"Jangan membatasi misi kita hanya sekadar di dunia saja, tetapi juga harus jauh sampai ke masa depan yang sebenarnya. Masa depan yang harusnya menjadi fokus kita adalah surga. Bukan lagi dunia yang menjadi tujuan kita karena ia hanya sementara belaka."
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Adakah orang yang ingin mendapatkan kerugian dalam usahanya? Tentu tak ada seorang pun yang mau merugi dalam berusaha. Sudah alamiahnya, untung menjadi hal yang ingin diraih manusia.
Berbagai cara dilakukan orang supaya keuntungan terus diperoleh. Investasi menjadi salah satu cara untuk mendapatkan keuntungan lebih. Dari harta yang dimilikinya, seseorang berinvestasi supaya harta tersebut bisa produktif dan menghasilkan keuntungan yang akan menambah pundi-pundi kekayaannya.
Dalam dunia kapitalisme sekarang ini, orang dituntut memusatkan perhatiannya pada manfaat semata. Tanpa melihat yang lainnya, terutama prinsip agama, manusia didorong melakukan segala cara untuk meraih manfaat tertentu. Konsekuensinya, apa pun menjadi sah dilakukan agar tujuan bisa tercapai.
Manfaat di atas segalanya. Keuntungan menurut persepsi masing-masing pun dikejar dengan berbagai macam upaya. Aturan dibuat untuk memuluskan jalan menuju tujuan. Tak jarang, aturan disesuaikan supaya bisa meraih tujuan yang telah ditargetkan. Tak heran bila aturan bisa berubah kapan pun diinginkan. Tak ada aturan dan prinsip baku selain manfaat itu sendiri.
Ini berbeda dengan Islam yang amat memperhatikan aturan. Bukan aturan manusia yang mudah berganti dan disesuaikan, melainkan aturan baku dari Sang Pencipta kehidupan. Setiap perbuatan kita selalu terikat dengan aturan yang telah Dia tetapkan. Karena apa yang kita miliki adalah kepunyaan-Nya, maka sudah sepantasnya kita memperlakukannya menurut apa yang Dia perintahkan. Tidak boleh sembarangan.
Demikian pula halnya dengan harta yang kita punya. Sesungguhnya, ia adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita. Dalam mengelola atau memanfaatkannya harus sesuai dengan cara-cara yang dibenarkan oleh-Nya. Pembelanjaan dan pengembangan harta haruslah menurut koridor syarak. Melakukan yang halal dan meninggalkan yang haram adalah patokannya.
Syariat menetapkan bagaimana muslim membelanjakan hartanya. Bukan semata untuk memenuhi kebutuhan atau mengejar keuntungan, melainkan bagaimana harta tersebut membawa keberkahan bagi manusia. Harta yang dikeluarkan untuk menafkahi keluarga, membayar zakat, membayar gaji pegawai, infak di jalan Allah, dan yang lainnya merupakan investasi yang sangat menguntungkan. Ini karena dimensinya bukan hanya duniawi, melainkan juga ukhrawi. Selain menyenangkan manusia yang mendapatkan manfaat dari harta tersebut, tetapi juga memberikan pahala berlipat ganda bagi yang menafkahkannya. Harta yang dikeluarkan untuk kepentingan di jalan Allah akan berkembang dan memperoleh balasan yang besar dari Allah, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 261: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) mereka yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah, Dialah yang melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang dikehendaki. Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Jangan membatasi misi kita hanya sekadar di dunia saja, tetapi juga harus jauh sampai ke masa depan yang sebenarnya. Masa depan yang harusnya menjadi fokus kita adalah surga. Bukan lagi dunia yang menjadi tujuan kita karena ia hanya sementara belaka. Sudah saatnya kita berpikir dan bertindak cerdas dengan mengalihkan perhatian kepada sesuatu yang bersifat kekal. Rubah pikiran dan perilaku kita dari berlelah-lelah mengejar dunia menjadi bersungguh-sungguh dalam menggapai surga-Nya.
Harta yang kita miliki, manfaatkanlah sebaik mungkin agar bisa mengangkat derajat kita di hadapan-Nya. Tujuan kita dan keberadaan harta yang kita punya tak lain adalah demi meraih rida-Nya. Setiap yang kita lakukan dengan harta tersebut adalah untuk-Nya saja. Bukan lagi sekadar membantu sesama, karena kita senang menolong, untuk memuaskan diri sendiri, apalagi mengejar materi, melainkan mendapatkan pahala yang berlimpah dari Sang Mahakuasa.
Dengan membelanjakannya untuk hal-hal yang wajib maupun sunah seperti sedekah, harta itu akan terus mengalirkan pahala hingga membawa pemiliknya ke tempat terindah di surga. Bila kita memiliki kesempatan untuk melakukan sebanyak mungkin amal kebaikan dengan harta kita, maka jangan disia-siakan. Mungkin harta akan berkurang, bahkan habis, namun jika kita niatkan untuk-Nya, Allah akan mengganjar dengan luar biasa. Ingatlah kita dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut: “Orang yang berinfak di jalan Allah akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga yang berseru: ‘Wahai hamba Allah, kemarilah menuju kenikmatan.’ Jika ia dari golongan yang suka mendirikan salat, maka ia akan dipanggil dari pintu salat; yang berasal dari kalangan mujahid, akan dipanggil dari pintu jihad; jika berasal dari golongan yang suka sekali bersedekah, maka akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Diri kita, harta, dan seluruh hidup kita menjadi modal dalam berinvestasi di ladang akhirat. Jiwa, raga, dan pikiran kita yang sehat adalah modal untuk beramal sesuai tuntunan syariat. Harta yang kita miliki, investasikanlah ia pada perniagaan yang tak akan pernah merugi, yakni di jalan Allah. Ilmu yang kita kuasai, ajarkan dan amalkan supaya kebaikannya terus mengalir tiada henti. Hidup kita yang hanya sekali dan sejenak ini, curahkanlah untuk menggapai rida-Nya di segala sisi. Mempersiapkan generasi yang saleh agar menjadi penerus dalam kebaikan. Setiap manusia akan berakhir dalam kematian, namun kebaikan yang dilakukan semasa hidup tak akan pernah lekang oleh zaman. Sabda Rasulullah yang tercinta selalu menjadi pengingat kita bahwa: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan kepadanya.” (HR. Muslim)
Kepada Allah sajalah kita memohon segala pertolongan dan perlindungan. Semoga Allah senantiasa menjaga langkah kita agar tetap lurus di jalan-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawwab[]