"Kasus asusila ini kian marak terjadi. Terlebih sudah ada tokoh-tokoh pendukung LGBT. Mereka memang disokong oleh kekuatan politik dan kekuatan dana, sehingga bisa tetap eksis dan dianggap biasa ada di tengah-tengah masyarakat. Hal yang tak kalah mengerikan adalah di beberapa negara, pernikahan sesama jenis sudah dilegalkan. Sebut saja Amerika, Taiwan, ataupun Thailand. Jangan sampai Indonesia ikut-ikutan latah, terlebih pada perbuatan maksiat seperti ini."
Oleh. Rufaida Aslamiy
NarasiPost.Com-Cinta sesungguhnya adalah fitrah sekaligus anugerah dari Allah Swt. Munculnya rasa kasih dan sayang, baik orang tua kepada anaknya, atau sebaliknya anak kepada orang tua, kepada lawan jenis, ataupun kepada sesama kaum muslim, itu adalah bentuk perwujudan adanya naluri berkasih sayang/melestarikan jenis (gharizah an-nau) pada diri manusia. Namun sayang hal ini dicederai oleh bejatnya nafsu manusia yang sudah melewati batas-batas norma yang ada. Bahkan cinta sesama jenis (LGBT/Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), atau disebut juga sebagai kaum pelangi ini benar-benar sudah meresahkan banyak kalangan, tak terkecuali para orang tua.
Seperti yang diberitakan akhir-akhir ini, pada Harian Republika disebutkan ada seorang penyuka sesama jenis melecehkan sebanyak 14 orang anak laki-laki di Tarakan, Kalimantan Utara (22/02/2022), dan ada juga berita viral dua remaja penyuka sesama jenis di Banjarnegara yang mempertontonkan video tak senonoh di sawah yang dibagikan di media sosial Facebook dan Instagram pada laman TVOneNews.com (04/02/2022).
Kasus-kasus semacam ini sudah banyak berseliweran di hadapan kita. Perilaku amoral dari kaum pelangi ini jelas merupakan bukti buruknya demokrasi yang diterapkan saat ini. Mereka akan tetap eksis selama ideologi sekuler kapitalis dan demokrasi yang menjadi turunannya diterapkan. Atas nama Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan berekspresi, perilaku ini “bak racun berbalut madu” yang mampu melenakan generasi di negeri ini, termasuk para petingginya. Mereka akan terus berkilah dan menjadikannya sebagai pembenaran. Bahkan ada upaya melegitimasi perilaku menyimpang ini. Padahal bukankah Allah Swt sudah memberikan pelajaran dalam QS. Ar-Ruum ayat 21: "Dan di antara tanda-tanda (kekekuasaan)-Nya ialah Dia menciptakan istri-istri untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
Betul sekali bahwa Allah menciptakan segala sesuatu itu berpasang-pasangan, begitu pun manusia, laki-laki dan perempuan. Dalam tafsir Jalalayn disebutkan tentang ayat ini adanya frasa terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir, yakni yang memikirkan tentang ciptaan Allah Swt. Ada beberapa poin yang harus diperhatikan, pertama bahwa Allah Yang Mahakuasa telah menciptakan manusia dengan pasangannya. Adam diciptakan dengan Siti Hawa, termasuk binatang sekalipun berpasang-pasangan yaitu jantan dan betina. Tapi hari ini kita saksikan bagaimana bejatnya manusia bahkan lebih hina daripada binatang dengan adanya fenomena kaum pelangi ini.
Kedua, bahwasanya ayat ini mengajak kita untuk berpikir. Allah Swt menjadikan berpasang-pasangannya manusia, kemudian menjadikan adanya rasa kasih dan sayang di antara keduanya adalah dengan maksud untuk melestarikan keturunan bukan yang lainnya, namun tetap dalam koridor syariat yakni lewat pernikahan saja. Aturan Islam tidak membebaskan atau bahkan meniadakan seperti halnya dalam sistem kapitalis ataupun komunis, tapi mengaturnya agar sesuai fitrah sehingga tidak tumbuh subur perilaku menyimpang seksual seperti ini. Dalam ayat lain yaitu Qur'an surat An-Nisa ayat 1 dan 2 bahwasanya Allah telah mengingatkan kita: “Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
Ada Upaya Sosial dan Politik untuk Melegitimasi Keabsahan Kaum Pelangi
Kampanye LGBT dengan mempromosikannya ke tengah-tengah masyarakat tidak bisa kita biarkan. Semua harus sadar bahaya dari penyimpangan seksual ini. Bahkan Islam sendiri memandang hal ini bukan sekadar penyimpangan seksual, tapi ini adalah bentuk pelanggaran syariat, para pelakunya harus dihukum dengan ganjaran yang setimpal. Jadi, tidak ada toleransi pelaku tersebut bagi seorang muslim.
Sudah begitu masifnya upaya mereka, mulai dari media sosial, hingga produk rumahan, komik, film, ataupun mainan anak-anak juga tak ketinggalan. Inilah wujud rusaknya sistem demokrasi sekuler yang kapitalistik, serba bebas dalam berperilaku dan tak memedulikan lagi aturan Allah.
Kasus asusila ini kian marak terjadi. Terlebih sudah ada tokoh-tokoh pendukung LGBT. Mereka memang disokong oleh kekuatan politik dan kekuatan dana, sehingga bisa tetap eksis dan dianggap biasa ada di tengah-tengah masyarakat. Hal yang tak kalah mengerikan adalah di beberapa negara, pernikahan sesama jenis sudah dilegalkan. Sebut saja Amerika, Taiwan, ataupun Thailand. Jangan sampai Indonesia ikut-ikutan latah, terlebih pada perbuatan maksiat seperti ini. Pada beberapa tahun yang lalu, dikutip dari BBC news.com (25/01/2022), Ketua MPR, Zulkifli Hasan, mengatakan bahwa ada lima fraksi yang mendukung legalisasi LGBT dan pernikahan sesama jenis. Apakah kita ingin mengundang murkanya Allah? Na’udzubillah tsuma na'udzubillah
Allah Swt memperingatkan dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, Rasulullah saw bersabda; “Apabila telah marak perzinaan dan praktik ribawi di suatu negeri (suatu kampung atau wilayah), maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diazab oleh Allah.” "(HR. Al-Hakim. Telah dikatakan bahwa sanad hadis ini shahih. Imam Adz-Dzahabi mengatakan, hadis ini shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan lighoirihi sebagaimana disebut dalam Shahih At-Targhib wa Tarhib, no. 1859)*
Akankah Terapi Konversi Menyembuhkan LGBT?
Sekelompok kecil psikoterapis berpikir bahwa homoseksualitas adalah sebuah penyakit mental yang membuat orang-orang menyukai sesama jenis. Sehingga mereka memiliki misi khusus untuk “menyembuhkan” mereka yang menderita — dengan sebuah terapi pembalikkan. Tujuannya untuk membantu para gay dan lesbian untuk mengubah orientasi seksual mereka dari homoseksual menjadi heteroseksual (penyuka lawan jenis).
Adapun terapi pembalikkan ini menggunakan metode penyiksaan seperti kejut listrik, atau memberi mereka obat perangsang mual sambil menunjukkan mereka gambar porno sesama jenis agar mereka bisa mengaitkan homoseksualitas dengan trauma pengalaman yang tidak menyenangkan. Bisa juga dengan bentuk penyiksaan-penyiksaan lainnya. Metode lain termasuk psikoanalisis atau terapi bicara, dan perawatan estrogen untuk mengurangi libido pada pria. (hellosehat.com, 02/07/2021)
Terapi pembalikkan dilakukan katanya agar gay bisa disembuhkan termasuk upaya penyiksaan. Tetapi ternyata terapi ini banyak ditolak terutama oleh mereka para pengusung LGBT. Alasan pertama mereka adalah terapi konversi masih dipertanyakan sisi legalitas, standar dan etika profesionalnya, berikut isu-isu yang lebih besar dari pertanggungjawaban terapis dan kesejahteraan pasien, yang berlaku untuk semua area praktik kesehatan mental. Terapi konversi juga dianggap bukan sebagai pengobatan psikologis utama, sehingga tidak pernah ada standar profesional atau pedoman konkret bagaimana hal itu dilakukan. (hellosehat.com, 02/07/2021)
Berikutnya adalah homoseksual saat ini tidak dianggap sebagai gangguan mental, sehingga American Psychological Association (APA) tidak merekomendasikan “menyembuhkan” ketertarikan sesama jenis dalam hal apa pun. Homoseksualitas telah lama dihapus dari kategori penyakit mental dalam buku pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) semenjak tahun 1973. Etika dunia psikologi dan kedokteran modern memerintahkan setiap tenaga profesional kesehatan untuk tunduk kepada metode pengobatan yang mendukung martabat manusia. Terapi konversi gay tidak memenuhi semua syarat ini. (hellosehat.com, 02/07/2021)
Kedua, terapi konversi dianggap oleh mereka tidak etis dan tidak bertanggung jawab, dianggap tidak ada bukti ilmiah kuat yang mampu menunjukkan bahwa orientasi seksual manusia dapat diubah. Bahkan terapi konversi bisa menghilangkan hasrat dan kecenderungan seksual, depresi, gangguan kecemasan, dan bunuh diri . Maka tidak aneh, para pengusung LGBT sangat berhasrat untuk melegitimasi keberadaan mereka dan mendapat perlindungan dari PBB seperti yang dilakukan National Center for Lesbian Rights (NCLR). Mereka telah mengajukan proposal kepada PBB dan menyegerakan keputusannya. (hellosehat.com, 02/07/2021)
Inilah alasan-alasan rasional yang coba mereka ungkapkan, bahwa seakan-akan terapi konversi ini akan menjadikan para pelaku kejahatan LGBT ini sebagai korban.
Islam Hadir Memberikan Solusi
Islam sebagai sebuah ajaran yang paripurna, mengganggap masalah LGBT sebenarnya adalah masalah sistemis, sehingga segala upaya pencegahan dan pemberantasan tindak kejahatan LGBT tak bisa dilakukan secara parsial (sebagian-sebagian), tetapi harus sistemis. Maka, peran negara sangatlah penting. Berharap pada sistem kapitalis sekuler yang meniadakan agama dari kehidupan, tentu sangat mustahil.
Islam menjelaskan bahwa proses penciptaan, baik laki-laki dan perempuan adalah untuk kelangsungan jenis manusia dengan segala martabatnya, sebagaimana ditegaskan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 1. Maka, pemenuhan terhadap orientasi seksualitas yang ada pada diri manusia dan dibenarkan adalah melalui pintu pernikahan yang sah dalam kacamata syarak saja. Sehingga pernikahan di luar itu jelas diharamkan.
Inilah potret buruk dari penerapan sistem demokrasi yang kian merusak. LGBT apa pun bentuknya, semuanya adalah perilaku seks yang menyimpang, dan tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang normal, melainkan perilaku kejahatan semata. Selain menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia, LGBT telah nyata menyebabkan lahirnya penyakit-penyakit menular seksual, baik itu gonorhoe/sipilis, HIV AIDS, dan penyakit menular seks lainnya hingga kanker sarcoma kaposi (kanker kelenjar getah bening). Sehingga tidak boleh dilindungi dan diberikan ruang dengan dalih apa pun. Seperti sabda Rasulullah saw: “Dilaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual)” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas)
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan akan menjadikan negara menjalankan peran dan fungsinya sebaik mungkin, dan memberlakukan hukum syarak secara tegas, dan menghukum siapa aja yang berani melanggarnya, termasuk pelaku LGBT. Setiap individu warganya akan didorong untuk mempelajari akidah Islam dan membangun ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan keimanan yang kokoh dan ketakwaan tadi, maka mereka akan mampu membentengi diri mereka dari sikap ide liberal yang diusung para pemuja demokrasi ini.
Kemudian dari sisi negara, maka negara berkewajiban menanamkan ajara Islam, budaya, dan pemikiran yang islami di setiap warganya. Termasuk diterapkannya sistem pendidikan yang islami. Negara akan menutup semua situs-situs pornoaksi dan pornografi di tengah masyarakat, sehingga generasi muda akan terjaga dan terhindar dari media-media yang bisa merusak moralnya. Hal terakhir, dan tak kalah penting adalah negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku kejahatan LGBT sesuai syariat Islam. Sanksi yang diberikan disaksikan langsung oleh masyarakat, sehingga akan membuat jera para pelaku tindak kriminal tadi dan mencegah masyarakat lainnya untuk melakukan kejahatan serupa. Inilah fungsi jawazir dan jawabir dalam pelaksaan hukum Islam.
Menurut syariat Islam hukuman bagi LGBT adalah dijatuhkan dari gedung atau jurang yang tinggi hingga mati. Maka, dengan begitu LGBT akan mampu dicegah dan dihentikan, tentu hanya dengan sistem Islam. Inilah bukti bahwa asas berpikir dan penerapan syariat Islam berakal dan sangat jauh dari prinsip liberal, serta akan mejadikan manusi hidup mulia serta bermartabat. Wallohu’alam bi ash-showwab[]
Photo : Canva