Gelombang penolakan terus menyesaki pemberitaan dan ruang-ruang publik. dapat kita perhatikan gelombang penolakan dari banyak pihak ini terjadi, karena dirasa tak pantas dan terlalu terburu-buru membahas masalah RUU Ciptaker.
Oleh: Nur Rahmawati, S.H (Praktisi Pendidikan)
NarasiPost.com -- Ketok palu sudah terdengar, tanda Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada Senin (5/10/2020). Pada sidang ini diikuti oleh 9 fraksi partai yang mayoritas menyetujui pengesahan RUU Ciptakerja.
"Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam forum rapat peripurna ini, bisa disepakati?” tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang paripurna di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.
“Setujuuuu,” sahut mayoritas anggota yang hadir.
‘Tok,’ bunyi palu sidang diketok sebagai tanda disahkannya UU tersebut. Dilansir dari laman berita (Waspada.co.id, 6/10/2020).
Bersamaan dengan pengesahan tersebut, maka gelombang penolakan terus menyesaki pemberitaan dan ruang-ruang publik. dapat kita perhatikan gelombang penolakan dari banyak pihak ini terjadi, karena dirasa tak pantas dan terlalu terburu-buru membahas masalah RUU Ciptaker. Apalagi kita lihat kondisi negeri ini yang masih diliputi seabrek masalah, seperti pandemi, resesi dan masalah keamanan. Maka tidak heran jika penolakan terjadi dimana-mana.
Memperhatikan aspirasi penolakan publik, menyoal DPR mengesahkan RUU Ciptaker di tengah malam seoalah pemerintah mendesak segera mengesahkan RUU Ciptaker. Ditelisik lebih dalam, untuk siapa UU tersebut? Jika berpendapat bahwa hal ini dilakukan untuk rakyat, maka rakyat yang mana? Apakah ini demi memuluskan kepentingan kaum kapitalis, investasi asing, dan aseng?
Menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita cermati fakta yang terjadi. Di banyak tempat terjadi demo besar-besaran yang meminta pembatalan RUU kontroversial ini, selain itu ada pula dari anggota DPRD Banjarmasin Kalsel yang juga membuat surat pernyataan akan menuju ke Jakarta untuk menyatakan keberatan dan pembatalan RUU Ciptaker, dan banyak elemen masyarakat yang juga menyatakan keberatannya. Lantas pengesahan UU tersebut menggunakan nama rakyat yang mana lagi?
Perlu diketahui, ketika omnibus law disahkan, maka semua produk hukum lain yang mengatur masalah atau topik yang sama, otomatis akan gugur atau tidak berlaku lagi. Maka berpotensi menjadi bulldozer hukum.
Inilah wajah asli demokrasi. Meletakkan ekonomi kapitalisme di atas segalanya bahkan mengenyampingkan kepentingan rakyat. Alhasil DPR dianggap oleh sebagian pihak sebagai pengkhianat rakyat, karena dirasa pemerintah secara sistematis memenangkan kepentingan kaum kapitalis , dan ini hanya terjadi dalam sistem demokrasi.
Pada praktiknya, demokrasi pasti berkelindan dengan kapitalisme. Jelas, RUU Omnibus Law Cipta Kerja dirancang berbasis paradigma kapitalisme. Kapitalisme menempatkan pertumbuhan ekonomi di atas segalanya, yang mengedepankan para kapitalisme (pemilik modal). Lantas apa lagi yang diharapkan dari sistem yang merusak dan menyengsarakan rakyat.
Saatnyalah kita akhiri semua ini. Perlunya kita beralih pada sistem yang meletakkan dasar perbuatan, kebijakan dan putusan hanya pada aturan penguasa hidup dan kehidupan yaitu Allah SWT. Dengan menerapkan sistem Islam yang telah terbukti tidak berpihak pada kepentingan individu maupun golongan. Namun pada pengaturannya terhadap syariat Islam. Bagaimana Islam membahas tentang ketenagakerjaan pun lengkap diatur dengan prinsip berikut
Pertama, kemerdekaan manusia. Islam menghapuskan perbudakan, hal ini mengidentifikasikan bahwa hakikat manusia itu makhluk yang merdeka, dan memperlakukan hidupnya sesuai dengan harkat dan martabat manusia sebagaimana Islam mengaturnya. Sehingga Islam melarang keras adanya jual beli tenaga kerja.
Kedua, prinsisp kemuliaan derajat manusia. Manusia adalah makhluk yang berakal, sehingga kemuliaan dalam Islam disematkan pada manusia. Oleh karenanya setiap manusia wajib memperlakukan manusia selayaknya manusia, karena letak kemuliaan manusiapun dibahas lebih lanjut, ketika manusia lebih banyak kebermanfaatannya bagi orang lain, maka ia dikatakan mulia, sebagaimana hadits Rasulullah SAW
“Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, keadilan dan anti diskriminasi. Islam tidak membedakan kasta atau tahta. Lebih tinggi lagi Islam menempatkan kemuliaan manusia dari takwa dan keimanannya kepada Allah SWT. Sehingga tidak dibemarkan adanya diskriminasi perlakuan antara manusia satu dengan yang lain.
Keempat, kelayakan dan sistem pengupahan. Upah atau gaji adalah hal yang paling mendasar bagi pekerja. Oleh karenanya Islam memberi pedoman sistem pengupahan yang mencakup adil dan mencukupi, sebagaimana hadits Rasulullah saw diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, “Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan.” (HR. Imam Al-Baihaqi).
Di atas hanya, sebagian kecil dari pengaturan oleh Islam berkenaan dengan ketenagakerjaan. Begitu sistematisnya Islam mengatur hal ini dengan memanusiakan manusia. Maka seyogianya lah kita beralih pada sistem Islam secara menyeluruh di segala lini kehidupan. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.[]
Picture Source by TribunLampung.co.id/Deni
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected] atau melalui pesan WhatsApp ke nomor +61452 068 210.