Edukasi Suami Terhadap Istri ketika Nusyuz Terjadi

"Ta'dib atau edukasi ini, akan diambil suami ketika istri memang melakukan nusyuz. Namun, nyatanya ada pihak yang salah kaprah hingga menuduh syariat Islam membolehkan KDRT. Hukuman suami dengan pukulan ringan yang tidak membahayakan ternyata dibedah dan dituding sebagai salah satu pelegalan KDRT dalam pernikahan. Lantas benarkah ta'dib (edukasi) suami terhadap istri disebut KDRT?

Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dalam rumah tangga, suami diberi posisi untuk memimpin biduk rumah tangga. Tanggung jawab suami tak melulu soal nafkah. Akan tetapi, beban yang diembannya setelah mengikat seorang perempuan dengan tali suci pernikahan mencakup seluruh aspek kehidupan sang istri. Termasuk edukasi ketika si istri melakukan kemaksiatan. Namun bagaimana jika suami melakukan 'kekerasan' dalam rumah tangga?

Balada KDRT yang sebenarnya banyak ditemui di sistem kapitalisme, kini mencuat kembali. Namun kali ini dikaitkan dengan hukum syarak tentang ta'dib suami terhadap kemaksiatan istri. Hal ini ramai diperbincangkan setelah ceramah Ustazah Oki Setiana Dewi menuai kecaman. Sebab, khalayak memandang bahwa ceramah tersebut mendukung normalisasi KDRT. (detik.news.com, 04/02/2022)

Lantas, bagaimana sebenarnya hubungan antara suami istri dalam pernikahan dan pandangan syarak terhadap hukuman suami terhadap istri yang nusyuz, juga bagaimana Islam memandang kekerasan dalam rumah tangga?

Hubungan Suami dan Istri dalam Pernikahan

Dalam kitab An-Nidzam Al-Ijtima'iy fi Al- Islam karangan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, menjelaskan bahwa dalam pernikahan, istri bukanlah mitra hidup suami. Namun kedudukan istri lebih pada shahibah (sahabat) suami. Hubungan di antara keduanya adalah hubungan persahabatan sejati dalam segala hal.

Persahabatan ini adalah persahabatan yang terbentuk dengan tujuan saling memberi kedamaian dan ketenteraman bagi keduanya. Sebab Allah Swt. berfirman dalam surah Al-A'raf ayat 189, "Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya."

Dalam menjaga persahabatan antara suami dan istri agar tetap damai dan tenteram, maka syariat Islam telah menentukan masing-masing hak dan kewajiban keduanya. Hal ini ditetapkan Allah dalam surah Al Baqarah ayat 228 yang artinya, "Dan para wanita yang mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf."

Terpenuhinya hak dan kewajiban keduanya, tentu akan membawa mereka pada kehidupan yang tenang. Sebab apa yang menjadi kebutuhan mereka dari pasangannya telah tertunaikan. Begitu pula, apa yang harus mereka keluarkan untuk pasangan mereka berupa kucuran kasih sayang, cinta, kebutuhan jasmani dan rohani, serta nafkah bagi suami juga tertunaikan dengan baik.

Maka keakraban suami dan istri harus terjalin dengan indah. Bukan terusak dengan hubungan sebagaimana majikan dan pembantu, atau layaknya mitra bisnis yang hanya punya kepentingan, tanpa adanya rasa damai dan tenteram di tengah mereka. Inilah Islam yang mengatur hubungan antar suami dan istri.

Namun sebagaimana kehidupan rumah tangga lainnya, konflik antara suami dan istri pastilah terjadi. Besar maupun kecil konflik tersebut tentu tetap berpengaruh pada keharmonisan rumah tangga. Konflik yang terjadi akan cepat terselesaikan tergantung bagaimana pasangan tersebut memandang konflik tersebut, juga penyelesaian seperti apa yang mereka gunakan.

Tentu, komunikasi dan pengertian menjadi salah satu faktor terpenting dari penyelesaian setiap masalah. Begitu pula penggunaan hukum syarak menjadi fondasi dalam penyelesaian sangat dibutuhkan. Namun, tulisan ini tak hendak mengambil perspektif pemecahan masalah rumah tangga secara menyeluruh. Akan tetapi lebih memfokuskan pada ketika istri berlaku nusyuz.

Edukasi Suami ketika Istri Nusyuz

Nusyuz istri terhadap suami merupakan perbuatan istri yang dianggap membangkang terhadap hal-hal yang diwajibkan Allah atas istri kepada suami (pelanggaran syariat Islam) disebabkan oleh rasa tinggi istri atau kesombongan istri kepada suaminya. Dan hal ini haram hukumnya. Lantas bagaimanakah seorang suami yang diberi kepercayaan sebagai seorang qawwam menghadapi istri yang demikian?

Kedudukan suami sebagai pemimpin rumah tangga, serta pihak yang wajib melindungi keluarganya dari kemaksiatan berimbas api neraka, tentu termasuk dalam edukasi suami terhadap kenusyuzan istri. Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan suami untuk mengedukasi (ta'dib) istri yang nusyuz:

1. Menasihati dengan Baik

Adakalanya nusyuz sang istri adalah ketidaksengajaan yang dapat hilang jika ia diingatkan. Namun, ketika dalam kesengajaan berbuat nusyuz, nasihat pun dapat dijadikan permulaan dalam rangkaian ta'dib. Sebab, berkomunikasi dengan istri dengan baik dapat membuka pintu hatinya, agar istri pun leluasa melampiaskan ganjalan yang menyebabkan nusyuznya.

2. Memisahkan Tempat Tidur

Cara yang kedua adalah memisahkan tempat tidur. Yakni tidak adanya interaksi antara suami dan istri ketika di ranjang. Bisa mendiamkan, atau memunggungi istri ketika tidur. Namun, ketika solusi ke dua ini tidak mempan, maka akan dilakukan tahap terakhir.

3. Memukul Ringan

Memukul istri yang nusyuz diperbolehlan dalam rangka mendidik (edukasi). Sebab kesalahan istri yang telah melanggar syariat Islam harus segera dihentikan. Dan memukul menjadi jalan terakhir dalam rangka edukasi suami terhadap istri.

Ke tiga hal ini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam surah An-Nisa ayat 34 yang berarti, "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Dan jika mereka menaatimu, dan janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar."

Ta'dib atau edukasi ini, akan diambil suami ketika istri memang melakukan nusyuz. Namun, nyatanya ada pihak yang salah kaprah hingga menuduh syariat Islam membolehkan KDRT. Hukuman suami dengan pukulan ringan yang tidak membahayakan ternyata dibedah dan dituding sebagai salah satu pelegalan KDRT dalam pernikahan. Lantas benarkah ta'dib (edukasi) suami terhadap istri disebut KDRT?

Perbedaan Jarimah dan Ta'dib

Memukul memang disebutkan dalam syariat, yakni ketika istri nusyuz sebagai langkah terakhir dari rangkaian ta'dib jika istri tidak bertaubat. Kemudian, ta'dib kepada anak yang usianya di atas 10 tahun namun masih enggan menunaikan kewajiban salat.

Memukul dalam rangka mengedukasi jelas berbeda bentuknya dengan memukul dalam rangka jarimah. Terdapat ketentuan dalam memukul dalam rangka edukasi. Yakni pertama, pukulan ringan yang tidak meninggalkan bekas. Artinya, meski pukulan tersebut tidak berbahaya, namun sang istri harus memperhatikan pukulan suami tersebut. Sebab, terkadang pukulan ringan tersebut tidak terlalu dianggap, hingga istri tidak paham jika ia sedang di edukasi oleh suaminya.

Oleh karena itu, kewaspadaan istri terhadap pukulan semacam ini harusnya dijadikan renungan. Adakah ia melakukan nusyuz yang sekiranya tidak ia sadari? maka wajib bertanya dengan makruf kepada suami maksud dari pukulan tersebut sebagai introspeksi diri.

Kedua, pukulan suami tidak boleh diarahkan pada wajah istri. Dalam sebuah riwayat, Nabi saw. bersabda, "Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah." (HR. Abu Daud No. 2142)

Jelas bahwa ta'dib suami terhadap istri dengan pukulan, bukanlah sebuah jarimah (kejahatan) sebab, pukulan tersebut tidaklah menyakiti dan membahayakan sang istri. Hal ini berbeda dalam pukulan jarimah (kejahatan), maka pukulan kejahatan inilah yang masuk dalam kategori kekerasan dalam rumah tangga, dan hukumnya haram.

Sebab, pukulan jarimah telah dihiasi dengan nafsu dan emosi. Hingga pukulan yang terjadi akan menyakiti dan memberikan bekas terhadap tubuh istri. Maka wajib bagi seorang muslim untuk bisa membedakan pukulan ta'dib dan pukulan jarimah.

Khatimah

Islam adalah agama damai dan kasih sayang. Maka sungguh fitnah besar jika berembus tudingan kejam bahwa syariat Islam membolehkan kekerasan dalam rumah tangga oleh suami kepada istri. Tudingan tak berdasar ini disebabkan umat lalai dalam menjalankan syariat. Hingga hal yang normal menjadi abnormal ketika dihadapkan pada para pembenci syariat Islam. Mempelajari syariat nyatanya bukan hanya untuk menampik tudingan, namun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, agar manusia paham, bahwa syariat ini membawa kemaslahatan, bukan kezaliman. Allahu a'lam bis-showwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
CN-235, Ilusi Kemandirian Industri Pertahanan dalam Negeri
Next
Mispersepsi Cinta Hakiki
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram