Meneropong Nasib SPBU di Era Electric Vehicle (EV)

"Oleh karena itu, teknologi yang baru dan terus maju tidak akan menjadikan Islam gagap dan tercengang. Teknologi maju adalah sebuah wasilah atau sarana untuk kemajuan dan kesejahteraan kaum muslim. Negara pun akan berupaya menjadikan negaranya memiliki teknologi paling maju demi maksimalnya riayah negara pada umat."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tahun 2020an, menjadi tren masuknya mobil listrik atau Electric Vehicle ke dalam negeri. Gelombang tren mobil listrik pun disambut dengan tangan terbuka oleh pemerintah Indonesia. Usut punya usut, selain tujuan ramah lingkungan, ternyata Indonesia berambisi menjadi ekosistem mobil listrik dari hulu ke hilir. Sebab, tanah Indonesia dipenuhi oleh 80 persen bahan baku pembuatan baterai mobil listrik. Masalahnya, lantas bagaimana dengan nasib ribuan SPBU di Indonesia?

Tren Mobil Listrik

Tak dimungkiri, dunia selalu berkembang. Teknologi yang canggih terus dikembangkan, masyarakat dunia pun juga semakin aware tentang kerusakan bumi sebagai hasil dari polusi udara yang setiap hari dihasilkan dari emisi karbon dioksida, dan sebagian besar penyumbang emisi karbon dioksida terbesar berasal dari pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor. Untuk itu, kesadaran membersihkan pencemaran udara disambut dengan kapitalisasi mobil listrik oleh pengusaha.

Indonesia yang mempunyai sebagian besar bahan baku pembuatan baterai mobil pun antusias menyambut era electric vehicle, dengan menggandeng para investor untuk mengeksploitasi tambang-tambang nikel yang tersebar di beberapa titik wilayah Indonesia. Tak tanggung-tanggung, kontrak senilai 8,7 miliar dolar AS dengan kurs (Rp14.250,00) setara dengan Rp123,97 triliun akan masuk dengan mulus ke negara ini.

Aliran dana besar tersebut menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia diperuntukkan sebagai investasi mobil listrik beserta komponen penunjangnya, yang bisa dalam bentuk baterai cell, katoda, juga precursor. Lebih lanjut, dana sebesar itu belum termasuk investasi dari Konsorsium Hyundai-LG dan Indonesia Battery Corporation (IBC). Kedua korporasi tersebut saat ini sedang membangun pabrik baterai electric vehicle senilai 1,1 miliar dolas AS di Karawang, Jawa Barat. (nasional.kontan.co.id, 18/9/2021).

Ambisi Indonesia

Mengetahui dunia mulai beralih pada electric vehicle tentu tak disia-siakan begitu saja oleh negara penganut kapitalis termasuk Indonesia. Jika tak mampu menciptakan mobilnya, tentu komponen lain yang bisa dijual akan diproduksi.

Apalagi setelah mengetahui bahwa Indonesia mempunyai tambang nikel terbesar di dunia, dengan cadangan hingga miliaran ton, tentu wajar membuat pemerintah ambisius untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai dunia. Namun yang menjadi masalah adalah undangan pemerintah pada investor dunia untuk bekerja sama dalam penggalian tambang dan pembuatan pabrik baterai.

Yang harusnya potensi nikel tersebut dikelola secara mandiri oleh negara untuk kepentingan rakyat, mirisnya malah dibuat bancakan para korporat. Akhirnya melahirkan pertanyaan menggelitik, akankah Indonesia berhasil menyejahterakan rakyat meski menjadi produsen baterai terbesar? Tentu, jawabannya adalah tidak.

Investasi untuk mewujudkan Indonesia sebagai ekosistem mobil listrik sangat mudah mengalir disebabkan oleh tiga hal menurut kontan.co.id:

Pertama, jumlah penduduk yang besar dinilai memudahkan pemasaran jika pabrik berdiri di Indonesia.

Kedua, Indonesia mempunyai 80 persen bahan baku pembuatan baterai, yakni nikel, aluminium, mangan dan kobalt. Sedangkan lithium yang menjadi bahan terakhir dengan rasio 20 persen, akan diimpor dari negara lain.

Ketiga, pemangkasan birokrasi perizinan setelah disahkannya UU Ciptaker Tahun 2020, sangat memudahkan para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Apalagi ditambah adanya pembebasan pajak penjualan barang mewah, semakin membuat para investor betah.

Antusiasme pembuatan baterai mobil elektrik juga pengadaan mobil listrik ini, sebenarnya menimbulkan masalah baru dalam negeri, yakni bagaimanakah nasib SPBU ketika serbuan mobil listrik masuk ke Indonesia?

Nasib SPBU Terancam

Era mobil listrik yang diperkirakan akan menggeser eksistensi mobil konvensional berbahan bakar minyak, menimbulkan kekhawatiran. Kekhawatiran ini bersumber pada nasib ribuan SPBU di Indonesia. Sebab, permintaan bensin akan turun bahkan tidak lagi ada permintaan ketika mobil listrik mengaspal 20-30 tahun lagi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir, mengatakan bahwa keberadaan EV akan menjadi ancaman bagi eksistensi SPBU 20 tahun mendatang. Apalagi ketika pemilik mobil listrik memilih charging baterai mobil mereka di rumah. Maka dipastikan keberadaan SPBU akan terdampak. (cnbcindonesia.com, 22/1/2021)

Untuk menekan angka kerugian, PT. Pertamina mengarahkan agar SPBU harus merencanakan mitigasi mulai dari sekarang. Mitigasi ini dimulai dengan diubahnya Pertamina menjadi Petrokimia. Transisi energi ini dipercaya akan menguntungkan pemilik bisnis kilang BBM perseroan.

Mengapa demikian? sebab petrokimia akan menyediakan bahan baku plastik yang akan digunakan sebagai pengganti plat-plat baja dengan plastik ringan yang dihasilkan oleh petrokimia. Sedangkan petrokimia sendiri menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakarnya. Inilah mitigasi yang direncanakan oleh PT. Pertamina disamping menjadikan SPBU tetap menyediakan charger bagi kendaraan mobil berenergi listrik.

Inilah solusi kapitalistik negara kapitalis. Yang menjadi perhatian utama bukannya mampu tidaknya rakyat Indonesia yang sebagian besar berada di taraf menengah kebawah untuk membeli mobil listrik, jangankan membeli mobil listrik, untuk motor saja harus kredit. Namun yang mereka ributkan malah untung rugi negara dan para pengusaha pemilik perseroan kilang BBM. Sungguh miris!

Cara Islam Menghadapi Perubahan Teknologi

Ideologi Islam mendorong kaum muslimin untuk mencapai teknologi tertinggi. Sebab akal manusia yang diciptakan Allah Swt. berpotensi berkembang terus menerus. Namun bukan berarti potensi akal diperbolehkan melangkahi hukum syara'. Dorongan ini termaktub dalam hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman. Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina, sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim."

Perintah menuntut ilmu tentu bertujuan agar kaum muslimin menjadi kaum cendekia, yang menjadi faktor pendukung bagi firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 110, "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik." yakni menjadi umat terbaik yang pernah ada, dengan berpegang teguh pada kitabullah dan sunah Rasulullah saw.

Maka ketika Islam hari ini difitnah menjadi agama terbelakang, sungguh mereka buta akan sejarah. Jejak-jejak peradaban maju Islam telah tersebar ke penjuru dunia. Kaum muslim hari ini boleh jadi terbelakang dan kalah dalam urusan teknologi, sebab mereka sedang terbius dan mabuk karena racun sekularisme. Namun, ketika Khilafah kembali memimpin dunia, menjadi umat terbaik dengan peradaban maju adalah keniscayaan.

Oleh karena itu, teknologi yang baru dan terus maju tidak akan menjadikan Islam gagap dan tercengang. Teknologi maju adalah sebuah wasilah atau sarana untuk kemajuan dan kesejahteraan kaum muslim. Negara pun akan berupaya menjadikan negaranya memiliki teknologi paling maju demi maksimalnya riayah negara pada umat.

Dengan demikian, adanya harta karun berupa sumber daya alam dengan segala potensinya, akan dimanfaatkan menggunakan teknologi terkini hanya untuk kepentingan umum. Maka, tidak ada lagi cerita negara berhitung untung rugi dalam pelayanan terhadap rakyatnya. Allahu a'lam bis-showab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Bagaimana Nasib Riset dan Para Peneliti di Negeri Ini?
Next
Kisruh JHT, Kapitalisme Menggantung Nasib Buruh
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram