"Tak pernah disangka bahwa Afganistan yang telah lama didera lara seabad lalu pernah ada pada posisi mulia, beratus tahun lamanya. Terhitung ketika Afganistan berada pada pengurusan Daulah Khilafah Islam. Tak banyak media internasional yang jujur dan gamblang memberitakan terkait fakta ini. Kuat dugaan, Barat sebagai pemegang corong media internasional tak mau Afganistan kembali meraih kemuliaannya sebagai negara yang dipenuhi nur aturan Illahi."
Oleh. Yuliyati Sambas
(Pegiat Literasi Komunitas Penulis Bela Islam AMK)
NarasiPost.Com-Afganistan tak henti dirundung lara. Rakyatnya telah lama menjalani kehidupan yang tidak mudah, terlebih bagi kaum perempuan. Potret penderitaan dan pengekangan banyak berseliweran di media pemberitaan internasional. Kondisi kian mengkhawatirkan, pasca pergantian rezim Ashraf Ghani yang didukung AS beralih ke Taliban yang kini berkuasa. "Duhai Ukhti, betapa malang nasib kalian."
Menanggapi kesulitan hidup yang dihadapi itu salah satunya diekspresikan oleh sekelompok perempuan Afganistan dengan mengajukan protes pemenuhan atas hak-hak mereka sebagai warga. Sebagaimana diberitakan republika.co.id (16/1/2022), sekitar 20 perempuan Afganistan yang tampak dari tampilan foto mengenakan burqa biru muda berdemonstrasi di sekitaran Universitas Kabul. Mereka menuntut seputar hak pekerjaan dan pendidikan, kesetaraan dan keadilan, juga hak-hak perempuan dan HAM. Tak jauh dari tuntutan yang dikemukakan pada demo 16 Desember 2021. Mereka saat itu menuntut dipenuhinya makanan, karier, dan kebebasan. "Duhai Ukhti, kami memahami harapan kalian."
Opini yang berkembang bahwa semua kesulitan yang dihadapi disebabkan negeri tersebut berada di bawah rezim Taliban yang keras menerapkan syariat Islam. Benarkah demikian?
Ukhti, Afganistanmu Lara karena Peperangan yang Lama Mendera
Sesungguhnya Afganistan telah lama lara. Terhitung sejak dikenal dengan sebutan “Negara Perang”. Mulai dari peperangan melawan kerajaan-kerajaan besar di masanya pada kurun sebelum Masehi. Masuk abad ke-19 Masehi Afganistan menghadapi pendudukan kekuatan asing secara bergantian, mulai Inggris, Soviet dan Amerika. Yang terpanjang adalah peperangan antarklan. Semuanya menguras cucuran keringat, air mata bahkan darah.
"Ukhti, semua pertempuran tentu berbuah derita yang berkepanjangan bagi rakyat." Jatuhnya korban nyawa tak terhitung banyaknya, baik dari kalangan penduduk sipil maupun milisi. Kondisi keamanan yang tidak baik menghasilkan banyak warga berdiaspora ke berbagai negara. Bagi warga yang memilih atau tak punya pilihan kecuali bertahan di dalam negeri mengalami kehidupan yang sangat sempit dan dipenuhi hari-hari yang menakutkan. Malam-malam tak dilalui dengan tidur nyenyak. Perut mereka telah terbiasa dengan rasa lapar dan haus yang berkepanjangan, bahkan tak sedikit yang hingga meregang nyawa tersebabnya. Data mengungkap bahwa lebih dari separuh populasi Afganistan berada pada kondisi kelaparan akut. Hampir 9 juta penduduk lainnya dinyatakan mendekati kelaparan. Itu semua dirasakan, baik oleh lelaki atau wanita, dewasa dan anak-anak. "Ukhti, kemalangan itu menimpa semua kalangan. Bukan hanya dirasakan oleh kaummu saja."
Bagi para lelaki, banyak yang syahid di medan pertempuran demi mempertahankan diri, keluarga atau mengusir musuh asing agar segera angkat kaki dari negeri tercinta. Tak sedikit dari para perempuannya menjadi janda, kehilangan suami, keluarga, kerabat bahkan anak di medan perang. Beban perempuan Afganistan menjadi bertambah, ketika mereka harus berjuang menghidupi diri dan anak-anak yang ditinggal suami juga para wali mereka. Di saat yang sama, para perempuan menjadi rentan terhadap perkosaan. "Sungguh berat hari-harimu, duhai ukhti dan akhi."
Infrastruktur yang ada demikian buruk. Sementara sumber daya alam, manusia dan lainnya pun tampak tidak tergali dengan optimal. Semua tak lain disebabkan ketidakstabilan negara dalam semua periode rezim yang ada. Baik masa dimana Afganistan berada di bawah pendudukan Inggris, kemudian beralih pada rezim Mujahidin yang berhasil mengusir Inggris dengan mendapat sokongan AS dan Pakistan, hingga bandul kekuatan beralih pada Taliban yang pada periode pertama berkuasa sempat mendapat simpati rakyat yang telah bosan dengan ekses dari rezim Mujahidin. "Maka Ukhti, kian jelaslah, peperangan yang menyebabkan negerimu porak-poranda."
Duhai Ukhti, Tolaklahlah Sosialisme-komunis dan Kapitalisme-liberal
Sejarah kelam Afganistan tak berhenti sampai di situ. Pelaksanaan syariat Islam yang tidak utuh oleh rezim Taliban, alih-alih memberi pengayoman dan pengurusan terbaik atas warga, yang terjadi justru instabilitas kian menjadi. Ditambah dengan didikan sosialisme komunis ketika kolonial Soviet menginvasi. Juga modernitas liberal ala Barat yang disuntikkan penjajah Inggris dan AS kepada benak-benak anak negeri. Hal itu berhasil mengaburkan kemurnian pemikiran mereka. Pemberlakuan syariat pun dipandang keburukan, disalahartikan. Penerapan beberapa hukum pergaulan misalnya, ketika berhubungan dengan perempuan, dicitrakan sebagai pengekangan dan ketidakadilan. "Padahal Uhkti, jika ada kebijakan yang mewajibkan kalian menutup seluruh tubuh indahmu, sungguh itu dalam rangka penghormatan. Di saat syariat memberi pengaturan aktivitas perempuan terkait wilayah domestik dan publik, itu demi memuliakanmu. Biarlah ranah bekerja dan mencukupi nafkah atas diri kalian menjadi kewajiban para lelaki, suami atau mahrammu, meski agama tak mengharamkanmu bekerja. Ketika Allah menetapkan bahwa engkau hanya boleh bepergian sejauh perjalanan sehari semalam disertai suami atau mahrammu, itu untuk keselamatanmu. Sungguh Allah menyayangimu dengan ketetapan syariat-Nya."
Namun, nyatanya Afganistan masih setengah-setengah dalam pelaksanaan syariat. Beberapa tuntunan syarak dikebiri, dimodifikasi atau dihilangkan. Semisal terkait adanya larangan atas perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah. Juga ketika perempuan dibatasi akses untuk bekerja dalam ranah yang masih diperbolehkan syarak, semisal menjadi kepala sekolah atau pemimpin di lembaga pendidikan. Atau ketika pemberlakuan syariat yang tidak ditopang oleh terlaksananya syariat lain justru memunculkan ekses negatif yang menghimpit rakyat. Bacha poshi salah satunya. Itu adalah satu potret buruk gagalnya negara mempesembahkan stabilitas negeri dan kesejahteraan bagi rakyat. Bacha poshi memaksa anak perempuan keluar rumah dengan menyamar sebagai lelaki untuk bekerja demi keluar dari bahaya kelaparan. Juga sebagai jalan agar dapat mengerjakan beberapa aktivitas laki-laki lainnya demi menghindari pelecehan dan pemerkosaan yang kerap mengintai keselamatan para perempuan Afganistan. Astagfirullahal-‘adhim.
Contoh lainnya adalah fakta bahwa pemerintah Afganistan masih tunduk pada negara kafir asing. Tampak jelas ketika kelompok Mujahidin dahulu menerima uluran tangan dukungan dari Amerika, untuk mengusir pendudukan Uni Soviet. Juga pada saat periode kedua Taliban, menyetujui perjanjian-perjanjian yang diajukan oleh AS di Doha tahun 2020, meski AS akhirnya hengkang. Hal tersebut melahirkan kenyataannya pahit berupa tertancapnya pengaruh sosialisme komunis ala Soviet dan kapitalisme liberal ala Barat pada benak sebagian rakyatnya. Hegemoni kapitalisme pun kian mengakar di Afganistan. Semisal dari sisi ekonomi, kondisi terkini kian rapuh dan amburadul ketika Barat mampu mengendalikan Afganistan dengan membekukan aset-aset negara yang masih tersimpan di luar negeri. Kemudian menghasilkan ekses, pekerjaan semakin sulit didapat baik untuk para lelaki terlebih wanita. Pegawai-pegawai pemerintah pun beberapa lama tak digaji.
Ukhti, Afganistanmu Mulia dalam Pengurusan Khilafah
Tak pernah disangka bahwa Afganistan yang telah lama didera lara seabad lalu pernah ada pada posisi mulia, beratus tahun lamanya. Terhitung ketika Afganistan berada pada pengurusan Daulah Khilafah Islam. Tak banyak media internasional yang jujur dan gamblang memberitakan terkait fakta ini. Kuat dugaan, Barat sebagai pemegang corong media internasional tak mau Afganistan kembali meraih kemuliaannya sebagai negara yang dipenuhi nur aturan Illahi. Islam dengan kemuliaannya mulai menyinari hati penduduk wilayah Afganistan pada Masa kekhilafahan Umar bin Khaththab melalui futuhat Jendral Asim bin Umar at-Tamimi dan dilanjutkan secara meluas ketika dipimpin Sultan Mahmud Ghaznawi (republika.co.id). Agama Islam pun mampu mencuri hati penduduk setempat dengan keindahan, keadilan dan kebenaran yang dibawanya. Hingga saat itu kian banyak yang dengan sukarela menganutnya.
Di kala pemerintahan Bani Umayah, peradaban gemilang dunia Islam menyeruak, termasuk di dalamnya ada wilayah Afganistan. Tsaqafah agama, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pesat. Umat Islam dan semua penduduk yang ada di bawah kepemimpinannya menjalani kehidupan yang aman, tenteram, adil dan sejahtera. Satu demi satu wilayah-wilayah baik Barat maupun Timur bergabung dan tunduk penuh sukacita. Meliputi Afrika Utara, Palestina, Spanyol, Irak, Suriah, Semenanjung Arabia, Sebagia wilayah Asia, Persia, Pakistan, Uzbekistan, Turkmenistan, Kirgistan, tak terkecuali Afganistan. Kepemimpinan Islam yang berjalan dibimbing oleh wahyu menjadi rahasia keberhasilan Daulah Khilafah Islam mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan gemilang. Dengan prinsip bahwa pemimpin adalah ra'in (pengurus) atas rakyat yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di yaumil akhir, menjadikan pemimpin tertingginya (Khalifah) beserta jajaran pejabat negara yang ada di bawahnya berlaku amanah akan jabatan yang diemban. Salah satunya sebagaimana petuah dari Baginda Rasulullah Muhammad saw., Dari Ibnu Umar ra. berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Setiap orang adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang dipimpinnya, ….’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pemerintah akan menjamin keamanan seluruh wilayah dan rakyatnya dari segenap rongrongan kejahatan baik yang berasal dari militer asing maupun gerombolan bersenjata dalam negeri. Negara pun akan terjauhkan dari instabilitas, segenap rakyat akan menjalani kehidupan dengan tenang dan damai. Pendidikan menjadi fokus selanjutnya untuk diurus pemerintah sehingga semua generasi penerus negeri bisa mengecapnya, tanpa membedakan status sosial, gender dan usia. Sarana, prasarana, penggajian atas para pengajar dan staf institusi pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh negara. Tak sepeser pun warga mesti mengeluarkan kocek untuk bisa mengecap pendidikan dengan standar kualitas terbaik hingga jenjang tertinggi.
Hal berikutnya adalah kesehatan rakyat. Negara berkewajiban membangun infrastruktur serta menyediakan pelayanan kesehatan bagi setiap warga secara gratis dan tuntas dalam pengobatan. Untuk urusan sandang, pangan, papan diurus oleh negara dengan mekanisme tak langsung berupa pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya bagi kalangan laki-laki agar mampu mecukupi nafkah bagi istri, anak, dan kerabat yang menjadi tanggungannya. Perempuan pun diberi kebolehan oleh syarak untuk bekerja pada profesi-profesi tertentu, seperti guru, bidan, dokter kandungan dan lainnya.
Adapun biaya untuk semua pembelanjaan urusan rakyat tersebut ditetapkan syarak melalui mekanisme penetapan kepemilikan yang tegas. Berasal dari seluruh harta kekayaan alam beserta kharaj, jizyah, fa’i menjadi pemasukan yang sudah lebih dari cukup.
Dengan semua mekanisme sistem yang diberlakukan secara simultan dan komprehensif itu, akan menjauhkan negara dari intervensi tangan-tangan asing. Rakyat pun rida ketika diedukasi untuk tunduk pada pemberlakuan syariat Islam.
"Maka Ukhti, perjuangkanlah penerapan syariat Islam yang utuh, niscaya laramu akan sembuh. Sebaliknya, memperjuangkan karier dan kebebasan ala Barat hanya akan menjatuhkanmu pada jurang kehinaan."[]