Aroma Islamofobia Menelusup dalam Pemetaan Masjid dan Pesantren?

"Proyek radikalisme ini akan menguntungkan Barat termasuk para antek mereka yang berkuasa di beberapa negara. Dimana sesungguhnya mereka hanya dijadikan alat oleh Barat dalam menancapkan cengkeraman Barat menguasai negeri muslim. Sementara umat secara keseluruhan adalah pihak yang dirugikan dengan proyek radikalisme ini."

Oleh: Putriyana
(Aktivis Menulis)

NarasiPost.Com-Rabu, 26 Januari 2022 lalu, Brigjen Umar Effendi dari Mabes Polri meyampaikan pendapatnya bahwa untuk menangkal penyiaran paham radikalisme dan terorisme di Indonesia dirinya akan melakukan pemetaan terhadap sejumlah masjid di Indonesia. Pendapat tersebut ia sampaikan dalam kanal YouTube MUI. Dia mengklasifikasi masjid dalam beberapa kategori, pertama masjid hijau, kedua masjid keras, ketiga masjid semi keras, dan seterusnya. Menurutnya, kesemuanya itu harus menjadi atensi masyarakat karena ada masjid yang dianggap sering menjadi tempat penyebaran radikalisme. Dari penelitian yang dipublikasikan Juli 2018 oleh Rumah Kebangsaan dan Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyatakan, dari 100 masjid di kantor pemerintahan di Provinsi DKI ada sebanyak 41 masjid terindikasi radikalisme. (harianaceh.co.id, 26 Januari 2022)

Selain memetakan masjid, pemerintah pun melalui lembaga BNPT melakukan pemeriksaan terhadap pesantren. Ada beberapa pesantren dinyatakan diduga terafiliasi jaringan terorisme yang diungkap oleh Boy Rafli Amar, Kepala BNPT. (Republika.id, 28 Januari 2022)

Adalah sebuah perkara yang patut untuk didukung, ketika terorisme wajib untuk diwaspadai dan diberantas. Namun demikian, tentu dibutuhkan upaya mendudukkan makna hakiki dari apa itu terorisme. Begitupun dengan istilah radikalisme yang akhir-akhir ini demikian masif terdengar, butuh pula dipahami secara benar ke mana arah maknanya. Semua dilakukan agar tak menjadikan sikap dan kebijakan yang diambil sesudahnya salah sasaran. Alih-alih menghasilkan kebaikan, ketenteraman, dan kemaslahatan, yang terjadi justru kegaduhan yang berujung ketidakharmonisan di tengah masyarakat.

Apa yang terjadi butuh untuk dipikirkan ketika bermunculan statement-statement dari tokoh umat Islam pasca munculnya upaya pemetaan masjid di atas. Salah satunya pendapat dari Kiai Haji Ahmad Alim sebagai Sekjen Badan Kerja sama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI). Beliau menjelaskan bahwa ponpes adalah pendidikan hasil buatan masyarakat Indonesia, bahkan sebelum adanya pendidikan nasional. Ditambah fakta bahwa ponpes juga dahulu mempunyai peran menjaga Indonesia dari para penjajah. Jadi, pesantren tidak mungkin mendidik radikalisme.

Senada dengan pernyataan tersebut, Buya Amirsyah juga memandang bahwa narasi tersebut membuat masyarakat menjadi takut, kurang aman, dan nyaman. Ia mengajak BNPT untuk menghentikan narasi tersebut yang dapat menyudutkan kelompok atau lembaga tertentu dengan islamofobia. (Republika.id, 28 Januari 2022)

Di dalam KBBI kita dapati makna terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror. Dengan adanya makna ini maka ada aroma ketidakadilan ketika masjid yang merupakan tempat ibadah justru diduga hingga mengarah pada dituduh menjadi benih terorisme. Sementara sangat ironis ketika kita dapati fakta mengerikan berupa teror bersenjata KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua yang mengakibatkan sejumlah anggota TNI meninggal dunia justru tak dikategorikan sebagai aktivitas terorisme dan malahan justru dianggap saudara. Kemudian saat ini, radikalisme tengah mengalami pergeseran makna, yaitu paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; atau sikap ekstrem dalam aliran politik. Padahal jika merunut bahasa, ia berasal dari kata “radikal, atau radix” yang artinya “secara mendasar” (sampai kepada hal yang prinsip). Maka, sesungguhnya jika pun Islam dikaitkan dengan radikal dalam makna sesungguhnya berarti Islam yang mengakar dan menyeluruh (kaffah). Maka, layakkah radikal (kaffah) disandingkan dengan makna buruk?

Sejatinya isu radikalisme ini mulai disebarkan pasca momentum peledakan gedung WTC di Amerika Serikat pada 11 September 2001. Amerika Serikat telah memanfaatkan isu radikalisme dan terorisme sebagai bagian dari skenario global untuk memecah belah Islam dan kaum muslim. Dalam dokumen Rand Corporation 2006 bertajuk Building Moderat Muslim Network menyebutkan Amerika Serikat akan mencapai kemenangan tertinggi ketika ideologi Islam terus ditampakkan buruk dalam pandangan mayoritas masyarakat yang beragama Islam, salah satunya dengan label radikal, fundamentalis, dan ekstremis.

Maka, tampak bahwa narasi perang melawan radikalisme, terorisme, dan ekstremisme saat ini adalah bentuk islamofobia dan merupakan proyek Barat untuk menjaga kepentingannya demi ambisi mereka menguasai dunia dengan sistem kapitalisme sekulernya. Proyek radikalisme ini akan menguntungkan Barat termasuk para antek mereka yang berkuasa di beberapa negara. Dimana sesungguhnya mereka hanya dijadikan alat oleh Barat dalam menancapkan cengkeraman Barat menguasai negeri muslim. Sementara umat secara keseluruhan adalah pihak yang dirugikan dengan proyek radikalisme ini. sebab umat Islam khususnya akan terus menjadi sasaran empuk melalui proyek deradikalisasinya. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh terhasut untuk menyetujui stigmatisasi negatif terhadap istilah radikalisme.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, "Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka sementara Allah enggan kecuali menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir tidak menyukainya." (TQS. At-Taubah: 32)

Melalui ayat ini, Allah mengingatkan kita bahwa musuh-musuh Islam tidak pernah melewatkan satu pun kesempatan yang dapat mereka gunakan untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Semuanya demi suksesnya tujuan besar mereka mencabut Islam hingga ke akar-akarnya demi teraihnya ambisi berkuasa di muka bumi.
Dalam hal ini, ada beberapa sikap yang harus diambil umat Islam sebagai upaya melawan proyek deradikalisasi yang merugikan umat Islam ini, yaitu dengan cara meningkatkan kesadaran politik kaum muslimin melalui kajian politik yang bersifat terus-menerus. Yang dimaksud dengan kesadaran politik di sini, bukanlah seperti yang dipraktikkan politisi sekuler, tetapi kesadaran yang mendorong umat untuk memandang setiap persoalan dari sudut pandang syariat Islam. Kesadaran inilah yang akan memandu kaum muslimin selalu waspada terhadap setiap upaya yang ditujukan untuk menghancurkan eksistensi Islam dan kaum muslimin termasuk melalui proyek deradikalisasi. Kesadaran ini pula yang akan mendorong mereka untuk membela ajaran Islam.

Sementara pentingnya kesadaran politik hanya akan tumbuh jika di tengah-tengah umat terdapat pembinaan aktif yang bersifat terus-menerus. Sampai umat menjadi paham akidah Islam wajib dijadikan satu-satunya sudut pandang hidup dan syariat Islam sebagai satu-satunya aturan yang mengatur seluruh perbuatannya.

Selain itu, seharusnya sudah semestinya ulama, parpol Islam, ormas Islam, gerakan Islam, dan seluruh elemen umat Islam lainnya senantiasa menjelaskan kepada umat dan semua elemen bangsa ini bahwa ancaman sesungguhnya terhadap bangsa dan negara ini adalah sistem kapitalisme beserta turunannya. Bukanlah syariat Islam dan umatnya sebagaimana yang dinarasikan selama ini.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Putriyana Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Cokelat dan Valentine’s Day
Next
Sepupu Bukan Mahram
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram