"Lisan yang baik merupakan cerminan hati yang baik, begitu pula bila hati buruk maka lisan pun buruk. Lisan buruk akan menimbulkan musibah, dan merendahkan muruah pengucapnya, konsekuensinya berdosa bahkan bisa haram hukumnya bila perkataan itu melanggar hukum syarak."
Oleh Misnawati
(Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Islam mengajarkan kepada setiap umatnya untuk senantiasa menjaga lisan dari perkataan-perkataan buruk. Apabila pembicaraan itu sekiranya menyakiti orang lain dan bermuatan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, alangkah eloknya diam.
Apatah lagi, menjadi seorang figur publik atau orang yang sedang memikul amanah rakyat tentu akan menjadi lebih berhati-hati dalam menjaga etika, serta cerdas mengendalikan lisannya di mana pun berada atau dalam kondisi apa pun. Bukan malah membuat kisruh di tengah umat.
Berawal dari keinginan Kemenag mengatur volume pengeras suara di masjid yang tertuang pada SE No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Di beberapa media sosial maupun online, ucapan Menag Yaqut turut ramai mewarnai jagat maya. Namun, bukan komentar baik yang ditujukan kepadanya, justru sebaliknya. Pasalnya, Menag sebelumnya telah melontarkan perkataan yang jauh dari layak yakni membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.Tentu saja mengundang amarah umat Islam di negeri ini. Hal tersebut terungkap saat Yaqut berada di Pekanbaru ketika menjawab pertanyaan para juru tinta terkait aturan volume pengeras suara masjid (Suara.com, 24/2/2022).
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan keinginan Menag untuk mengatur volume pengeras suara. Jika saja cara penuturannya dengan bahasa yang ahsan, santun, serta alasan-alasan yang dikemukakan untuk mengatur volume suara masjid masuk akal. Tentu tak akan menjadi polemik di tengah umat.
Apa yang dilakukan Yaqut tak jauh berbeda seperti yang pernah dilakukan oleh Sukmawati beberapa waktu lalu, yang mengatakan suara kidung lebih indah dari suara azan. Namun, seiring waktu, kasus itu pun menghilang begitu saja bagai ditelan bumi (news.detik.com, 3/4/2022).
Buah penerapan sistem sekularisme, di mana sistem ini menghilangkan peran agama untuk mengatur kehidupan kecuali sebatas ibadah mahda. Menghendaki kebebasan dalam berkata apa pun tanpa ada yang boleh melarang meskipun perkataan itu menyinggung umat Islam. Sungguh sebuah kebebasan yang kebablasan. Akan sangat berbeda dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi toleransi.
Islam Menjaga Lisan
Islam sebagai ajaran sempurna, kamil dan syamil. Semenjak dibawa Rasulullah saw., Islam telah memerintahkan kepada umatnya untuk saling menjaga, menghormati kepada saudara seiman dan agama lain, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Kualitas diri dan hati seseorang akan tergambar dari lisannya, maka perhatikanlah apa-apa yang keluar dari lisannya. Apakah perkataan baik atau buruk yang terucap.
Lisan yang baik merupakan cerminan hati yang baik, begitu pula bila hati buruk maka lisan pun buruk. Lisan buruk akan menimbulkan musibah, dan merendahkan muruah pengucapnya, konsekuensinya berdosa bahkan bisa haram hukumnya bila perkataan itu melanggar hukum syarak. Oleh karenanya, sebagai orang beriman, hendaklah selalu cerdas menimbang-nimbang sebelum melontarkan perkataan.
Ulama Al-Imam Yahya bin Mua'adz ra. menuturkan, "Hati itu bagaikan periuk dalam dada, yang menampung isi di dalamnya. Sedangkan lisan itu bagaikan gayungnya. Lihatlah kualitas seseorang ketika dia berbicara. Karena lisannya itu akan mengambil apa yang ada dari dalam periuk yang ada dalam hatinya, baik rasanya itu manis, asam, segar, asin, atau selain itu. Rasa (kualitas) hatinya akan tampak dari perkataan lisannya." ( Hilyatul Auliya',10/63).
Betapa indahnya pesan ulama di atas agar orang beriman senantiasa mengendalikan lisannya dari perkataan unfaedah dan sia-sia. Sebab lisan merupakan cermin situasi hati seseorang.
Pada riwayat hadis at-Tirmidzi yang lain, Rasulullah saw. bersabda: "Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya."
Tentunya, sebagai orang beriman selalu berhati-hati dalam berbicara, tidak asal berbicara kecuali yang baik-baik saja. Cerdas memilih topik pembicaraan, bila tidak bermanfaat maka diam atau meninggalkannya.
Orang beriman meyakini adanya hari akhir (kiamat) dan pembalasan. Memahami setiap lisan buruk yang terucap telah tercatat dalam lembaran malaikat Atid, kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Islam agama agung dan mulia selalu mengingatkan kepada pemeluknya untuk menahan diri dari lisan buruk seperti mencela, adu domba, mencaci maki, memfitnah, merendahkan orang atau keyakinan pemeluk agama lain.
Sebagaimana Allah Swt. berfirman: "Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu yang terkenal kejahatanya." (QS al-Qalam: 11-13).
Sungguh jelas ayat di atas menjadi pengingat bagi orang beriman untuk senantiasa memperhatikan setiap ucapan yang keluar dari lisannya.
Apalagi di tengah gempuran kehidupan sekuler hari ini. Bila tak membekali diri dengan dengan iman, takwa dan ilmu Islam kafah, maka akan mudah terpengaruh dengan pemikiran dan budaya dari luar Islam.
Dengan meminta pertolongan dan penjagaan-Nya. Semoga orang-orang beriman senantiasa diberikan kemampuan oleh Allah Swt. untuk menjaga lisan dari perkataan dan perbuatan buruk yang di larang-Nya. Dengan harapan agar terhindar dari malapetaka, kehinaan di dunia dan akhirat.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Masyaallah naskah yg tetap relevan dg kondisi hari ini. Di mana byk mulut berjanji dan berucap semau2nya. Terlebiih kapasitas ia sebagai pejabat publik. Semoga Allah terus menjaga kesucian hati hingga yg keluar dr mulut pun yg terkontrol saja. Insyaallah.
Bimbing kami, ya Allah untuk senantiasa menjaga lisan dengan baik.
Aamiin ya Allah. Semoga terus dimampukan menjaga lisan baik.
Selalu terdepan dalam pemaparan
Barakallah bunda sayang
Masyaallah tabarakallah. Aamiin ya mujibassailiin.