"UU Cipta Kerja menjadi bukti bahwa hukum demokrasi di negara ini memang buruk. Sebab UU ini pembuatannya saja sudah memiliki kesalahan dari awal. Seiring berjalannya waktu juga menimbulkan peedebatan yang terus memanas. Selain itu, UU ini lahir bukan untuk rakyat, namun para korporat."
Oleh. Wiji Lestari
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengambil keputusan terhadap revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Revisi UU PPP ini dimaksudkan untuk memasukan metode omnibus law sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja. DPR mengambil keputusan menyetujui revisi UU PPP menjadi inisiatif DPR. Perubahan UU PPP mendapat dukungan dari 8 fraksi di DPR. Fraksi PKS menjadi satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU PPP. Anggota DPR Fraksi PKS Bukhori Yusuf menilai pembahasan revisi UU PPP tergesa-gesa. PKS meminta pendalaman lebih lanjut terhadap revisi UU PPP ini. (Merdeka.com, 08/02/2022)
UU Cipta Kerja dalam pengesahannya menuai pro-kontra beberapa waktu lalu. UU ini dinilai inkonstitusional bersyarat pada pembacaan putusan 25 November 2021 lalu. UU ini terdapat kecacatan hukum baik secara formil maupun materiil. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dilakukannya perbaikan terhadap UU Cipta Kerja dalam kurun waktu dua tahun. UU yang sudah jelas memiliki kecacatan hukum bukan dihapus atau dicabut, justru disahkan begitu saja. Sejatinya UU Cipta Kerja nyatanya tak berpihak kepada para pekerja atau buruh.
UU Cipta Kerja menjadi bukti bahwa hukum demokrasi di negara ini memang buruk. Sebab UU ini pembuatannya saja sudah memiliki kesalahan dari awal. Seiring berjalannya waktu juga menimbulkan peedebatan yang terus memanas. Selain itu, UU ini lahir bukan untuk rakyat, namun para korporat. Ini menunjukkan bahwa hukum buatan manusia tak pernah lepas dari konflik kepentingan.
Selain itu, didukung dan diperkuat pula dalam pembuatan hukum yang rusak dari tangan manusia dengan mengakarnya sistem sekuler yang menancap di negara ini. Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan menjadi pendukung utama lahirnya hukum buatan manusia. Sistem yang berasaskan manfaat semata menjadikan segala sesuatu berorientasi mencari keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan sistem sekuler juga memberi celah bagi siapa pun untuk dapat mengutak-atik hukum sesuai kehendaknya.
Sistem ini pula yang memberikan peluang besar terhadap masuknya investor asing. Melalui para investor, hukum di negara ini seakan dapat dipesan dahulu. Berbagai jalan pintas pun mulai dipikirkan untuk mencapai apa yang direncanakan bersama. tak heran jika lahirnya kebijakan yang ada sering condong kepada korporasi. Mempermudah investor untuk menguasai negara ini. Hasil produk hukum dari sistem ini bukan memberikan solusi tuntas melainkan memunculkan persoalan baru.
Jauh berbeda dengan sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yakni sistem Islam. Khilafah yakni sebuah negara yang menerapkan seluruh aturan Sang Pencipta yaitu aturan Islam di segala aspek kehidupan, menjadikan khalifah sebagai pemimpin umat manusia sebagai pelindung dan peri'ayah umat. Sebab seluruh kebijakan khalifah berorientasi kepada rakyat guna terciptanya kemaslahatan rakyat. Kebijakan penguasa yang lahir dari sistem Islam dibangun berlandaskan akidah Islam yakni keimanan kepada Allah, Dzat yang Mahakuasa. Dimana hukum-hukum Islam bersifat pasti dan jauh dari kepentingan pihak mana pun. Posisi penguasa dalam Islam hanya sebagai pelaksana hukum dan penjaga hukum.
Ketika ada pelanggaran dalam penegakan hukum, maka rakyat boleh mengadukan kepada Qadhi Mazhalim. Qadhi ini bertugas untuk menindaklanjuti laporan yang diterima sebab adanya kezaliman yang dilakukan oleh khalifah maupun pejabat-pejabat lainnya. Hukum Islam telah Allah turunkan untuk memberikan solusi yang menuntaskan persoalan di setiap aspek kehidupan. Tak ada yang dapat membatalkan hukum-hukum Islam tersebut. Allah berfirman dalam surah Al Anfal ayat 24,
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”[]