islam memandang subsidi terhadap rakyat itu bukan dosa apalagi beban, tapi kewajiban. Negara justru wajib menjamin kebutuhan dasar masyarakatnya.

  1. Perekonomian tidak dibangun dengan sistem ribawi.
    Islam sesungguhnya telah mengharamkan praktik riba, baik dilakukan oleh individu, masyarakat, maupun negara. Sebagaimana ketetapan-Nya: “Maka jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, (maka ketahuilah) bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu." (QS: Al-Baqarah: 275)
  2. Kepemilikan terbagi menjadi tiga jenis: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Islam tidak melarang seseorang untuk memiliki harta, tetapi Islam membatasi dan mengatur mekanisme cara perolehannya. Individu boleh saja memiliki rumah, kendaraan, tanah, dll selama tidak melanggar syariat (seperti mencuri, korupsi, menipu dll). Sedangkan dalam hal kepemilikan umum, maka individu/kelompok/swasta tidak boleh secara mutlak menguasai segala sesuatu yang terkategori kepemilikan umum, semisal: air, danau, tambang, minyak dan gas, hutan, laut, dll. Adapun kepemilikan negara, Islam mengatur bahwa harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin/masyarakat, maka pengelolaanya menjadi wewenang negara, semisal: harta faâi, kharaj, ghanimah, jizyah, gedung-gedung, fasilitas publik, dsb.
  3. Islam mengisi kas negara dengan metode yang berbeda dengan sistem kapitalis. Sumber pendapatan negara (Baitul Mal) dapat diperinci dari beberapa pos sebagai berikut:

a. Pos faâi dan kharaj: meliputi ghanimah, kharaj, jijyah, tanah-tanah, faâi, dan pajak.
b. Pos kepemilikan umum: meliputi minyak bumi, gas, barang tambang, listrik, danau, laut, sungai, selat, mata air, hima, hutan, padang gembalaan, dsb.
c. Pos zakat: meliputi zakat uang, komoditas perdagangan, pertanian dan buah-buahan, dan peternakan.

Jelas sekali, bahwa Islam berbeda denagn sistem kapitalis dalam mengisi kas negara. Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama. Terlebih pajak ini dibebankan kepada rakyat. Tapi justru Islam akan mengoptimalkan pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara untuk menyokong kebutuhan masyarakatnya secara umum. Jadi, tidak ada cerita swasta/asing menguasai hajat hidup orang banyak. Kalaupun ada pajak, sifatnya hanya sewaktu-waktu saja, tidak terus-menerus, ketika kas negara benar-benar kososng, dan itupun yang dipungut hanya bagi warga yang mampu saja dari klaangan muslim. Sementara warga yang kurang mampu ataupun warga nonmuslim walaupun kaya, tidak akan terkena pajak (dharibah). Inilah indahnya sistem ekonomi dalam Islam.

Semoga kita semua semakin sadar bahwa Islam satu-satunya yang cocok mengatur kehidupan karena bersumber dari Zat Yang Mahabenar yaitu Allah Swt. Wallahu’alam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Firda Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bisikan Rasa
Next
Mengenali Ciri Masa Subur pada Perempuan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram