"Berjamurnya kasus KDRT adalah buah dari hilangnya aturan Islam kaffah, termasuk dalam interaksi suami istri. Lunturnya pemahaman kewajiban dan hak suami istri menjadikan mereka menyelesaikan permasalahan rumah tangga tidak sesuai dengan Islam."
Oleh. Wening Cahyani
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasIPost.Com-Isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terus diaruskan oleh para pembenci Islam. Ibarat air yang mencari celah untuk bisa mengalir, maka para pembenci Islam (kaum feminis dan liberal) menjadikan setiap kejadian sebagai pintu masuk untuk menyerang umat Islam. Termasuk saat ini yang sedang viral ceramah yang menceritakan sikap istri menutupi aib suami dimanfaatkan oleh para pembenci Islam untuk memojokkan Islam dengan tuduhan Islam menormalkan KDRT. Bagaimana Islam memandang tentang KDRT?
Dilansir dari news.detik.com, Jumat (04/02/2022) bahwa telah viral potongan isi ceramah Ustazah OSD yang membahas tentang seorang istri yang baru saja dipukul oleh sang suami. Si istri tak menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya manakala mereka berkunjung ke rumah atau istri berusaha menutupi aib suami. Atas dasar ini Ustazah OSD menuai banyak kritikan dan dianggap menormalkan praktik KDRT.
Setelah dihujani banyak kritikan, Ustazah OSD dalam akun Instagramnya meminta maaf dan mengatakan bahwa dirinya sangat menolak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ia pun memohon kepada Allah agar mengampuni kesalahan-kesalahannya dan akan terus belajar.
Salah Kaprah Ustazah OSD Memahami Syariat Islam
Jika dicermati, apa yang disampaikan Ustazah OSD berupa permintaan maaf dan mengatakan, "Saya sangat menolak KDRT ini tidak tepat." Tindakan tersebut merupakan pembelaan diri (defensive apologetic). Sikap seperti ini dilakukan karena seolah ia menjadi pihak tertuduh dan justru akan menjadi kontraprodukti ketimbang positif. Rasa khawatir dan takut dianggap berbeda dengan pihak yang menuduh (para pembenci Islam) membuat pembelaan diri yang dilakukannya menjadi tidak proporsional.
Kemunculan sikap defensif apologetic ini disebabkan kuatnya makar AS dan Barat yang terus merongrong pemahaman umat Islam. Berbagai konspirasi AS dan Barat dilakukan untuk menghancurkan Islam sebagai agama dan sistem kehidupan. Maka berbagai upaya dilakukan, baik secara fisik maupun perang opini. Narasi tentang terorisme, tidak demokratis, radikalisme, sikap moderat terus disuguhkan ke tengah umat.
Penyebab lain adalah tingkat berpikir umat yang rendah. Hal inilah yang cukup memberikan andil besar munculnya sikap defensif apologetic ini. Melalui taraf berpikir umat yang rendah, umat tidak mampu mengetahui apakah suatu pemikiran bersumber dari Islam atau tidak. Ketika ada tuduhan-tuduhan miring dari para pembenci Islam, yang justru muncul adalah jawaban yang hanya demi membela diri, bukan untuk counter opini. Pemahaman Islam yang benar pun makin jauh dari benak umat.
Seharusnya penjelasan mengapa terjadi KDRT inilah yang dilakukan Ustazah OSD. Berjamurnya kasus KDRT adalah buah dari hilangnya aturan Islam kaffah, termasuk dalam interaksi suami istri. Lunturnya pemahaman kewajiban dan hak suami istri menjadikan mereka menyelesaikan permasalahan rumah tangga tidak sesuai dengan Islam.
Pandangan Islam tentang KDRT
Tidak dimungkiri KDRT saat ini sering terjadi di tengah masyarakat bahkan kasusnya makin lama makin bertambah. Dilansir dari antara.news.com. Senin (27/09/2021) bahwa Komnas Perempuan mencatat terdapat 36.356 kasus KDRT dalam lima tahun terakhir ini. Biasanya yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak meskipun kaum adam pun ada yang mengalaminya. Akan tetapi, perempuan dan anak-anak inilah yang sering dibela dan diperjuangkan oleh para feminis.
Jika didetili, KDRT yang menimpa rumah tangga itu disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya, rumah tangga yang tidak sejahtera dan menyebabkan kebuntuan dalam berpikir, baik pada suami maupun istri. Maka, ketidaksejahteraan inilah akar masalahnya. Jika dituntaskan masalah kesejahteraan ini, maka KDRT akan hilang. Pemenuhan kebutuhan pokok, memberikan pendidikan dan kesehatan gratis, serta penerapan tata aturan pergaulan merupakan jaminan dari pemimpin yang diberikan kepada warganya akan menghilangkan kasus KDRT.
Penerapan sistem kehidupan sekuler inilah pangkal segala kerusakan yang terjadi. Demikian juga permasalahan rumah tangga yang menyelimuti banyak keluarga saat ini termasuk terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, tidak akan terjadi KDRT jika diterapkannya kembali aturan Islam.
Edukasi Suami terhadap Istri dalam Pandangan Islam
Dalam Islam saat seorang laki-laki mengucapkan ijab qabul perikahan maka posisi laki-laki tersebut sebagai pemimpin bagi istri dan anaknya kelak. Sebagaimana firman Allah Swt.:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah Swt. telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka jangnganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. An-Nisaa’[4]: 34)
Pernikahan menyatukan dua insan yang berbeda sehingga wajar jika suatu saat akan ada ketidakcocokan dalam berbagai hal. Namun, jangan sampai hal itu menjadi alasan pertengkaran yang sengit dan tiada berujung. Kesabaran sangat dibutuhkan keduanya untuk bisa mengatasi konflik yang terjadi.
Hubungan yang terjadi antara suami istri adalah persahabatan, bukan majikan-buruh ataupun atasan- bawahan. Mereka memiliki kewajiban dan hak yang harus ditunaikan. Apabila terjadi ketidaktaatan istri kepada suami, dalam ayat tersebut di atas diberikan solusi cara mengedukasi istri. Karena suami memiliki peran untuk mendidik istri dan anaknya. Jika telah tampak tanda-tanda nusyuz, seperti istri keluar rumah tanpa izin suami, tidak mau melayani suami padahal tidak memiliki uzur (misal haid atau sakit), atau tidak amanah menjaga harta suami, dan lain sebagainya maka ada tiga tahap untuk mendidik istri, yaitu:
Pertama, memberikan nasihat kepada istri dengan lembut supaya kembali taat kepada suami, karena kewajiban istri untuk taat suami (simak QS Al-Baqarah [2]: 228).
Kedua, memisahkan diri dari istri di tempat tidurnya, yaitu tidak menggauli dan tidak tidur bersamanya, tetapi tidak boleh mendiamkannya. Langkah ini sebagai solusi jika langkah pertama tidak berhasil.
Ketiga, memukul istri. Pukulan ini, menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani adalah pukulan yang ringan (dharban khafifan), yaitu pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Selain iu, pukulan yang diberikan kepada istri bukan pukulan yang menyakitkan dan dilakukan di anggota badan yang tidak berbahaya. Alat yang digunakan pun tidak boleh alat yang besar (cambuk, tongkat), tapi cukup dengan siwak. Langkah ini diambil jika langkah kedua tidak berhasil.
Dalam Islam pun tidak pernah menganggap posisi suami lebih tinggi dan istri lebih rendah, sehingga pembelaan hanya ditujukan pada salah satu pihak. Jika keduanya melakukan pelanggaran dalam rumah tangga maka keduanya tetap akan menerima sanksi. Sanksi yang diberikan sebagai penebus dan pencegah. Sebagai penebus, maka pelaku kelak di akhirat tidak akan diberi sanksi di akhirat, sedangkan pencegah maka bagi mereka yang belum melakukan, akan muncul dalam diri mereka rasa takut dan berpikir berkali-kali jika akan melakukan pelanggaran.
Kondisi ini akan terwujud hanya dalam sebuah tata kehidupan agung dengan syariat Islam. Sebuah sistem kehidupan yang Allah Swt. ciptakan untuk kebahagiaan, ketenteraman, dan kesejahteraan manusia baik dalam kehidupan rumah tangganya maupun dalam bermasyarakat dan bernegara. Kebahagiaan yang meliputi dunia akhirat dan mendapat rida Allah Swt.
Wallahu a'lam bish shawab[]