"Cukuplah ancaman Allah Swt. berupa neraka jahanam selama-lamanya (QS Al-Baqarah: 275) bagi penentang keharaman riba. Jika masih membandel, Allah dan Rasul-Nya mengancam akan memerangi para pelaku riba (QS Al-Baqarah: 279). Jika Allah dan Rasulullah yang memerangi kita, ke mana lagi pertolongan hendak dicari?"
Oleh: Yessi Wangi, SE, M. Bus, For. Acc, Akt
(Penggiat Ekonomi Islam)
NarasiPost.Com-Dulu, saya hanya tahu bahwa pinjam-meminjam uang dengan syarat tambahan pengembalian, seperti perbankan dan rentenir, itulah riba. Masih sesempit itu pengetahuan dan pemahaman saya.
Namun setelah belajar dan berguru lebih jauh, saya menyadari kenyataan saat ini bahwa riba telah menjelma menjadi sosok sejuta wajah yang sering terlihat rupawan namun sangat mematikan. Barulah saya memahami maksud hadis Rasulullah saw. yang mengatakan, "Sungguh akan tiba suatu masa di mana tidak seorang pun dari manusia yang tidak memakan riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)-nya" (HR Ibnu Majah, Abu Dawud dan An-Nasa’i dari Abu Hurairah).
Riba Ada di Mana-mana
Tidak hanya dalam hal utang piutang saja yang melahirkan riba. Bentuk-bentuk riba telah berevolusi sedemikian rupa seiring dengan perubahan kemajuan teknologi dan gaya hidup manusia. Ada riba dalam jual beli, investasi, asuransi, tabungan dan deposito di bank, tukar-menukar emas dan perak, pasar uang, pasar modal, jual beli online, hingga aktivitas arisan para ibu-ibu milenial. Bahkan yang lebih miris dan sangat mengkhawatirkan, riba pun bisa terselip (sadar atau tidak sadar) dalam transaksi-transaksi yang berlabel “syariah." Subhanallah.
Dalam berjual beli misalnya, jenis barang dan bentuk akad yang disepakati rentan dengan terjadinya riba. Jika jual beli dilakukan dengan tunai tanpa ada penundaan serah terima barang dan uang, aman dan tenteramlah kedua belah pihak. Namun, jika dilakukan secara bertempo dengan perjanjian tambahan harga (denda) atas keterlambatan pembayaran cicilan, maka ini sudah mengandung unsur riba.
Demikian juga, jika jenis barang yang diperjualbelikan adalah barang-barang ribawi, kemudian tidak dilakukan secara tunai dan langsung (dari tangan ke tangan) maka transaksi ini pun akan menimbulkan riba. Sebagaimana hadis Rasulullah saw., “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir (sejenis gandum), kurma dengan kurma dan garam dengan garam, maka harus sama, setara dan setimbang (jika diperjualbelikan). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang telah mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya, sama-sama (mendapat dosa)" (HR Muslim).
Begitu pun dalam investasi. Sering terjadi perselisihan dalam kerja sama bisnis, di antaranya karena kurang paham dengan masalah ini. Jika akadnya adalah investasi, maka harus siap menanggung risiko untung atau rugi. Kalau ada keuntungan akan mendapatkan bagi hasil, kalau rugi tidak mendapat apa-apa. Jika tetap menuntut return, ini merupakan pelanggaran syariat, sebab mengambil harta yang bukan haknya, meminta tambahan yang bukan pada tempatnya. Ini bisa masuk kategori riba.
Jika investasi tersebut dengan akad meminjamkan uang, maka juga harus dimengerti konsekuensinya: tidak ada tambahan pengembalian utang, baik usaha itu mendapatkan untung apalagi jika usaha tersebut mengalami kerugian. Kalau tetap ngotot ingin memperoleh tambahan dengan dalih ini adalah bisnis, maka ini pun terkategori riba. Oleh karena itu, harus jelas dari awal apakah akadnya investasi atau meminjamkan uang kepada suatu bisnis.
Tak ketinggalan, dalam aktivitas arisan ibu-ibu pun sarat dengan riba jika tidak memperhatikan akad-akadnya. Adalah suatu kebiasaan yang dianggap wajar—padahal memberatkan—bahwa siapa yang mendapat giliran menang arisan, maka "wajib" mengadakan acara kumpul-kumpul arisan di rumahnya lengkap dengan sajian hidangannya. Sajian makanan dan minuman inilah yang bisa disamakan dengan adanya tambahan yang telah disepakati di awal meskipun tidak dalam bentuk uang. Dan mayoritas ulama yang membolehkan arisan menganggap bahwa arisan sama dengan akad utang piutang. Maka terhadapnya berlaku semua konsekuensi atas utang piutang, termasuk larangan menerima manfaat darinya, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Apabila salah satu dari kalian meminjami (kepada seseorang) suatu pinjaman, kemudian (orang yang dipinjami) memberi hadiah kepadanya atau memberi tumpangan ke atas kendaraannya, maka janganlah dia menaikinya dan jangan (pula) menerima" (HR Ibnu Majah).
Yang terkini adalah dalam jual beli online. Semakin berkembang teknologi manusia, semakin bervariasi bentuk-bentuk transaksi muamalahnya. Ambil saja drop shipping. Sistem drop shipping jika dilakukan oleh seseorang yang berstatus sebagai penjual (seller), di mana dia menentukan sendiri harga barang dan margin-nya, menerima pembayaran dari pembeli, lalu melakukan pembayaran dengan harga lebih rendah kepada produsen (pemilik barang), kemudian meminta produsen untuk langsung mengirimkan barang tersebut kepada alamat pembeli, maka sesungguhnya yang ia lakukan di sini adalah tukar-menukar uang dengan kelebihan (riba). Sejatinya dia tidak melakukan jual beli barang, karena dia tidak pernah memiliki barang tersebut. Padahal Rasulullah saw. mengatakan, "Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki" (HR Tirmidzi).
Ada juga tren yang digemari kaum milenial saat ini, yaitu investasi di pasar modal. Mereka tidak sadar bahwa hal ini sangat rentan dengan keberadaan riba. Jika dilihat dengan teliti dan jujur, maka yang sebenarnya terjadi adalah jual beli (tukar-menukar) uang dengan kedok jual beli saham. Bahkan tidak sedikit dari kalangan akademisi maupun praktisi yang berani mengatakan bahwa ini adalah aktivitas judi yang dilegalkan.
Sama pula dengan transaksi surat-surat berharga seperti obligasi (surat utang) dan sejenisnya, baik yang dikeluarkan oleh negara maupun swasta, pun mengandung riba. Karena sudah sangat terang benderang dipahami baik dari nas Al-Qur'an maupun hadis bahwa setiap tambahan atas utang piutang yang dijanjikan adalah riba.
Sejuta Wajah Riba
Jamak diketahui bahwa ancaman riba tidak hanya menimpa pelakunya saja. Rasulullah saw. secara tegas melaknat empat golongan dalam dunia riba, yaitu para pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya dan dua orang saksinya; mereka semua sama dosanya (HR Bukhari).
Dalam pemahaman yang lebih jauh, dapat dikatakan semua profesi yang berkaitan langsung dengan riba, akan terkena dosa atau minimal cipratan dosanya. Para pemilik institusi keuangan yang menjalankan sistem ribawi, karyawan dan karyawati yang pekerjaannya berkaitan dengan riba, nasabahnya, profesi notaris yang menjadi saksi legal transaksi ribawi, mereka semua mewakili keempat golongan tersebut.
Termasuk juga pedagang dan pembeli offline maupun online yang sistem jual belinya mengandung unsur riba, pialang (broker) pasar modal, para rentenir yang ada dalam masyarakat, bahkan para guru dan dosen yang mengajarkan ilmu ekonomi yang mengandung teori riba tanpa menjelaskan keharamannya, bisa ikut terciprat dosa besar riba ini. Naudzubillahi min dzalik.
Ancaman Dosa Riba
Cukuplah ancaman Allah Swt. berupa neraka jahanam selama-lamanya (QS Al-Baqarah: 275) bagi penentang keharaman riba. Jika masih membandel, Allah dan Rasul-Nya mengancam akan memerangi para pelaku riba (QS Al-Baqarah: 279). Jika Allah dan Rasulullah yang memerangi kita, ke mana lagi pertolongan hendak dicari?
Cukup pula hendaknya hukuman riba dalam sabda Rasulullah saw. untuk menghentikan keterlenaan kita dalam transaksi-transaksi riba ini. Berenang di sungai darah (HR Muslim), memiliki perut sebesar rumah sehingga berjalan terseok-seok di akhirat kelak, atau memiliki perut besar berisi ular-ular berbisa, na’udzubillahi min dzalik! Dan masih banyak lagi hadis-hadis Rasulullah saw. yang mendeskripsikan betapa buruknya perbuatan riba. Tidakkah kita merasa ngeri dan takut?
Oleh karena itu, sebagai orang yang mengaku beriman kepada Allah Swt., bersegeralah mohon ampun kepada-Nya jika kita pernah atau masih sedang terlibat aktivitas riba. Tinggalkanlah secepat mungkin dan menjauhlah sejauh yang dimampu dari riba yang masih belum berkesudahan ini. Semoga Allah Swt. menerima tobat kita dari dosa besar ini, dan semoga hidup kita makin berkah dan merasa tenang. Aamiiiin.
Sydney, 26 Maret 2022[]