"Kewajiban menepati janji yang diserukan Allah Swt. hanya untuk perkara yang dibenarkan secara syariat dan sah akadnya. Jika sudah disepakati akad, maka wajib untuk ditepati, tidak boleh dikhianati. Mereka yang mengkhinati janjinya termasuk salah satu ciri orang munafik yang sangat dibenci Allah Swt., bahkan kelak ditempatkan pada alas neraka."
Oleh: Maman El Hakiem
NarasiPost.Com-Lidah memang tidak bertulang. Begitu mudah lisan untuk berdusta dan sulit untuk menepati janji. Janji itu manis bagai madu saat diucapkan, namun pahit bagai empedu karena tidak bisa ditunaikan. Allah Swt. telah mengingatkan untuk menjaga kata-kata agar tidak berdusta yang menggores luka, apalagi mengkhianati akan janji-janji. Karena orang beriman sebagaimana makna QS Al Maidah ayat pertama, yā ayyuhallażīna āmanū aufụ bil-'uqụd (bagi orang-orang yang beriman agar memenuhi janji atau akadnya).
Sebagian ahli tafsir, memahami ayat tersebut menandakan hukum asal membuat perjanjian adalah boleh. Hanya saja syarat perjanjian tersebut bukan dalam perkara yang menghalalkan yang haram atau kemaksiatan lainnya. Dalam hal ini kesepakatan atau akad apapun jika bertentangan dengan hukum syariat, maka tidak ada kewajiban untuk menepatinya. Karena kaidah fikih mengatakan tidak adanya ketaatan pada perkara yang batil.
Kewajiban menepati janji yang diserukan Allah Swt. hanya untuk perkara yang dibenarkan secara syariat dan sah akadnya. Jika sudah disepakati akad, maka wajib untuk ditepati, tidak boleh dikhianati. Mereka yang mengkhinati janjinya termasuk salah satu ciri orang munafik yang sangat dibenci Allah Swt., bahkan kelak ditempatkan pada alas neraka.
Momentum Menghindari Dusta
Orang-orang yang beriman, hatinya akan senantiasa bergembira menyambut hadirnya bulan suci Ramadan. Begitu sumringahnya sampai amaliah sunah menjadi keutamaan atau prioritas amal. Tentu sangat beralasan karena banyaknya keutamaan dalam dimensi ritual ibadah pada bulan tersebut yang pahalanya dilipatgandakan. Allah Swt. telah menjanjikan dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa, yaitu saat berbuka dan pertemuan dengan-Nya kelak di akhirat. Kebahagiaan orang yang berpuasa tampak saat berbuka setelah azan magrib, sekalipun hanya dengan sebutir kurma atau seteguk air pelepas dahaganya.
Namun, itu hanya sekadar kenikmatan sesaat di dunia, bagi mereka yang bersungguh-sungguh berpuasa, kebahagiaan sejatinya kelak berjumpa dengan Allah Swt. yang akan menyerahkan balasan puasanya. Allah Swt. menjanjikan mereka untuk masuk surga melalui pintu ar-rayan yang dikhususkan bagi orang yang berpuasa. Tentu dikarenakan kualitas puasanya yang istimewa saat di dunia. Dalam hal ini, harus ada cara pandang yang beda akan perbuatan selama berpuasa, memilah dan memilih amal yang benar-benar bernilai pahala, sehingga selama berpuasa tidak bermalas-malasan dalam menjalani amal ketaatan pada hukum-Nya.
Puasa itu melatih kesabaran. Sabar itu sendiri adalah keteguhan hati setelah ikrar keimanan yang membuatnya bertambah kesadaran, bahwa ibadah itu adalah kewajiban seorang hamba. Di sini harus ada nilai ruhaniyah, yaitu merasakan bahwa dirinya adalah ciptaan Allah Swt., sudah selayaknya menerima segala aturan hukum Allah Swt. untuk dijalani dalam kehidupannya. Dengan berpuasa sesungguhnya melatih diri untuk menjaga aturan hukum-Nya, yaitu menerapkan syariat Islam secara utuh dan menyeluruh. Jangan sampai menjadi seorang pendusta dengan agama yang telah diyakini kebenarannya itu. Mereka yang masih saja berdusta, padahal sedang berpuasa, maka Allah Swt. sudah tidak lagi memerlukan dia dengan puasanya yang sekadar meninggalkan makanan dan minumannya. Hal tersebut dikutip dari makna Hadis Riwayat Bukhari dalam kitab as-Shiyam.
Penguasa yang Berdusta
Rasulullah saw. dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Hiban dalam Shahihnya, mengingatkan kita untuk menjauhi dusta. Karena dusta akan membersamai kejahatan, dan keduanya kelak akan berada di neraka. Kedustaan sangat mengganggu hubungan antarpersonal manusia, apalagi jika dilakukan penguasa terhadap rakyatnya. Mendustai rakyat dengan ucapannya dan mengkhianati janji manisnya saat sebelum naik tahta. Pemimpin tersebut tidak bisa berlepas diri dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat atas amanah yang telah dipikulnya tersebut.
Terlebih kedustaan para penguasa dalam sistem sekuler demokrasi yang lebih mengutamakan kepentingan oligarki daripada rakyatnya. Sunguh sangat memilukan, di saat rakyat pontang-panting mencari minyak goreng, penguasanya memaksakan proyek ambisiusnya untuk pindah ibu kota, bahkan mereka seolah tidak merasakan bagaimana mahalnya harga pangan menjelang Ramadan. Sirkuit Mandalika yang berbiaya triliunan rupiah telah melupakan janji-janjinya yang akan lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Mereka lebih memilih nonton kebut-kebutan motor dengan segala cerita klenik dibalik hujan. Janji-janji yang didustai sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari.q Kelangkaan minyak goreng karena ulah kartel dan kebijakan pemerintah yang kalah dari pengusaha cukup sebagai bukti kedustaan akan janji pemimpin untuk terpenuhinya kebutuhan rakyat yang murah dan mudah didapatkan.
Ada dusta di antara kita, bukan hanya kepada sesama makhluk, tetapi kepada Al-Khaliq. Banyak orang yang telah mengaku beriman dan tunduk pada aturan Allah Swt. hanya secara fitrahnya saja sebagai manusia. Kenyataannya dalam kehidupan, mereka malah mengikuti aturan yang dibuat-buat manusia. Sistem sekularisme hanya mengambil perkara ibadah ritualitas, itu pun semakin terkikis dari kesahihan dalil-dalinya. Sementara dalam perkara muamalah—apalagi siyasah—menolaknya mentah-mentah. Maka, rasa lapar dan dahaga mereka yang berpuasa dalam sistem seperti ini merupakan kedustaan. Rasa lapar dan dahaga yang dijaganya hanyalah kerinduan yang palsu akan pertemuan dengan-Nya.
Inilah yang harusnya disadari bersama menjelang tibanya bulan suci Ramadan untuk sama-sama memperbaiki diri dan menghindari sikap sombong dan kedustaan, terlebih bagi mereka yang diberikan amanah kekuasaan. Karena janji atas amanahnya jika dikhianati akan dikucilkan Allah Swt. di akhirat. Seperti hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat dan Allah tidak akan mensucikan dan memperhatikan mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, yaitu orang tua yang berzina, penguasa yang suka berdusta dan orang fakir yang sombong. Jangan sampai ada dusta di antara kita. Semoga.
Wallahu’alam bish Shawwab.[]