Anak-Anak Malas Belajar? Telusuri Yuk!

"Bisa jadi anak tidak paham kenapa harus belajar. Tidak mengerti reasoning-nya. Bahwa belajar alias menuntut ilmu itu perkara utama yang disukai Allah dan besar ganjarannya, anak tidak tahu itu. Bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu dibanding mereka yang tak berilmu, anak tak paham itu. Bahwa dengan ilmu anak akan mampu menggenggam dunia, mengelolanya dengan sebaiknya sehingga melahirkan rahmat untuk semesta, anak tidak menangkap maksud itu."

Oleh. Rizki Sahana

NarasiPost.Com-Anak-anak belajar dengan wajah berbinar atau masih suka uring-uringan, Bun? Hihi, Bunda gak sendirian, banyak yang mengalaminya, termasuk saya. Evaluasi bareng-bareng yuk!

Pertama, bisa jadi anak gak paham kenapa harus belajar. Gak ngerti reasoning-nya. Bahwa belajar a.k.a menuntut ilmu itu perkara utama yang disukai Allah dan besar ganjarannya, anak gak tahu itu. Bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu dibanding mereka yang tak berilmu, anak gak paham itu. Bahwa dengan ilmu anak akan mampu menggenggam dunia, mengelolanya dengan sebaiknya sehingga melahirkan rahmat untuk semesta, anak gak menangkap maksud itu. Bahwa ilmu akan mengantarkannya menjadi pribadi saleh sehingga Allah mudahkan jalannya ke surga, anak gak mencerna semua itu. Bahkan anak gak tahu bahwa penghuni langit selalu mendoakan para penuntut ilmu, hingga ikan-ikan pun memintakan ampun atas mereka.

Maka supaya anak senang belajar, sampaikan reasoning-nya, kenapa dia harus belajar. Menyampaikannya bukan dalam waktu kebut semalam a.k.a SKS (Sistem Kebut Semalam) ya, Bun. Butuh proses, butuh waktu, butuh keseriusan kita merancang dan mengeksekusinya.

Kedua, bisa saja karena konten materinya membosankan juga jauh dari ekspektasi anak. Materi yang sama diulang-ulang, bentuknya semata dogma atau doktrin, jadi semacam hafalan begitu, sehingga gak memberi ruang untuk anak berpikir. Materinya pun gak kontekstual, gak hidup, gak mengikuti tren fakta dan tantangan zaman yang ada di hadapan anak. Sehingga gak terjalin koneksi antara konten belajar dengan jiwa anak.

Misal, materi sains tentang tata surya. Jika bentuknya hanya hafalan seperti menghafal definisinya, nama-nama planet sesuai urutan jauh-dekat dari matahari, karakteristik masing-masing planet dan berapa jumlah satelit pada masing-masingnya, wuaaah dijamin anak-anak pada ngantuk dan pasang muka bebek. Hihii, ini pengalaman saya sih. Mereka tampak bosan dan gak bergairah sama sekali.

Berbeda jika belajar tata surya kita kaitkan dengan fakta penciptaan alam semesta. Bahwa bumi dan planet-planet senantiasa beredar mengelilingi matahari di garis edarnya dengan super rapi, gak bergeser sedikit pun dari tempatnya. Kemudian kita lontarkan pertanyaan-pertanyaan menggelitik yang merangsang fungsi nalarnya. Mengapa tata surya bisa demikian teratur dan apa akibatnya jika benda-benda langit dalam tata surya tersebut keluar dari ketentuan pergerakannya, misalnya. Pertanyaan lainnya seperti, kenapa bumi sangat cocok dijadikan tempat tinggal bagi seluruh makhluk, termasuk manusia? Seperti apa karakter khusus pada bumi yang tak dimiliki planet-planet lainnya, dan bagaimana karakteristik planet-planet lain yang mustahil ditinggali makhluk hidup? Terus, alien yang katanya tinggal di planet Mars itu beneran ada gak, sih?? Hihii, yang terakhir ini bumbu aja, ya, untuk mengaktifkan akal anak sekaligus mencairkan suasana.

Maka konten yang dinamis, yang faktual, juga kontekstual semacam ini, akan sangat menarik bagi anak-anak. Bahkan mereka akan khusyuk menyimak, kemudian penasaran. Mereka akan terstimulasi untuk bertanya, bertanya, dan bertanya. Nah, pertanyaan-pertanyaan yang lahir dari keingintahuan besar inilah yang menjadi jendela bagi kita untuk menanamkan pengetahuan sekaligus keimanan yang kuat pada diri anak, yakni mengkaitkan setiap bahasan atau pertanyaan mereka dengan akidah.

Next ketiga, yang bisa membuat selera belajar anak menurun adalah penyajian materi yang kurang menarik. Ibarat makanan enak, jika disajikan secara asal-asalan, diletakkan di piring yang tampak kotor dan tak terawat misalnya, maka sedikit atau banyak akan menurunkan nafsu makan. Begitu juga dengan konten yang 'bergizi'. Jika disajikan dengan cara/teknik yang biasa saja, maka akan terasa hambar dan bikin ogah-ogahan.

Nah, bagaimana supaya penyajian materi jadi momen yang ditunggu-tunggu oleh anak? Kuncinya ada pada teknik komunikasi yang efektif. Yakni komunikasi yang gak menghasilkan gap pemahaman atau miss communication antara kita sebagai penyampai pesan, dengan anak sebagai penerima pesan. Selain itu, komunikasi efektif adalah komunikasi yang memberi pengaruh kepada anak, terutama membentuk mindset yang benar pada diri mereka, sehingga menjadi pijakan kuat bagi mereka dalam beramal.

Itu tadi tiga hal yang harus diperhatikan saat membersamai anak belajar. Bismillah, semoga Allah memberikan kemudahan untuk kita mengeksekusinya ya, Bun. Semangat![]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rizki Ika Sahana Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Beredar Ciri Penceramah Radikal, Framing Negatif Kembali Disematkan pada Islam
Next
Adakah Crazy Rich dalam Sistem Islam?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram