Luka Menyelimuti Tragedi, Korban Perdagangan Anak Berkedok Adopsi

"Adanya kasus perdagangan manusia termasuk di dalamnya perdagangan anak, menunjukkan bagaimana rusaknya tatanan kehidupan masyarakat baik skala individu, keluarga bahkan masyarakat itu sendiri. Perkara ini bukanlah sekadar permasalahan baik atau buruknya perilaku secara personal, namun kerusakan perilaku secara sistemis."

Oleh. drh. Lailatus Sa'diyah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasIPost.Com-Fakta baru mulai terkuak, berdasarkan reportase BBC News Indonesia, telah melakukan penelusuran di berbagai kota di Indonesia dan di Belanda, untuk menyibak praktik adopsi ilegal yang terjadi pada 1970 hingga 1980. Kini, oleh pemerintah Belanda, praktik proses adopsi anak dari Indonesia ke Belanda ini dikategorikan sebagai "pelanggaran serius". (bbc.com, 12/03/2022)

Sebagian besar anak-anak tersebut diadopsi secara ilegal. Dokumen mereka dipalsukan, baik dari akta kelahiran, dokumen adopsi, bahkan identitas orang tua kandung, hingga alamat mereka. Dari beberapa kasus lain, sejumlah anak diculik dari keluarganya. Mereka berasal dari berbagai daerah. Kemudian mereka dijual melalui perantara. Setelah itu, mereka ditampung dalam panti asuhan di salah satu wilayah di Jakarta. (viva.co.id, 12/03/2022)

Berdasarkan data dari Yayasan Min Root pada tahun 1973-1983 telah terjadi adopsi 3.000 anak Indonesia oleh keluarga Belanda. Dan sebagian dari mereka diduga diadopsi secara ilegal. (bbc.com, 08/02/2022)

Menurut laporanl Zembla, sejak tahun 1970, lebih dari 40.000 anak telah diadopsi dari luar negeri ke Belanda. Kebanyakan dari mereka juga diadopsi dengan surat kelahiran palsu, mereka adalah anak-anak yang diambil dari klinik bersalin dan sebagian dari mereka merupakan hasil dari 'peternakan bayi'. (bbc.com, 08/02/2022)

Sebagian besar kasus yang terungkap merupakan kasus yang telah terjadi pada masa empat dekade silam. Namun, dampaknya bergulir hingga saat ini. Mereka yang diadopsi secara ilegal kesulitan menemukan keluarga kandungnya akibat data yang dipalsukan.

Kasus perdagangan anak kian hari kian menjadi. Bukan hanya untuk perkara adopsi, namun juga marak dijadikan pekerja seks komersial, pengemis dan masih banyak lagi. Tidak hanya di Indonesia, kasus ini juga terjadi di berbagai negara, seperti Swiss, Sri Lanka, Brasil dan di berbagai negara lainya.

Bisnis Menggurita

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan kasus kekerasan anak berupa eksploitasi dan perdagangan terus meningkat di tahun 2021. Berdasarkan data Simfoni PPA mengenai kekerasan terhadap anak dari 2019 hingga 2021, jenis Tindak Pidana Perdagangan Orang pada tahun 2019 adalah 111, kemudian kasus pada tahun 2020 adalah 213, sedangkan kasus pada tahun 2021 adalah 256 kasus. (Sindonews.com, 02/11/2021)

Perdagangan anak adalah salah satu bisnis ilegal yang sangat menjanjikan secara materi. Bisnis ini menjadi catatan hitam di setiap negara. Pemerintah tidak tinggal diam. Namun, sekalipun ada peraturan yang melarang dan memberi sanksi pelakunya, hal ini seakan tidak digubris. Sebagaimana dengan disahkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Tahun 2017, tidak lantas dapat menekan maraknya kasus yang terjadi.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa bisnis ini tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat dari dahulu hingga sekarang. Pertama, faktor keluarga, adanya kondisi ketidakmampuan finansial dari keluarga untuk membesarkan anaknya yang kemudian mengambil jalan pintas dengan menjual anaknya kepada orang yang dianggap mampu memberikan penghidupan untuk anaknya. Ada juga kasus kelahiran anak di luar nikah yang kemudian sengaja dititipkan kepada oknum panti asuhan atau yayasan yang tidak bertanggungjawab hingga berpeluang diperjualbelikan.

Kedua, faktor kondisi masyarakat yang tidak bertanggungjawab. seperti maraknya kasus penculikan anak yang bertujuan untuk dijual atau dieksploitasi. Ini merupakan tindakan kriminal yang dilakukan untuk mendukung tindakan kriminal lainnya.

Ketiga, faktor negara atau pemerintah. Adanya aturan serta sanksi yang dicanangkan untuk melindungi anak dari kasus perdagangan orang, kiranya tidak membuat jera para pelaku. Mereka masih berani memanfaatkan celah dan peluang dari lemahnya sistem pemerintahan dalam menanggulagi kasus perdagangan anak. Ini catatan penting yang perlu diperhatikan oleh rezim saat ini.

Ketiga faktor di atas adalah cerminan bagaimana kondisi masyarakat kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Akibat yang lebih berbahaya jika perdanggangan anak terutama untuk kepentingan adopsi dilakukan dengan merubah identitas anak dan merubah nama orang tua, hal ini akan merusak nasab anak tersebut. Dan ini jelas melanggar syariat Islam. Seperti yang terjadi pada kasus adopsi ilegal pada masa lalu.

Akar Masalah

Adanya kasus perdagangan manusia termasuk di dalamnya perdagangan anak, menunjukkan bagaimana rusaknya tatanan kehidupan masyarakat baik skala individu, keluarga bahkan masyarakat itu sendiri. Perkara ini bukanlah sekadar permasalahan baik atau buruknya perilaku secara personal, namun kerusakan perilaku secara sistemis. Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan kondisi masyarakat ada pada level kerusakan seperti sekarang ini. Yaitu pertama, pola pikir masyarakat semakin pragmatis tidak peduli lagi perkara halal atau haram. Yang menjadi tujuan hanyalah materi dan keuntungan belaka. Mereka tak peduli, meskipun harus melanggar syariat Islam.

Kedua, penghargaan masyarakat semakin luntur kepada manusia, karena memperlakukan manusia seperti barang dagangan lainya semisal ayam atau kerbau.

Namun, perlu diingat bahwasanya sikap pragmatis dan antikemanusiaan yang tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat yang notabene mayoritas muslim, bukanlah tanpa sebab. Kedua perkara ini hanya dapat tumbuh subur dalam masyarakat karena rezim yang berkuasa saat ini mengadopsi sistem demokrasi-sekular. Karena dalam masyarakat demokrasi-sekuler yang tidak menerapkan syariat Islam, pragmatisme dan sikap antikemanusiaan akan menemukan lahan subur pada pilar pengokoh ideologi kapitalisme ini.

Oleh karena itu, solusi untuk perdagangan manusia termasuk di dalamnya perdagangan anak tidaklah cukup dengan penegakan hukum (law enforcement) oleh kepolisian dan aparat hukum lainnya. Namun, harus dilakukan perubahan tatanan kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Dari masyarakat demokrasi-sekuler yang anti terhadap syariat Islam berkaitan dengan sistem dan tatatan nilainya, menjadi masyarakat islami yang mengutamakan nilai kebajikan berasaskan syariat Islam. Karena hanya dengan penerapan ajaran Islamlah, masyarakat akan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, bukan antikemanusiaan seperti peradaban kafir penjajah yang kejam dan biadab.

Pandangan Islam

Apa pun yang menjadi alasannya, perdagangan anak adalah perkara yang diharamkan oleh ajaran Islam. Sebagaimana sabda Rasullulah dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : Allah berfirman: “Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada hari kiamat nanti; seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku kemudian berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya…"

Sedangkan untuk perkara adopsi adalah hal yang diperbolehkan dalam Islam. Dengan syarat tetap mengikuti ketentuan hukum syarak. Seperti tanpa menghilangkan nasab anak tersebut karena berkaitan dengan perwalian ketika menikah jika anak tersebut perempuan, ataupun nantinya berkaitan dangan perkara waris, bahwa anak adopsi tidak berhak mendapatkan waris dari orang tua angkatnya. Selain itu, anak adopsi harus tetap diperlakukan sebagai ajnabi (bukan mahram) bagi istri atau suami. Dan yang terpenting, niat adopsi semata-mata karena ingin menolong untuk mendapatkan rida Allah ta'ala.

Adopsi yang sampai tataran menghilangkan nasab, haram hukumnya menurut syariat Islam. Karena ini berkaitan dengan hukum syarak yang melekat padanya nanti. Jati diri seorang muslim harus tetap melekat padanya agar tidak terjadi pelanggaran syariat atas siapa saja yang boleh dinikahi dalam Islam. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah ta'ala surah An-Nisa' ayat 23, yaitu haram menikahi ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan dari bapak, saudara perempuan dari ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari saudara perempuan, ibu persusuan, saudara persusuan, mertua, anak tiri yang ibunya sudah dicampuri, menantu, kemudian tidak boleh menikahi kakak beradik dalam waktu bersamaan. Itulah yang diharamkan untuk dinikahi dalam syariat Islam.

Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah, akan menjaga setiap individu agar tidak terjerumus pada pelanggaran hukum syarak. Peran pemerintahan adalah sebagai perisai bagi kehidupan masyarakatnya. Khalifah bertanggungjawab secara penuh atas kebutuhan pokok masyarakat. Bagi para laki-laki yang memiliki kesulitan mencukupi nafkah orang-orang yang menjadi kewajibannya, khilafah akan memudahkan dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga tidak akan ada kasus anak dijual oleh orang tuanya.

Begitu pula dalam kehidupan masyarakat, setiap individu masyarakat akan jaga oleh pemerintahan Islam akan ketaatanya terhadap hukum syarak. Khilafah akan mencegah individu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi. Khilafah juga akan memberikan hukuman yang tegas bagi setiap individu atau kelompok masyarakat yang terlibat dalam aktivitas perdagangan manusia. Begitulah khilafah dalam menjaga dan memuliakan manusia. Wallahu'alam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
drh. Lailatus Sa'diyah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Sistem Kapitalisme Mengurusi Rakyat dengan Setengah Hati
Next
Nikah Beda Agama: Agenda Liberalisasi, Pluralisme, dan Deislamisasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram