"Munculnya individu-individu yang sampai hati untuk main hakim sendiri adalah buah dari penerapan ideologi kapitalisme. Bagaimana tidak, ideologi kapitalis dengan pemahaman sekulernya telah berhasil membentuk masyarakat dengan konsep Barat, yaitu menjauhkan agama dari kehidupan bermasyarakat. Sehingga individu-individu dalam masyarakat susah untuk berpikir jernih dan mudah terbawa arus provokasi."
Oleh. drh. Lailatus Sa'diyah
NarasiPost.Com-Belum reda dalam ingatan kasus kakek 89 tahun yang dikeroyok massa hingga meregang nyawa pada akhir Januari lalu, kini kembali dihebohkan dengan kasus pengeroyokan seorang remaja bernama Lutfi Erlangga Hafiz hingga tewas pada 5 Februari di Bekasi oleh enam pelaku yang tidak bertanggungjawab. Latar belakang kasusnya hampir sama, dimana korban pada mulanya diteriaki sebagai maling, kemudian massa yang mendengarnya merespons dengan spontan mengeroyok dan menghakimi korban hingga tewas tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya.
Faktanya, kasus main hakim sendiri hingga menghilangkan nyawa seseorang telah berulang kali terjadi dan menambah deret panjang kasus tindak pidana di Indonesia. Pelaku main hakim sendiri seakan pendek pikir terbakar provokasi, tidak mempertimbangkan bahwa apa yang dilakukannya akan mengaantarkannya pada jerat hukum dan yang pasti telah melakukan dosa besar karena menghilangkan nyawa seseorang.
Sungguh disayangkan, di negara yang notabene sering mengklaim sebagai negara hukum, nyatanya hukum yang ada tidak lantas membuat pelakunya jera. Negara tidak mampu memberikan ketenangan dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain, menunjukkan bahwa negara telah gagal melindungi nyawa manusia dan hal ini bisa terjadi pada siapa saja.
Buah Penerapan Sistem Sekuler
Munculnya individu-individu yang sampai hati untuk main hakim sendiri adalah buah dari penerapan ideologi kapitalisme. Bagaimana tidak, ideologi kapitalis dengan pemahaman sekulernya telah berhasil membentuk masyarakat dengan konsep Barat, yaitu menjauhkan agama dari kehidupan bermasyarakat. Sehingga individu-individu dalam masyarakat susah untuk berpikir jernih dan mudah terbawa arus provokasi. Terlebih kurangnya pemahaman Islam menjadikan mereka bias dalam membedakan halal dan haram.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelaku penganiayaan. Hukuman atau sanksi yang diberikan tidak lantas menjadikan pelaku ataupun orang lain jera akan perbuatan tersebut. Akibatnya terus merebaknya kasus main hakim sendiri hingga menghilangkan nyawa seseorang. Nahasnya, perbuatan itu terkadang terjadi karena dipicu masalah sepele.
Dari sini menunjukkan bahwa sanksi buatan manusia tidak mampu mencegah dan menjerakan manusia untuk berbuat aniaya kepada orang lain. Ideologi kapitalisme dengan sekularismenya justru menjadikan individu jauh dari akhlak mulia seorang muslim akibat gagalnya mereka dalam memahami syariat Islam. Belum lagi adanya oknum penegak hukum yang tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Mereka yang harusnya berpihak kepada kebenaran, justru acapkali menjadikannya guyonan. Hal ini terbukti sistem peradilan yang ada cenderung pilih kasih dan tidak konsisten dalam menetapkan keadilan serta memberikan sanksi. Akibatnya masyarakat merasa kehilangan kepercayaan atas keberadaan penegak hukum. Hingga mereka memilih mewujudkan keadilannya dengan jalan main hakim sendiri. Inilah potret buram dari cacatnya penerapan sistem kapitalisme.
Islam Jalan Keadilan
Islam memiliki cara untuk meminimalisasi tindakan main hakim sendiri. Hal ini akan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Islam sangat menghargai nyawa seorang muslim. Pemerintahan Islam akan menjaga setiap jiwa manusia yang ada di bawah pemerintahannya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam Surat Al-Maidah ayat 32 : "…Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya."
Jika ada individu atau kelompok masyarakat yang menyalahi ketentuan Allah tersebut, yakni menghilangkan nyawa seseorang tanpa motif yang jelas, Islam akan memberinya sanksi yang sangat tegas, yaitu memberikan sanksi dengan hukuman jinayat (tebusan darah) dan qishaash (dibunuh). Sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala Surat Al-Baqarah ayat 79 : "Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa."
Sistem pendidikan Islam akan senantiasa menumbuhkan dalam jiwa-jiwa peserta didiknya agar menjadi muslim yang taat syariat serta konsekuensi melanggarnya akan mendatangkan murka Allah. Maka dari itu, akan melahirkan generasi yang berfokus meraih rida Allah Ta'ala dalam setiap aktivitasnya.
Inilah ajaran Islam dalam menjaga jiwa manusia. Dalam penerapannya, sanksi dalam sistem Islam memiliki ciri yang khas yang tidak dimiliki sistem kapitalisme sekarang ini, yaitu memberikan efek jera dan sebagai menghapus dosa. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan keadilan dalam hidup bermasyarakat. Namun, hal ini hanya bisa terwujud ketika ajaran Islam diterapkan secara kaffah di bawah naungan Daulah Islam. Dan ketiadaanya saat ini menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk memperjuangkannya.[]