Saatnya Dunia Bersatu Melawan Pandemi dan Kapitalisme

"Penanganan pandemi haruslah bersifat internasional dan melibatkan kerja sama seluruh negara di dunia, bukan secara parsial seperti sekarang. Namun, kerja sama ini sulit diwujudkan karena nasionalisme telah merasuk dalam benar setiap warga dunia. Padahal Islam telah melarang sikap nasionalisme atau ashabiyah."

Oleh. Ai Siti Nuraeni
(Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bandung kembali meroket sehingga membuat kebijakan PPKM level 3 diberlakukan. Bupati Bandung, Dadang Supriatna, beserta jajarannya menyiapkan tempat isoter (isolasi terpadu) bagi warga yang dinyatakan positif Covid-19. Beliau juga mengintruksikan setiap desa untuk menyiapkan tempat isoman (isolasi mandiri) supaya pasien positif bisa mendapat perhatian dinas, mulai dari kesehatan hingga kebutuhan makanannya. (News.detik.com,11/02/2022)

Pandemi Covid-19 masih menjadi momok menakutkan bagi seluruh manusia di dunia, termasuk Indonesia. Setelah banyak nyawa hilang direnggut virus Corona varian Delta yang mematikan, kini dunia tengah berjuang melawan varian Omicron yang tak kalah membahayakan. Bahkan varian Omicron dan Delta ini bisa menyebabkan kasus Covid-19 melonjak secara bersamaan atau dikenal dengan istilah Delmicron, karena kedua varian ini masih ada di sekitar kita.

Kondisi ini jelas membuat pemerintah meningkatkan kewaspadaannya dengan melarang masyarakat bepergian jika tidak primer, menutup beberapa fasilitas umum, memperketat aturan perjalanan naik transportasi umum, membatasi kapasitas tempat ibadah, restoran dan tempat perbelanjaan sampai 50 persen hingga mengurangi waktu pembelajaran tatap muka (PTM). Semua kebijakan tersebut dilakukan sembari terus mengingatkan masyarakat agar tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Pemerintah dalam hal ini juga terus menggencarkan tracing serta memastikan ketersediaan alat kesehatan di rumah sakit supaya bisa dimanfaatkan oleh pasien. Adapun upaya yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah sebatas memperketat prokes dan mengikuti semua kebijakan yang ada.

Jika kita perhatikan kembali, solusi pemerintah dalam menangani lonjakan kasus positif Covid-19 hari ini , maka kita akan dapati bahwa semua solusi tersebut sudah pernah dilakukan sebelumnya bahkan aturannya lebih ketat daripada sekarang. Namun, fakta yang terjadi menunjukkan bahwa semua itu tidak berhasil menghentikan pandemi, virus varian baru tetap bermunculan, pergerakan masyarakat tidak bisa dihentikan dan kasus baru selalu saja bermunculan. Semua disebabkan oleh solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar permasalahan yang ada, serta penanganannya bersifat parsial atau terbatas pada sekat negara saja. Sistem kapitalisme sekuler yang mengembuskan paham nasionalisme telah berhasil mengerat-kerat dunia menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah. Masing-masing hanya mementingkan nasib sendiri dan tidak bisa mencampuri urusan negara lain, kalaupun ada "bantuan" yang diberikan seringkali disusupi niat terselubung.

Maka tidak heran jika setiap negara hanya berusaha menuntaskan pandemi semaksimal mungkin sebatas wilayah masing-masing. Sehingga didapati sebagian negara berhasil mengendalikan pandemi seperti Korea Utara, Kiribati, Negara Federasi Mikronesia, Nauru, Niue, Palau, Kepulauan Pitcairn. Keberhasilan mereka, meski sama-sama mengadopsi ideologi kapitalisme, namun negeri-negeri ini memiliki ketegasan yang mereka buat sedari awal pandemi, dengan tidak memperbolehkan warga dari luar masuk ke wilayahnya, sehingga virus penyebab penyakit tidak bisa masuk.
Selain itu, ada juga negara yang berhasil "berdamai" dengan pandemi, seperti Selandia Baru, Amerika Serikat, Singapura, China, Australia dan Korea Selatan berkat langkah tepat mereka yang segera memberlakukan lockdown, melakukan vaksinasi dan menjalankan 3T (Testing, Tracing dan Treatment) dengan maksimal.

Di tengah keberhasilan beberapa negara itu, nyatanya jumlah negara yang masih bergumul dengan Corona lebih banyak dari yang berhasil. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan ini, seperti menjadikan pariwisata sebagai tumpuan penghasilan negara, minimnya anggaran negara untuk memaksimalkan 3T dan ketidakmampuan negara menutup akses warga luar masuk karena terikat perjanjian internasional. Oleh karena itu, wajar saja jika angka kasus Covid-19 fluktuatif dan pandemi sulit untuk disudahi.

Maka dari itu, penanganan pandemi haruslah bersifat internasional dan melibatkan kerja sama seluruh negara di dunia, bukan secara parsial seperti sekarang. Namun, kerja sama ini sulit diwujudkan karena nasionalisme telah merasuk dalam benar setiap warga dunia. Padahal Islam telah melarang sikap nasionalisme atau ashabiyah ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut. Dari Jubair bin Muth’im bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Bukan termasuk golongan kami, orang yang mengajak kepada ashabiyah, berperang karena ashabiyah dan mati karena ashabiyah. ” (HR. Abu Dawud)

Selanjutnya, jika dunia yang dikuasai kapitalisme ini tidak bisa menyatukan dunia untuk memerangi pandemi, maka Islamlah yang menjadi harapan terakhir. Karena dalam Islam umat muslim di seluruh dunia harus bersatu dalam satu komando seorang khalifah. Maka, untuk membasmi pandemi ini khalifah akan memberlakukan lockdown syar'i dengan menutup langsung wilayah yang terdapat wabah agar tidak menyebar ke banyak tempat. Khalifah juga akan memerintahkan warga di luar wilayah wabah untuk membantu saudara mereka yang terkena wabah sebagai bentuk ketaatan.

"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam." (HR. Muslim)

Segala bentuk penanganan seperti 3T dan pemberian vaksinasi gratis juga mungkin diwujudkan secara menyeluruh dalam Islam karena negara akan mendorong para ahli untuk melakukannya dengan baik dan disokong dengan pendanaan negara yang di dapatkan dari pemanfaatan sumber daya alam serta pos pemasukkan lainnya yang dikumpulkan dalam Baitul Maal. Dengan demikian, tidak akan terjadi ketimpangan dalam penanganan wabah seperti saat ini. Maka, sudah saatnya kita beralih dari sistem kapitalisme yang mencerai-beraikan menuju sistem Islam yang mempersatukan dunia.
Wallaahu a'lam bish shawaab.[]


Photo : unsplash

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ai Siti Nuraeni Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Cinta yang Ternoda
Next
Jerat Cinta Sesaat
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram