Hidup Pilu Seorang Ibu, Butuh Solusi yang Tak Halu

"Pentingnya seorang ibu menginternalisasikan keimanan dalam dirinya dengan pemahaman bahwa anak adalah karunia dari Allah Swt. dan juga amanah yang wajib dijaga agar mereka terpelihara selayaknya. Dari kejadian ini, sebetulnya tak cukup jika kita memandang masalah ini hanya dari segi aspek kejiwaan dan solusi dengan perbaikan kejiwaan individu pelakunya. Belum lagi, sistem ini telah menampakkan ketidakberdayaannya untuk menghapus semua faktor (sistemis) yang mentrigger masalah kejiwaan kaum ibu."

Oleh. Ahsani Annajma
(Penulis dan Pemerhati Sosial)

NarasiPost.Com-Tragedi pembunuhan yang terjadi di lingkaran keluarga seringkali terjadi. Berbagai motif tindakan yang dilakukan pun beragam, ada yang karena cemburu, depresi, hingga masalah impitan ekonomi. Namun, nasi telah menjadi bubur, segala sesuatu yang telah terjadi tak dapat dikembalikan, nyawa telah melayang, penyelasan datang membayang, ada rasa pilu yang menyambar, hingga rasa sesak di dada yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Ketika Ibu Mengalami Depresi

Ibu mana yang tega menghabisi nyawa anaknya sendiri? Media sosial gempar dengan pemberitaan peristiwa memilukan. Seorang ibu muda sebutlah KU, berusia 35 tahun di daerah Brebes, Jawa tengah, tega menganiaya tiga buah hatinya dengan senjata tajam (20/3/2022). Akibat perbuatanya itu, satu anak meninggal dan dua orang anak lainnya mengalami luka serius di leher dan dada. Hal serupa juga pernah terjadi di Bandung beberapa tahun lalu, di mana seorang ibu membunuh tiga anaknya hingga tewas. Bahkan ada kisah seorang ibu yang tega membakar anaknya sebelum meregang nyawa.

Menurut pengakuannya, ibu berinisial KU tega meganiaya anaknya lantaran motif ekonomi, ia tidak ingin anak-anaknya merasakan susah hidup miskin dari kecil, seperti yang dirasakan dirinya selama puluhan tahun. Mati adalah cara dia menyelamatkan anak-anaknya dari kemiskinan. Selain itu, pelaku diduga mengalami depresi hingga membuatnya tega melakukan hal tersebut kepada anaknya, “Saya ini nggak gila, saya hanya ingin disayang suami. Saya nggak sanggup kalau suami saya sering nganggur”. Selain itu, sejak kecil ia mengaku telah dikurung oleh orang tuanya di kamar, dan kurang mendapatkan rasa kasih sayang.

Peristiwa nahas ini menyita perhatian publik, fenomena kasus seorang ibu yang menghilangkan nyawa anak kandungnya lantaran depresi bukanlah hal baru, melainkan perilaku ini makin tumbuh subur. Tindakan ini sama sekali tak dibenarkan apa pun alasannya, dan termasuk tindakan kriminal. Namun, ada poin penting yang harus menjadi perhatian serius kita bersama adalah depresi pada istri.

Depresi merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan penderita merasa terus-menerus sedih. Berbeda dengan kesedihan biasa yang umumnya berlangsung selama beberapa hari, perasaan sedih pada depresi dapat terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama hingga bertahun-tahun. Selain memengaruhi perasaan atau emosi, depresi juga dapat menyebabkan masalah fisik, mengubah pola berpikir, serta mengubah pola perilaku penderitanya. Tidak jarang, penderita depresi sulit menjalani aktivitas sehari-hari secara normal, karena terdapat gangguan berpikir. Bahkan pada kasus tertentu, depresi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama dan tidak tercover dengan segera, akan menyebabkan tindakan menyakiti orang lain, diri sendiri, hingga pada taraf percobaan pembunuhan.

Fakta ini sangat selaras dengan kejadian yang dialami oleh KU. Ia pernah mengalami luka pengasuhan di masa kecil, saat ini ia dalam kondisi LDR (berhubungan jarak jauh) dengan suami, sedangkan ia sangat membutuhkan sosok sang suami untuk berbagi rasa dalam mendidik dan membesarkan tiga orang anak. Ditambah, ia harus mencari tambahan uang sendiri. Fatalnya, imbas dari depresinya seorang ibu seakan menjadi “neraka” bagi seorang anak. Penyiksaan sampai pembunuhan adalah peristiwa yang tak terelakkan dan ada kepuasan setelah melakukannya. Namun, apa saja faktor yang memengaruhi mental seorang ibu hingga melakukan tindakan menyimpang, sampai-sampai tega menghabisi nyawa sang buah hatinya?

Menikah Butuh Kesiapan

Bicara depresi, artinya pada saat kondisi sulit melilit, dengan keterbatasannya ilmu untuk memahami dan membendung gejolak hawa nafsu dalam diri. Enggan berbagi rasa karena sifat introvert, juga lingkungan yang mendukung, sehingga terekspresikan dalam sebuah tindakan yang merugikan dan membahayakan sang anak. Rumit dan sulit, tak jarang mereka pun bertindak abnormal (tidak waras) seakan semua pintu penyelesaian masalah tertutup untuknya. Ia tak siap dengan permasalahan yang menghampiri.

Ternyata, memiliki tsaqofah (ilmu-ilmu Islam) untuk mewujudkan rumah tangga sakinah, mawaddah, warohmah itu sangat penting dari masing-masing pasangan dalam mewujudkan cita-cita tersebut, mengingat dalam rumah tangga banyak permasalahan yang akan timbul. Bagaimana mungkin semua persoalan itu bisa diselesaikan, jika tidak ada persiapan sebelumnya? Maka disinilah letak urgensinya ilmu bagi seorang yang hendak menikah, baik laki-laik maupun wanita.

Diwajibkannya pula bagi setiap muslim untuk mencari ilmu, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad)

Perlu diketahui bahwa tidaklah mudah untuk menyatukan dua isi kepala untuk memiliki visi dan misi yang sama. Untuk itu perlu adanya persiapan yang matang mulai dari persiapan ilmu (tsaqofah Islam), emosional, hingga finansial. Dengan begitu, permasalahan yang akan muncul pun dapat diminimalisasi.

Jika kita siap menikah, pastikan kita telah memperbanyak belajar ilmu-ilmu agama, seperti mendatangi kajian Islam, membaca buku parenting dan terkait dengan pernikahan, mendengarkan ceramah tentang bagaimana menjadi seorang pasangan yang baik, serta belajar bagaimana tindakan yang harus dilakukan jika berhadapan dengan suatu masalah. Dengan begitu, kita akan tahu banyak hal dan memiliki berbagai sudut pandang yang dapat diaplikasikan setelah menikah. Setelah belajar tentang manajemen pernikahan, penting bagi tiap pasangan untuk mengetahui hak dan kewajiban suami dan istri, mulai dari belajar ilmu-ilmu fikih, ilmu parenting yakni ilmu seputar mengurus dan mendidik anak, termasuk masalah maisyah (nafkah yang halal).

Menikah berarti memutuskan menjalani kehidupan baru, artinya pengeluaran dan kebutuhan ditanggung oleh keduanya. Oleh sebab itu, pastikan kita sudah siap secara materiil, terutama bagi seorang laki-laki yang nantinya akan menafkahi keluarga. Dengan demikian, ekonomi tidak lagi menjadi bumerang dan permasalahan setelah menikah.

Fakta di lapangan, permasalahan terkait emosi pun seringkali mengikis sebuah rumah tangga. Jika hendak membersamai seseorang untuk menemanimu seumur hidup, pastikan sebagai seorang istri harus mampu untuk mengalah, menoleransi, serta menerima kekurangan pasangan, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap mental menjalain kehidupan baru. Sudahkah kamu memenuhi persiapan-persiapan tersebut? Teringat perkataan Ibnu Qayyim Rahimahullah, “Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Dan orang yang berjalan tanpa penuntun, akan mendapatkan kesulitan dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia dapat selamat, namun itu jarang. Bagi orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan mendapat celaan.”

Mengembalikan Islam dalam Kehidupan

Oleh karenanya, permasalahan ini tidak dapat dianggap remeh dan tidak seharusnya hanya ibu yang disalahkan, meskipun tidak ada pembenaran terhadap tindakan yang dilakukan karena merupakan perbuatan kemaksiatan, dan dosa besar telah menghilangkan sebuah nyawa. Kasus berulang ini tak cukup disolusi dengan perbaikan kejiwaan individu pelakunya. Sejatinya, ada krisis iman di dalam diri seorang ibu yang melakukan pembunuhan kepada anaknya di alam kapitalisme, semestinya meneguhkan keimanan kita bahwa sistem kehidupan selain Islam hanya membuat sengsara dan menderita.

Akibat penerapan sistem inilah kehidupan sosial dan ekonomi juga terpuruk. Tentu saja pihak yang paling banyak menjadi korban ialah wanita dan anak-anak. Khususnya para anak, yang telah dirampas kemurnian jiwa dan hak hidup mereka. Dari kasus yang berulang dan menjadikan anak-anak sebagai korban, semestinya menjadi pelajaran berharga untuk setiap orang tua yang notabene mereka adalah seorang muslim. Harus dipahami bersama, bahwa anak-anak yang terlahir bukanlah sekadar hiburan bagi kedua orang tua dan juga bukanlah sebuah beban yang akan menyulitkannya di masa depan.

Pentingnya seorang ibu menginternalisasikan keimanan dalam dirinya dengan pemahaman bahwa anak adalah karunia dari Allah Swt. dan juga amanah yang wajib dijaga agar mereka terpelihara selayaknya. Dari kejadian ini, sebetulnya tak cukup jika kita memandang masalah ini hanya dari segi aspek kejiwaan dan solusi dengan perbaikan kejiwaan individu pelakunya. Belum lagi, sistem ini telah menampakkan ketidakberdayaannya untuk menghapus semua faktor (sistemis) yang mentrigger masalah kejiwaan kaum ibu. Alhasil, perlu adanya upaya sistemis untuk mengambil tindak pencegahan, penyelesaian, dan pemberian sanksi terhadap pelakunya.

Potret kehidupan sosial dan keluarga muslim hari ini hanyalah duplikasi budaya masyarakat Barat yang mengabaikan nilai-nilai keimanan dan memuja sekularisme. Jika sistem kapitalisme yang mengusung liberalisme telah terbukti justru melahirkan seorang ibu yang rapuh pemahaman Islamnya, sudah selayaknya sistem ini dibuang jauh-jauh dari kehidupan. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang mampu melindungi dan mengayomi umatnya yang datang dari Sang Khalik sekaligus sebagai Al-Mudabbir (pengatur).[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ahsani Annajma Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bagaimana Memilih Diksi yang Tepat
Next
Mukjizat yang Senantiasa Terjaga
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram