Menakar Ulang Arah Kebijakan Pemerintah terkait Gelombang Ketiga Pandemi Covid-19 K

"Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah Islamiah), negara akan memberi jaminan atas dua hal, yaitu menjamin kehidupan normal di luar area wabah dan juga pemutusan rantai penularan secara efektif. Artinya, pandemi akan berakhir dalam waktu yang relatif singkat secara global dan manusiawi.

Oleh: Rahmiani Tiflen, S.Kep.
(Kontributor Narasi Post.Com)

NarasiPost.Com-Memasuki tahun 2022 sepertinya pandemi masih akan terus berlanjut khususnya di negeri tercinta Indonesia. Terlebih sejak beberapa hari belakangan, kembali bermunculan informasi baik itu melalui media massa maupun elektronik tentang melonjaknya angka positif pasien terkonfirmasi coronavirus.

Melansir Tribunnews.com, 8/2/2022 diperoleh data bahwa jumlah pasien terkonfirmasi positif terpapar Covid-19 bertambah sebanyak 37.492 pasien. Dengan demikian, total keseluruhan pasien terkonfirmasi virus corona hingga Selasa ini menjadi 4.580.093 orang. Sayangnya, pemerintah lagi-lagi belum mengambil langkah yang tepat dalam penanggulangannya. Bukannya fokus pada penanggulangan utama yaitu dengan menutup semua akses baik dari luar maupun dalam negeri, pemerintah justru menetapkan kembali kebijakan yang dinilai merugikan umat Islam.

Sebagaimana pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terbaru berkaitan dengan pelaksanaan peribadatan di rumah ibadah. Menurutnya, rumah ibadah perlu untuk memperketat prokes di tengah kembali melonjaknya kasus Covid-19 terlebih setelah varian baru Omicron bermunculan. Hal tersebut pun turut diaminkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta pemuka agama. Kebijakan tersebut diatur dalam Surat Edaran Nomor SE.04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M (Republika, 07/02/22).

Akar Masalah di Balik Penanganan Pandemi Covid-19

Sudah menjadi rahasia umum ketika melihat berbagai kebijakan pemerintah sepanjang awal pandemik hingga hari ini, yang terus-menerus serba inkonsisten.

Pertama, Pemerintah senantiasa menyampaikan kepada masyarakat agar wajib melaksanakan protokol kesehatan pun menghindari kerumunan karena penyebaran virus corona varian Omicron semakin meningkat. Sayang, kenyataannya justru bertolak belakang. Pemerintah sendiri yang mencontohkan pelanggaran terhadap protokol kesehatan, dengan adanya kerumunan saat kegiatan-kegiatan kenegaraan. Buktinya beberapa waktu lalu ketika Presiden Jokowi mengunjungi Danau Toba, Sumatra Utara. Tak tanggung-tanggung pengamat politik Ujang Komaruddin ikut berkomentar. Katanya, rakyat butuh contoh yang baik dari para elite pejabat. Tak hanya sekadar imbauan tapi juga selaras dengan perilakunya.

Kedua, terbukti pemerintah telah gagal dalam merumuskan secara tepat bagaimana upaya dalam menghadapi gelombang ketiga Covid-19. Data hingga hari Selasa, 07/02/2022 terus terjadi penambahan kasus positif covid-19 sebanyak 4.580.093. Ibarat berada dalam medan pertempuran tapi tak cukup amunisi persenjataan, baik itu dari sisi pencegahan maupun penanganan. Sebaliknya, pemerintah terkesan abai terhadap masukan yang diberikan para pakar kesehatan. Dengan demikian, publik menjadi rancu terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa. Sehingga ujung-ujungnya masyarakat pun kian apatis dan tak peduli terhadap protokol kesehatan.

Ketiga, menilik berbagai kasus terkait pelanggaran prokes di antaranya kasus kerumunan yang dilakukan oleh Mal Festival Citylink dalam perayaan Imlek. Alih-alih menjatuhkan hukuman yang tegas, pemerintah justru menerbitkan SE Menag terkait pengaturan pelaksanaan peribadatan khususnya bagi umat Islam. Padahal, jika dari awal pandemik ditangani dengan baik maka sudah barang tentu tidak akan berlarut-larut. Jelas terlihat adanya kesalahan pemerintah dalam menetapkan formula jitu sebagai upaya penanggulangan pandemi Covid-19, terlebih ketika gelombang ketiga sudah di depan mata. Imbasnya, masyarakat pun semakin tidak patuh pada pelaksanaan protokol kesehatan.

Demikian yang terjadi pada sistem hari ini. Di bawah kendali kapitalisme, negara dianggap tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar yaitu sebagai pengurus dan pelindung kesehatan masyarakat. Terlebih memberikan jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat selama pandemi. Sebab, untuk menangani pandemi tak cukup hanya dengan mengandalkan sektor hilir seperti penyediaan berbagai pusat kesehatan, obat-obatan, serta berbagai kebijakannya sementara sektor hulu justru dibuka secara bebas sehingga penyebaran virus corona makin tak terkendali. Pemerintah malah enggan melakukan lockdown dengan dalih menyelamatkan ekonomi, aturan yang dibuat pun hanya berupa imbauan penghentian mobilisasi bukan pelarangan. Tindakan tersebut semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah pada kepentingan kapitalis.

Solusi Islam Atasi Pandemi

Kesalahan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 semakin terkuak. Apalagi dengan dikeluarkannya surat edaran terkait pengaturan pelaksanaan peribadatan bagi umat Islam. Publik semakin mempertanyakan apa upaya komprehensifnya dalam menghadapi situasi saat ini, terlebih bagi kapitalisme setiap keputusan yang diambil haruslah menghasilkan cuan.

Padahal, Islam jelas menetapkan strategi dalam penanganan wabah pandemi yaitu dengan menerapkan lockdown, tapi lagi-lagi pemerintah lebih mementingkan perekonomian ketimbang nyawa manusia. Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah Islamiah), negara akan memberi jaminan atas dua hal yaitu, menjamin kehidupan normal di luar area wabah dan juga pemutusan rantai penularan secara efektif. Artinya, pandemi akan berakhir dalam waktu yang relatif singkat secara global dan manusiawi. Sebab sekecil apa pun potensi wabah dapat menjadi besar jika tidak tertangani dengan baik. Kedua konsep tersebut akan mudah direalisasikan dalam sistem Islam sebab dalam syariat Islam diharamkan adanya bahaya. Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh membalas bahaya dengan bahaya." (HR. Ahmad)

Strategi penanggulangan pandemi akan dilaksanakan dalam dua sektor yaitu di hulu dan hilir. Di hulu ditetapkan langkah lockdown secara syar’i sebagai tindakan pertama dan utama sebelum ditetapkan strategi lain semisal testing, tracing, treat serta pelaksanaan protokol kesehatan. Kebijakan ini meniscayakan penanganan pandemi dilaksanakan segera tanpa mengulur waktu. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR. Bukhari)

Sementara di hilir, berbagai kebijakan Islam ditegakkan selama pandemi terjadi. Di antaranya adalah tersedianya pelayanan kesehatan secara gratis serta berkualitas bagi setiap warga masyarakat dalam negara Khilafah tanpa memandang status sosial ataupun agamanya. Negara pun hadir sebagai pengurus urusan kehidupan masyarakat, seperti sabda Rasulullah saw., "Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR. Muslim dan Ahmad).

Artinya, negara berperan sentral dalam penanggulangan pandemi, menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan secara memadai, dana yang mencukupi, laboratorium diagnostik, kemudian sumber daya manusia dalam bidang kesehatan, lembaga riset, serta industri alat kesehatan dan juga farmasi.

Tidak seperti kebijakan hari ini yang kian menunjukkan keberpihakan pemerintah pada kapitalis serta terus-menerus menghalangi umat Islam untuk beribadah secara leluasa. Wallahu a'lam bi as-shawab.[]


Photonya :unsplash

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rahmiani. Tiflen, Skep Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Wonderful Love
Next
Mereguk Kenikmatan dengan Menuntut Ilmu Agama
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram