Dari Rayan dan Fawaz Kita Belajar, Saatnya #SaveUmatMuhammad Menggaung ke Seantero Jagat!

"Penting untuk kaum muslimin memiliki agenda setting sendiri dalam menyaringkan isu keumatan ke tengah-tengah publik dengan sudut pandang Islam yang khas, bukan semata berlandaskan perspektif kemanusiaan saja, melainkan mengagendakan isu krusial yang menimpa kaum muslimin untuk digulirkan ke publik."

Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bermain bagi anak-anak merupakan hal yang menyenangkan hati dan memuaskan jiwa. Tapi, bermain juga atas takdir Allah Al-Qadir bisa menjadi hal yang menyisakan tangis dan duka. Kecelakaan yang terjadi dalam proses bermainnya anak-anak sudah sangat sering mewarnai kisah kelabu para orang tua di luar sana, yang bahkan sampai harus membuat mereka tak bisa lagi bertemu dengan buah hati tercinta.

Namanya Rayan Awram. Bocah lelaki berusia 5 tahun asal Maroko, yang berhasil mencuri perhatian dunia hampir sepekan berturut-turut. Sebagaimana anak 5 tahun pada umumnya, bermain di tanah lapang menjadi kegiatan yang ia sukai. Pada tanggal 1 Februari 2022, nahasnya, Rayan terjerembab ke sebuah lubang sedalam 32 meter. Hal ini disadari oleh orang tuanya yang mendengar suaranya dari dalam lubang dan mengonfirmasi keberadaannya dengan senter. Aksi penyelamatan panjang itu pun segera dimulai yang sampai melibatkan beberapa alat berat seperti bulldozer untuk menggali tanah di sekitar lubang itu, hingga ahli topografi dan tim medis yang berjaga di tempat (morrocoworldnews.com, 5/2/2022).

Di hari kelima Rayan berada di dalam lubang sempit itu, tim penyelamat pun berhasil mengeluarkan Rayan disertai pekikan takbir pertanda syukur. Namun kondisi fisik bocah ini justru memburuk dan akhirnya meninggal beberapa jam setelah ia berhasil diselamatkan. Perjalanan aksi heroik tim penyelamat ini merajai kolom trending di Twitter dengan tagar #SaveRayan, yang bahkan membuat para pemimpin dunia mengirimkan simpati dan ungkapan duka kepada keluarga Rayan. Bahkan sebuah media berbasis Amerika mengangkat berita bertajuk, “he unified humanity” atau “ia menyatukan kemanusiaan”, karena keberhasilannya menunjukkan solidaritas manusia dari berbagai negara untuk mendoakannya dari jauh (usatoday.com, 6/2/2022).

Belum lama nama Rayan mencuat, muncul lagi sosok anak lainnya yang bernama Fawaz al-Qatifan. Fawaz merupakan bocah muslim asal Suriah, yang video penculikan dan penyiksaannya ramai beredar di dunia maya. Tagar #SaveFawaz pun mengudara cukup lama di media sosial, sebagai wujud keinginan warganet menyelamatkan Fawaz. Pasalnya, penculik Fawaz yang sudah beraksi sejak November 2021 ini menuntut keluarga untuk memberi tebusan sejumlah 500 juta lira Suriah atau setara dengan 138.000 dolar AS. Keluarga yang per tanggal 9 Februari mengungkap tak mampu menyiapkan seluruh tebusan Fawaz itu justru dikirimkan video penyiksaan atas bocah ini (syrianobserver.com, 8/2/2022). Lantas apa pelajaran yang dapat dipetik dari dua kisah bocah ini?

Dua Sisi Kekuatan Media Sosial

Maroko dan Suriah berada amat jauh dari tempat kita berpijak di Nusantara. Maroko di Afrika Utara, Suriah di Timur Tengah, dan kita berada di Asia Tenggara. Tapi jarak yang terpisahkan benua itu tergilas dengan hadirnya teknologi internet. Bahkan sampainya isu dua bocah ke hadapan kita tidak lain disebabkan karena ramainya perbincangan tentangnya di media sosial. Banyaknya orang yang menulis utas dan melampirkan tagar membuat nama Rayan dan Fawaz dikenal ke penjuru barat dan timur dari negerinya sendiri, sesuai dengan algoritma yang sudah diatur oleh platform jejaring sosial yang ada.

Pesatnya laju perkembangan teknologi ini memang berhasil merekatkan ukhuwah, karena seakan meniadakan jarak yang terbentang di antara kaum muslimin. Bahkan dengan bantuan internet ini, kaum muslimin di belahan bumi yang lain sampai bisa mengakomodasi salat gaib yang bertujuan untuk mendoakan keberhasilan penyelamatan Rayan di Maroko. Namun kemudian yang menjadi masalah adalah ketika sebuah isu keumatan tidak sampai viral, apakah lantas dunia menjadi tak tahu atau bahkan tak peduli dengan masalah-masalah yang sebenarnya ada?

Terlebih dengan kondisi kaum muslimin hari ini yang sebenarnya banyak terzalimi di banyak wilayah, namun tidak semuanya terekspos dan viral di media. Padahal isu-isu tersebut tak kalah pelik dan seharusnya bisa menyedot perhatian kita. Jika demikian adanya, maka seakan-akan nasib dipahaminya isu keumatan oleh publik luas itu menjadi tergantung pada viral atau tidaknya isu tersebut. Seharusnya yang terjadi bukan seperti itu, karena meskipun isu yang menyangkut umat Muhammad saw. ini tidak viral, salah satu bentuk persaudaraan kita sebagai sesama muslim adalah dengan senantiasa melakukan monitoring terhadap isu-isu yang menimpa sauadara seakidah itu.

Ayo #SaveUmatMuhammad Juga!

Bila tagar-tagar tadi berhasil mengundang simpati dari para pemimpin dunia atas nama kemanusiaan yang bahkan di kasus lain justru mereka menjadi perongrong Islam dan muslim, maka publik sepatutnya paham bahwa terdapat paradoks yang nyata dari sikap tersebut. Prancis yang di satu sisi melarang penggunaan hijab bagi muslimah dan menumbuhsuburkan Islamofobia; Israel yang tak henti-henti menderaskan usaha pencaplokan wilayah kaum muslim di Palestina adalah dua negara yang berusaha terlihat “manusiawi” melalui simpati yang mereka kirim dalam kasus Rayan.

Sikap paradoksial itu juga hampir dapat dipastikan akan membuat mereka bergeming jika tagar yang menyerukan penyelamatan umat Muhammad atas ketidakadilan yang mereka lakukan menjadi ramai diperbincangkan di media sosial. Hal ini dikarenakan tagar #SaveRayan maupun #SaveFawaz tidak secara langsung menunjukkan kezaliman yang dikomandoi oleh negara-negara kufur tersebut. Akan tetapi, tagar semisal #SaveUmatMuhammad yang diperinci sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja akibat intervensi penguasa kufur demi mengamankan kepentingan mereka itulah yang sejatinya akan mengguncang singgasana fana mereka.

Atas dasar inilah, penting untuk kaum muslimin memiliki agenda setting sendiri dalam menyaringkan isu keumatan ke tengah-tengah publik dengan sudut pandang Islam yang khas, bukan semata berlandaskan perspektif kemanusiaan saja. Bukan hanya beragenda sesuai dengan apa yang menjadi arus utama di tengah masyarakat, melainkan mengagendakan isu krusial yang menimpa kaum muslimin untuk digulirkan ke publik.

Media sosial akhirnya bukan hanya menjadi tempat mencurahkan isi hati para warganet di dalamnya, melainkan ia seyogianya menjadi wasilah untuk memberikan gambaran kepada publik bahwa yang memerlukan penyelamatan bukan hanya Rayan dan Fawaz saja, namun umat Muhammad saw. di berbagai belahan bumi saat ini juga sangat perlu diselamatkan dari kebengisan para penguasa Barat dan penguasa mereka sendiri dalam mengejar kepentingan segelintir orang tersebut. Wallahu a’lam bisshawwab.[]


Photo : CNNnews

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Iranti Mantasari BA.IR M.Si Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Pesawat CN235, Cengkeraman Asing dalam Dunia Industri
Next
Wonderful Love
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram