Secara bisnis dan ekonomi jelas dampak perang tersebut telah mengubah tatanan perekonomian di Indonesia. Dan berbagai kenaikan harga pun tidak mampu dihindari oleh negara karena bentuk kerja sama yang dibangun antarnegara dan terganggunya jalur perdagangan luar negeri. Selain itu, pergerakan ekonomi di Indonesia yang dipengaruhi oleh ideologi neoliberal memiliki andil dalam penetapan harga setiap komoditas yang dipasarkan ke tengah masyarakat.
Oleh. Ageng Kartika
(Pemerhati Sosial)
NarasIPost.Com-Berbagai komoditas mengalami kenaikan harga, yaitu gas elpiji, bahan pangan, BBM (bahan bakar minyak), hingga emas mendominasi pemberitaan. Alasan yang dikemukakan bahwa kenaikan ini sebagai implikasi perang Rusia-Ukraina yang hingga detik ini belum menunjukkan akan segera mereda dan usai. Mengapa bisa dihubungkan perang antara Rusia-Ukraina dengan perekonomian di Indonesia?
Dilansir dari media cnbcindonesia.com, Senin (7/3/2022), hubungan perang Rusia- Ukraina dengan kenaikan berbagai harga di Indonesia disebabkan butterly effect (efek kupu-kupu). Perang keduanya yang disertai blokade dan sanksi perekonomian telah menimbulkan efek yang berat bagi ekonomi dunia. Ukraina memiliki GDP sebesar US$ 164,5 miliar dan Rusia memiliki GDP sebesar US$ 1.709,6 miliar. Dengan ukuran GDP saja, Ukraina dan Rusia telah menunjukkan besarnya pengaruh perekonomian kedua negara pada ekonomi dunia. Beberapa negara telah memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Rusia yang berdampak pada keseimbangan permintaan dan penawaran terganggu secara global.
Butterfly effect merupakan perubahan kecil sebuah kondisi pada saat awal, namun dapat mengubah secara drastis sebuah sistem dalam jangka panjang. Dalam hal ini perang sebagai awalnya akan mengalami perubahan besar yang signifikan karena terjadi efek-efek yang mengikutinya selama perang berlangsung, seperti pengerahan pasukan, guncangan perekonomian, dan sebagainya. Tidak bisa dimungkiri hubungan politik dan perdagangan luar negeri yang melibatkan berbagai negara pun terimbas. Negara yang memiliki kerja sama dengan Rusia dan Ukraina akan mengalami kemandekan karena proses blokade dan sanksi perekonomian yang diterapkan. Inilah yang sekarang dirasakan oleh Indonesia, terimbas perekonomiannya akibat perang ini.
Dampak beban perekonomian akibat perang Rusia – Ukraina bagi negara-negara lain termasuk Indonesia sangat terasa. Meningkatnya harga sejumlah komoditas akibat gangguan dari segi suplai, otomatis keuangan negara terbebani dengan menanggung beban subsidi sejumlah komoditas tersebut. Dikutip dari media m.bisnis.com, Senin (7/3/2022) Chief Economist Permata Bank, Joshua Pardede, menyampaikan APBN 2022 cenderung fleksibel dalam artian jika konflik Rusia-Ukraina terus berlanjut dan berkepanjangan, akibatnya kenaikan harga BBM misalnya terus meningkat. Maka, pemerintah perlu mendorong press adjusment, tujuannya untuk membatasi dampak kenaikan harga termasuk BBM terhadap masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Secara bisnis dan ekonomi jelas dampak perang tersebut telah mengubah tatanan perekonomian di Indonesia. Dan berbagai kenaikan harga pun tidak mampu dihindari oleh negara karena bentuk kerja sama yang dibangun antarnegara dan terganggunya jalur perdagangan luar negeri. Selain itu, pergerakan ekonomi di Indonesia yang dipengaruhi oleh ideologi neoliberal memiliki andil dalam penetapan harga setiap komoditas yang dipasarkan ke tengah masyarakat. Bagaimana bentuk kepemilikannya dikuasai hampir sebagian besar oleh pihak swasta baik asing maupun lokal. Negara tidak berperan dalam pengelolaan komoditas tersebut, hanya bertindak sebagai regulator saja. Tak heran, jika ada gonjang-ganjing menerpa berbagai komoditas di tengah masyarakat, negara pun mengantisipasinya dengan pemberian bantuan tunai, misalnya, kepada masyarakat. Solusi yang diterapkan bersifat parsial.
Bagaimana solusi mengatasi berbagai kenaikan komoditas ini? Dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam. Di mana negara sebagai pusat pengaturan seluruh urusan rakyat, kebijakannya semua terpusat untuk rakyat, bukan selainnya. Ada Baitul Mal sebagai wadah pengelolaan APBN, dengan sumber pemasukan yang besar dari kharaj, fai, shadaqah, dan kepemilikan umum. Haram swasta, baik lokal ataupun asing, mengelola kepemilikan umum sehingga bertambah besar pemasukan Baitul Mal. Kerja sama dengan negara lain tidak menjadikan Islam diintervensi, baik dari segi politik dan ekonominya. Maka, negara mampu mandiri dan tidak terimbas besar oleh konflik yang terjadi di luar kekuasaannya. Wallahu’alam bishawab.[]