Mencintaimu Hingga ke Surga

"Jika cinta sudah terjadi, maka apapun permasalahannya akan berani dihadapi. Jika cinta sudah mengakar, maka sebesar apapun badai yang datang, akan berusaha dihadapi bersama dengan pengorbanan yang besar. Akankah cinta tetap berlabuh pada orang yang sama hingga maut menjadi pemisah di antara dua insan yang saling mencintai?"

Oleh. Ahsani Annajma

NarasiPost.Com-Cemburu Tanda Cinta?

Hal sepele yang sering kali terjadi di dalam rumah tangga, namun kehadirannya tiba-tiba menyergap dari arah yang tak terduga. Memang, cemburu itu benar merupakan tanda cinta yang menggebu. Tanpa kecemburuan, berarti tiada cinta yang tersisa. Namun ketika cemburu itu hadir tanpa permisi, bijaklah dalam menyikapinya. Tak jarang, banyak keretakan rumah tangga kerap kali terjadi karena cemburu menyapa.

"Apabila aku melihat seorang laki-laki bersama istriku, tentu akan kupukul dengan pedang hingga ia tidak bisa bersuara lagi." Kata Sa'ad bin 'Ubadah. Para sahabat yang ada di sekitarnya, terkaget-kaget mendengar kecemburuan Sa'ad yang bagi mereka terlalu berlebihan. Para sahabat pun bergegas menyampaikan apa yang didengarnya kepada Nabi. Subhanallah, dengarlah Nabi menyikapinya, "Apakah kalian terkejut dengan perkataan Sa'ad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripada Sa'ad, dan Allah lebih cemburu daripadaku." Sabda Nabi.

Hal ini menegaskan kepada kita, apabila seorang suami tidak cemburu jika melihat istrinya bersama dengan laki-laki lain merupakan perkara maksiat. Sebab berjalan atau berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya merupakan kemaksiatan, dan jika membiarkan istri melakukan maksiat, sama artinya perbuatan itu juga termasuk bermaksiat. Para ulama menggunakan kata dayus sebagai istilah pada seorang laki-laki (suami) yang tidak memiliki rasa cemburu (karena iman) terhadap istrinya.

Menjaga Pandangan

Menjaga pandangan baik untuk sang suami maupun istri adalah sebuah keharusan. Bisa jadi, awal mula retaknya rumah tangga karena membiarkan pandangannya liar, memandang seseorang yang bukan pasangan halalnya dan menimbulkan syahwat yang tak terkendalikan adalah sangat berbahaya. Misalnya seorang suami terbiasa membiarkan matanya memandang wajah wanita-wanita cantik, dan menilai yang ini mancung, yang ini kulitnya putih, yang ini senyumnya manis, yang ini matanya indah.

Jangan salahkan kalau melihat wajah istri menjadi bosan, jangan salahkan kalau tiba-tiba suka membanding-bandingkan istri dengan wanita lain, karena sang suami punya pembanding. Istri mana yang tahan dibanding-bandingkan? Apalagi kini semua fisiknya telah berubah ketika sudah melahirkan, terlebih jika memiliki anak banyak yang masih kecil-kecil, ia tak sempat pergi perawatan atau merawat diri sendiri karena lebih mengutamakan meriayah (mengurus) anak-anaknya. Miris, jika ada suami yang tega membandingkan atau merasa jengah dengan sang istri hanya karena perkara ini. Marilah mulai sekarang menahan pandangan dari wajah lain selain istri atau suami kita. Insyaallah, akan lebih merasa bersyukur terhadap apa yang kita miliki saat ini.

Orang Ketiga

Sudah menjadi sunnatullah bagi lelaki, cinta itu tidak seperti air di satu bejana yang pasti akan berkurang ketika dibagi dua. Baginya, cinta itu seperti mata air yang mengalir tiada henti, sehingga sebanyak apa pun bejana yang tersedia dan mendapat mata air darinya, tidak akan pernah terkurangi dari haknya. Lebih ekstrem lagi, cinta itu bagi lelaki ibarat dari satu mata air yang sama, tidak akan habis. Begitulah lelaki, hal ini sangat sulit dipahami oleh seorang wanita, sebab wanita berpikiran dengan sudut pandangnya yang tak bisa mencintai dua hati alias susah move on . Sehingga ia menilai laki-laki juga dengan cara pandangnya. Padahal laki-laki dan wanita berbeda.

Rasanya saya tak sanggup melanjutkan menulis bagian ini, namun apa boleh buat, harus dilanjutkan meskipun pada realitanya kita pun merasa tidak mampu, tapi baiklah mari kita lanjutkan paragraf ini. Biarkan ia mengalir begitu saja sesuai dengan apa yang ada di kepala kita saat ini. Semoga, hasil tulisannya tidak menjustifikasi siapa pun atau dengan perkara apa pun, ini hanyalah sudut pandang yang selama ini dipahami, semoga benar dan tidak keluar dari syariat Islam, Insyallaah.

Berbicara orang ketiga, saya pernah mendengar perkataan ibu mertua , kurang lebih begini, "Suami kita sejatinya bukanlah milik kita, suami kita sejatinya titipan dari Allah. Maka kapan pun pemiliknya mau mengambil dari kita atau kadangkala menitipkannya pada dua wanita sekaligus, itu sudah menjadi kehendak-Nya, kita harus siap, apa hak kita untuk menahannya?".

Bagaimana perasaan seorang wanita ketika baru pertama kali mendapat mafhum (pemahaman) seperti ini? Bak tersambar petir bukan? Ya! itulah yang terasa. Permasalahan ini sangatlah sensitif bagi wanita, tapi ternyata ini adalah kenyataan yang harus diterima. Sebab, seorang laki-laki, siapa pun itu, ia akan memiliki potensi untuk mencintai lebih dari satu wanita. Sebaliknya, siapa pun wanitanya, ia tak akan rela jika cintanya dibagi kepada yang lain, bukankah benar begitu?

Mendengarnya saja rasanya ogah sekali, apalagi jika hal itu benar-benar terjadi. Subhanallah, tak tahu apa yang akan dilakukan nanti. Memang, perlu diakui bahwa tak semua makna orang ketiga ini berkonotasi negatif, tapi tak sanggup pula bila mengatakan menolak poligami, sebab poligami merupakan bagian dari syariat agama Islam. Oleh karena itu, marilah kita siapkan mental agar dapat menilainya dengan bijak.

Adapun poligami, kita sudah familier dengan ayat-ayat poligami, wabilkhusus ibu-ibu. Mari kita simak kalam cinta dari Allah yang memberitakan tentang ini, "Nikahilah perempuan yang engkau sukai, dua, tiga, atau empat. Tetapi jika engkau khawatir tidak akan bisa berbuat adil, maka cukup satu saja." (Q.S an-Nisa:3)

Jika kita memahami, Allah menggambarkan maksudnya dipersilakan untuk menikahi dua, tiga atau empat, tapi jika tidak mampu, barulah cukup satu saja. Artinya secara tersirat memahamkan kepada umatnya bahwa yang diutamakan adalah poligami dahulu, baru monogami. Istri (termasuk saya) mungkin akan susah menerima penjelasan ini, apalagi jika kita kaji mendalam maksud dari syariat Allah ini. Tak heran, jika para aktivis feminisme langsung bereaksi terhadap syariat poligami ini. Mereka menuding bahwa poligami menjadikan perempuan sebagai korban kezaliman suami, membuat istri tersiksa, dan tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM), mau tidak mau suami yang ingin poligami, harus siap-siap masuk jeruji besi jika dilaporkan sang istri. Padahal dalam Islam, poligami ini merupakan salah satu syariat Allah, setiap yang Allah tetapkan dalam syariat, pastilah tidak ada kerugian di dalamnya justru mengandung maslahat (keuntungan), kecuali jika di salah gunakan oleh manusia itu sendiri.

Ah, memang sangat beratkan menuliskan bagian ini? Khawatirnya, banyak yang tidak setuju, tapi mau bagaimana? Perkara ini memang harus disampaikan dan menjadi pemahaman yang benar tentang poligami. Meskipun belum tentu saya pun mampu untuk bersikap bijak tatkala suami meminta untuk berpoligami. Saya hanya bisa berdoa, semoga Allah menguatkan jika hal itu terjadi, atau saya sudah berpulang duluan menghadap kehariban-Nya.

Melupakan Masa Lalu

Setiap orang tentu memiliki masa lalu, entah itu masa lalu yang menyenangkan atau masa lalu yang menyakitkan. Tetapi ketika kita sudah bersama pasangan di ikatan pernikahan, adakalanya kita harus menyembunyikan masa lalu, bukan bermaksud apa-apa. Ini dilakukan untuk menjaga perasaan pasangan, agar tidak memunculkan pikiran yang negatif atau cenderung fitnah. Apalagi ketika masa lalu kita itu adalah aktivitas maksiat ( pacaran), wajib untuk ditutup rapat-rapat, karena merupakan aib pada masa lalu.

Bukankah saat ini Allah telah menutup aib kita dan memberikan pasangan halal dunia akhirat? Lalu untuk apa kita membuka sendiri aib kita? Coba pikir kembali, jika kita hendak mengingat-ingat masa lalu yang isinya kebanyakan aib misalnya, apa untungnya? Yang telah berlalu dan terjadi, biarlah berlalu. Sekarang kita fokus untuk merajut dan membangun masa depan dengan rumah tangga until Jannah, sakinah mawadah warahmah bersama pasangan halal kita, setuju? Yang belum move on, yuk segera move on. Jangan sampai menyesal di kemudian hari karena masih mengingat-ingat masa lalu alias mantan. Berhasil atau tidaknya sebuah rumah tangga ialah tergantung dari peran suami, sang nakhoda pengemudi sebuah bahtera yang berlayar di ombak yang dahsyat.

Desiran angin akan makin hebat, seiring bertambahnya usia pernikahan. Yang berhasil bertahan dan menghadapinya, dialah pasangan yang akan mendapat predikat naik kelas. Sejatinya, setiap rumah tangga itu memiliki ujian masing-masing, dan selama kita masih hidup, ujian dan cobaan itu tidak akan berhenti sampai tiba saatnya kita kembali pada pelukan Sang Pemilik cinta. Semoga kita tetap bersama menghadapi ujian cinta ini, love you until Jannah kekasihku.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ahsani Annajma Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kuatnya Terkaman Macan Asia Timur Lumpuhkan Sayap Garuda
Next
Gonta-ganti Aturan BPJS: Rakyat Kian Terintimidasi, Rumah Sakit Jadi Korban Kapitalisasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram