Balada Tempe di Negeri Penghasil Kedelai

"Realita ini tak lepas dari cengkeraman sistem kapitalisme. Kekayaan alam hanyalah fatamorgana saja. Terlebih WTO (World Trade Organization)_ sangat ikut campur dalam urusan dagang luar negeri negara berkembang, termasuk Indonesia. WTO menjadikan Indonesia tak berdaya dalam integrasi sistem pangan."

Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Siapa yang tak tahu kesuburan bumi pertiwi? Seluruh dunia tahu bahwa Indonesia adalah negeri yang subur. Sebutan gemah ripah loh jinawi bukan sebatas isapan jempol. Sampai ada lirik lagu berbunyi, tongkat dilempar jadi tanaman. Benar, itu semua memang kenyataan. Kekayaan alam melimpah ruah.

Fatamorgana Kekayaan Alam di Sistem Kapitalisme

Duhai, malang nian nasib ibu pertiwi. Benarlah lirik lagu yang menyatakan bahwa ibu pertiwi sedang berlinang air mata, sedang mengenang emas dan intan yang hilang dari pangkuan. Kini, kesuburan negeri tiada lagi bermakna. Kekayaan alam yang berserakan di perut bumi ataupun di permukaannya tak dapat lagi dirasa. Bukan karena Sang Pencipta menghilangkan kadar atau khasiat dari kekayaan dan kesuburan negeri ini, namun keserakahan penguasa dan kesalahan tata kelola membuat negeri ini bangkrut tiada terkira.

Belum usai masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng, kini rakyat dihadapkan pada persoalan bahan pangan tempe. Tempe adalah lauk sejuta umat. Keberadaannya laksana sinyal yang dibawa badai dan puting beliung, menjadi langka di pasaran. Apa pasal? Apakah tempe sedang bosan menjadi hidangan favorit di semua kalangan? Tidak, ternyata harga kedelai yang melambung membuat tempe sedikit diproduksi oleh produsen.

Meski tanah subur negeri ini masih mampu menghasilkan stok kedelai dengan cukup memadai, namun apalah daya? Indonesia masih maniak impor bahan baku tempe ini. Tentu saja harganya bergantung pada naik turunnya dolar. Walhasil, saat harga kedelai naik daun, produksi tempe mengalami kelesuan dan terus menurun.

Dikabarkan bahwa para perajin tahu dan tempe yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), memberi ultimatum tidak akan ada tahu dan tempe di pasar. Sebab, mereka berencana mogok produksi selama 3 hari, mulai 21 hingga 23 Februari 2022. Bukan hanya mogok produksi, mereka pun mengancam akan melakukan aksi turun ke jalan jika pemerintah tak bisa menangani masalah mahalnya harga kedelai ini. Mereka menyebutkan salah satu tujuan aksi demo adalah istana negara. (liputan6.com, 22/2/2022)

Kesulitan para perajin tempe dan tahu tentu akan berimbas pada rakyat, terutama rakyat kecil yang sangat mengandalkan tempe sebagai pelengkap nasi. Sudah menjadi rahasia umum, negeri ini adalah produsen tempe terbesar di dunia, bahkan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia, tapi negeri ini masih setia dengan kedelai impor. Padahal, negeri ini sejatinya mampu mengembangkan pasar kedelai di dalam negeri dengan pasokan stok kedelai dari para petani lokal.

Meskipun petani memanfaatkan lahan subur dengan menanam kedelai, namun petani harus mengelus dada dan mengeluarkan biaya ekstra, mulai dari bibit, pupuk, pestisida, perawatan, hingga biaya panen. Biaya produksi dan harga panen sangatlah jomplang. Sementara biaya produksi tak sedikit pun ada subsidi. Negara benar-benar lepas tangan dalam subsidi pupuk. Kerugian saat panen sering menyapa para petani.

Realita ini tak lepas dari cengkeraman sistem kapitalisme. Kekayaan alam hanyalah fatamorgana saja. Terlebih WTO (World Trade Organization) sangat ikut campur dalam urusan dagang luar negeri negara berkembang, termasuk Indonesia. WTO menjadikan Indonesia tak berdaya dalam integrasi sistem pangan. Sistem kapitalisme dengan organisasi dagang dunia ini menjadikan negeri berkembang bertekuk lutut pada setiap kebijakan yang diberlakukan.

Sistem kapitalisme dengan asas manfaat menjadikan keuntungan materi menjadi fokus utama. Sehingga, negara penganut sistem ini tak peduli dan lepas tangan akan urusan rakyat. Keuntungan sebesar-besarnya hendak diraih negara apa pun caranya meski harus mengorbankan rakyat, termasuk dalam hal kebijakan impor kedalai.

Alih-alih negara bersegera mencari jalan keluar dalam urusan distribusi barang yang selalu berulang ini melalui pengetatan kontrol dan penegakan hukum yang memberi efek jera, negara justru lebih suka mengambil langkah mudah dengan membuka keran impor lebih lebar dari sebelumnya atas dasar kerja sama antarnegara. Sehingga, pengabaian pada lahan subur dan kekayaan alam semakim nyata. Begitulah fatamorgana kekayaan alam di sistem kapitalisme.

Islam Mengatur Tata Kelola Pangan

Lain lubuk lain belalang, pepatah itu cukup menegasikan perbedaan sistem kapitalisme yang menelanjangi peran negara terhadap rakyat dengan sistem Islam yang mewajibkan negara memelihara urusan rakyat. Oleh karena itu, demi mewujudkan kestabilan dan ketahanan pangan, hendaknya seorang pemimpin negara mewujudkannya dengan menggunakan politik Islam. Seorang khalifah atau pemimpin dituntut memperhatikan dan menjamin tiap individu rakyatnya, jangan sampai ada yang kelaparan dan kesulitan.

Kehidupan para petani, perajin tahu dan tempe pun tak boleh luput dalam pemeliharaan khalifah. Khalifah wajib memaksimalkan potensi para petani lokal. Tentu khalifah wajib bersandar pada tatanan baku konstitusi Islam. Dalam urusan industri pangan, maka khalifah wajib memperhatikan beberapa hal berikut:

Pertama, dalam aspek produksi, khalifah wajib bertanggung jawab mengatur jalannya proses produksi dan menjaga kestabilan stok pangan. Khalifah akan memfasilitasi dan mendukung penuh usaha pertanian yang dilakukan rakyat dengan memudahkan mereka, mulai proses pembibitan, pupuk, perawatan dengan teknologi canggih, hingga panen. Selain itu, khalifah bahkan wajib membangun infrastruktur pertanian, irigasi, akses jalan, dan komunikasi. Khalifah tak segan memberi modal dari Baitul Mal untuk para petani yang miskin dan kekurangan modal. Selain itu, penyuluhan, pelatihan, dan pemutakhiran dengan riset pendidikan selalu diselenggarakan oleh negara demi memajukan pertanian dalam negeri. Khalifah juga akan berpatroli bahwa tidak ada penelantaran lahan ataupun monopoli atas suatu barang dan produk pertanian. Sehingga, hal ini mencegah terbengkalainya lahan dan mencegah langkanya bahan pertanian.

Kedua, pada aspek distribusi dan stabilitas harga, khalifah akan mengembalikannya pada pasar. Pada hakikatnya, distribusi dan pembentukan harga dalam sistem Islam ialah mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang terjadi secara alamiah tanpa adanya intervensi negara. Negara hanya melakukan pengawasan agar stok barang di pasar normal adanya, tidak terjadi penimbunan ataupun kecurangan lainnya. Negara tidak akan pernah mematok harga barang karena memang diharamkan oleh Islam. Impor tidak akan pernah dilakukan apalagi impor dari negara kafir harbi fi'lan. Sebisa mungkin, khalifah akan menjaga stok barang dengan mendatangkan dari wilayah Khilafah lainnya jika terjadi kelangkaan. Penelusuran akan penimbunan dan monopoli juga tetap dilaksanakan agar tak terjadi kelangkaan.

Dengan demikian, Islam benar-benar mengatur tata kelola pangan. Aturan Islam sungguh membawa kemaslahatan umat. Industri pangan akan aman dari intervensi asing. Produksi pertanian akan semakin produktif, terutama di lahan subur seperti Indonesia ini. Saatnya kaum muslim dan pemimpin muslim mencampakkan kapitalisme yang menyengsarakan dan beralih pada sistem Islam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Hikmah di Balik Setiap Ujian Kehidupan
Next
Fenomena Bucin di Hari Valentine
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram