Kehadiran Varian Siluman, Butuh Keseriusan Penanganan

"Nyawa rakyat sudah menjadi taruhan, namun upaya penguasa masih minim dan tidak serius, bahkan terkesan monomorduakan nilai kemanusiaan dan keselamatan nyawa. Temuan data yang saling sengkarut dan tidak sinkron antara pusat dan daerah dipertanyakan keabsahannya. Di mana kesungguhan penguasa menjamin keselamatan nyawa rakyatnya?"

Oleh. Ahsani Annajma

NarasiPost.Com-Jika mendengar kata-kata siluman apa yang ada di benak kita? Mengerikan sudah pasti, karena wujudnya tak tampak, namun kehadirannya mengancam dan mengundang bahaya bagi siapa pun yang ada di hadapannya. Itulah kondisi yang menggambarkan keadaan hari ini, ngeri-ngeri sedap menghadapi ragam mutasi virus Covid-19.

Son of Omicron Mengundang Was-was

Dikabarkan, virus Covid-19 ini mengahadirkan “aktor” baru yang dijuluki “siluman” BA.2 sebagai Son of Omicron. Kehadiran varian ini cukup mengagetkan dunia, pasalnya, virus Omicron bermutasi menjadi Son of Omicron, yang memiliki sebagian besar mutasi yang sama dengan varian Omicron asli. Sementara, julukan 'siluman' ini disinyalisasi karena varian BA.2 ini sulit diidentifikasi oleh beberapa alat tes Covid-19.

Kemunculan Omicron BA.2 ini membuat para ahli kesehatan was-was. Dikenal sebagai BA.2, varian siluman ini disinyalisasi lebih menular dibanding Omicron asli dan mampu menginfeksi yang sudah divaksinasi, meskipun belum ada bukti bahwa subvarian ini lebih parah dari jenis sebelumnya. Menurut data, varian siluman ini masih menyumbang sebagian kecil kasus Omicron di seluruh dunia, dan sudah 40 negara yang mencatat kasus BA.2 ini, salah satunya tetangga RI, Filiphina. Menanggapi hal tersebut, Menkes Budi menuturkan dipastikan Omicron BA.2 ini sudah terdeteksi di Indonesia (27/1). Menurut mantan Direktur Penyakit Menular WHO, Prof Tjandra Yoga Aditama, kasus sebaran Omicron BA.2 meningkat di beberapa negara, sehingga kemungkinan besar, akan ada penyesuaian kebijakan bila varian siluman ini makin liar penyebarannya.

Virus Covid-19 ini terus saja melakukan mutasi. bahkan, untuk varian Omicron ini disinyalisasi memiliki mutasi yang lebih banyak. Berdasarkan pencatatan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kasus varian Omicron di Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan. Pada tanggal 3 Januari 2022, kasus Omicron sudah mencapai 3.161 kasus, meningkat sebanyak 181 kasus, dan kasus positif harian tembus di angka 27ribu (2/2).

Penanganan Setengah Hati

Ironi di negeri ini, di saat kasus virus Covid-19 terus dihantui oleh ragam mutasi, pemeritah malah disibukkan dengan perencanaan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Alhasil, penanganan pandemi ini makin berlarut-larut seakan tidak menandakan ujung kepastian berakhirnya. Berbagai sektor kehidupan terkena baku hantam akibat pandemi. Ekonomi melesu dan merosot tajam, para pekerja yang baru saja mendapat harapan akan beraktivitas normal, terpaksa harus kembali bekerja di rumah (WFH), tingkat pengangguran naik, sejalan dengan meningkatnya angka kriminalitas. Di satu sisi, sektor pendidikan pun terkena dampaknya, dikala aktivitas PTM 100% sudah mulai diberlakukan di beberapa wilayah, terpaksa kegiatannya harus diurungkan kembali. Pendidikan negeri ini pun sudah di ambang kewaspadaan, pasalnya degenerasi kualitas anak negeri juga nyata berada di hadapan kita. Seakan gagal membentuk pendidikan yang berkualitas.

Segala macam strategi yang ditempuh terkesan setengah hati, akibat terbiasa mengambil solusi pragmatis. Alih-alih dapat menyelesaikan masalah, munculnya subvarian ini sebenarnya merupakan bukti ke sekian gagalnya sistem kapitalisme global yang hari ini eksis memimpin dunia. Berbagai solusi yang ditawarkan guna mengendalikan dan menangani pandemi hanyalah tambal sulam belaka. Kebijakan yang dilakukan pun masih belum tuntas mencabut akar permasalahannya.

Nyawa rakyat sudah menjadi taruhan, namun upaya penguasa masih minim dan tidak serius, bahkan terkesan monomorduakan nilai kemanusiaan dan keselamatan nyawa. Nyawa rakyat terhitung hanya sebatas angka-angka, sehingga temuan data yang saling sengkarut dan tidak sinkron antara pusat dan daerah dipertanyakan keabsahannya. Di mana kesungguhan penguasa menjamin keselamatan nyawa rakyatnya?

Disisi lain, kesan tidak serius menerapkan kebijakan dalam rangka pengendalian pandemi diantaranya penanganan berbasis 3T (test, trace, treat) juga 2M (mengurangi mobilitas, menghindari kerumunan). Aturan yang kendur dan plin-plan justru memicu adanya peningkatan mobilitas masyarakat. Ibarat jatuh, tertimpa tangga pula, penderitaan rakyat makin lengkap dengan adanya polemik vaksin soal keamanan dan kehalalannya, hingga terkesan menjadi ajang meraup cuan para kapitalis global. Ukuran nilai materi yang mendominasi dan motif ekonomi menjadi asas utama, sebagaimana ciri khas penanganan rezim global sebagaimana arahan WHO.

Solusi Efektif Menangani Wabah

Diakui atau tidak, kebijakan lockdown seharusnya serius diterapkan sejak awal, yang terbukti efektif menekan laju penyebaran virus sehingga mencegah adanya mutasi virus. Hal ini telah dicontohkan pada masa Rasulullah saw., ketika wabah melanda suatu wilayah, maka diambillah kebijakan lockdown atau karantina wilayah. Tindakan ini diakui keefektifannya secara sains dalam mencegah penyebaran virus, di samping terus mengupayakan hal-hal lainnya.

Hari ini, penguasa seakan tidak memiliki keberanian untuk melakukan tindakan lockdown, karena harus menanggung kebutuhan rakyatnya. Islam sebagai rahmatan lil’alamin bukan hanya rahmatan lilmuslimin, memegang prinsip dan metode penanganan wabah secara serius, juga memberikan jaminan kebutuhan rakyatnya, sehingga rakyat tidak harus ‘bunuh diri’ menghadapi pandemi demi memenuhi kebutuhannya. Penguasa dalam sistem Islam tidak berlepas diri dan membiarkan rakyatnya menanggung beban ekonomi di tengah pandemi. Subsidi (bantuan) berupa kebutuhan pokok akan diberikan kepada seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. Berbeda dengan sistem kapitalis, dalam sistem Islam tidak boleh ada solusi yang malah menguntungkan segelintir pemilik modal apalagi menjadi ladang cuan, hingga rakyat kembali menjadi korban.

Memang, potret penguasa idaman yang amanah dan optimal mengurusi rakyat akan sulit ditemui dalam sistem kapitalisme, yang tak pernah menjadikan kemaslahatan rakyat sebagai tujuan utama, justru para kapitalis pemilik modal besar saja yang mendapatkan perhatian besar. Lahirnya pemimpin yang amanah hanya akan didapati dalam sistem yang amanah pula yakni sistem Islam. Urgensi mewujudkan sistem Islam dalam kehidupan ini tidak boleh ditunda lagi, mengingat rakyat terus-menerus menjadi sasaran empuk dari ambisi kapitalis global. Jika menginginkan kesejahteraan hidup, mari bersama bahu-membahu mewujudkan sistem Islam yang dengan metode penerapan Islam secara kaffah, menuju Islam rahmatan lil alamin. Allahu’alam.[]


Photo : Unplash

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ahsani Annajma Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Frozen Embryo Transfer, Bolehkah?
Next
Anomali Hukum Demokrasi, di Manakah Keadilan yang Sesungguhnya?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram