Saat Teknologi Biologi Molekuler dalam Genggaman Sistem Kapitalisme

"Kehidupan manusia jauh dari ketenangan dan ketentraman yang sejatinya didambakan. Sebab jalan yang ditapaki sangat tidak manusiawi, bertentangan dengan fitrah penciptaan manusia, tidak memuaskan akal dan tidak menentramkan jiwa. Alhasil, manusia dalam genggaman sistem sekuler kapitalisme akan digiring pada kehancuran peradaban. Maju secara teknologi, namun mundur secara nilai kemanusiaannya, sebab kosong dari nilai ruhiyah."

Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt.
(Pemerhati Generasi dan Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan begitu pesat. Mulai dari teknologi informasi dan telekomunikasi hingga teknologi di bidang biologi molekuler, hingga lahirlah apa yang disebut sebagai proses penyimpanan benih (sel telur) melalui teknik pendinginan, yaitu freezing egg.

Sel telur diambil dari indung telur setelah mengalami kematangan melalui sebuah teknik dan prosedur yang telah ditetapkan para ahli, yang kemudian disimpan dalam sebuah wadah atau tempat yang telah dikondisikan agar sel telur tidak rusak pada suhu dib/ bawah nol derajat celsius. Teknik ini pun sama digunakan untuk prosedur pembekuan sel sperma (sperm freezer) dan embrio.

Walaupun tingkat keberhasilannya fifty- fifty, namun banyak yang antusias untuk menjadikan teknik freezing egg dan yang sejenisnya ini, sebagai salah satu solusi atas permasalahan yang terjadi pada manusia. Salah satunya sebagai solusi atas keinginan untuk memiliki anak.

Alhasil, banyak berdiri bank-bank sperma, bank telur dan bank embrio sebagai salah satu solusi banyaknya peminat penggunaan teknologi tersebut. Dan diperjualbelikan dengan nilai fantastis, hingga lahir istilah donor sel telur atau donor sperma atau donor embrio bahkan istilah sewa rahim (surrogate mother) dan rahim sintetis.

Inilah yang terjadi di dunia saat ini, manakala perkembangan teknologi ada dalam genggaman sistem hidup sekuler kapitalisme. Terjadi kesalahan dalam pemanfaatannya bagi manusia, sebab penggunaan teknologi hanya digunakan dengan hitungan untung-rugi materi duniawi semata, kosong dari nilai-nilai ruhiyah. Alhasil, dengan mudahnya manusia bisa memilih dan membeli sperma untuk membuahi sel telur miliknya dengan spesifikasi sesuai yang diinginkannya dari para donor.

Dan dengan mudahnya perempuan dapat menyewa rahim perempuan lain untuk memperkembangkan janin miliknya di rahim orang lain yang disewanya, dengan membayar imbalan sejumlah uang. Atau bahkan memanfaatkan rahim sintetis untuk memperkenankan janin miliknya.

Individu manusia yang lahir pun hanya dilegalisasi dengan secarik kertas yang disahkan oleh lembaga peradilan, juga dengan membayar sejumlah uang, tanpa harus pusing menjelaskan asal-usul benihnya. Tidak perlu pusing memikirkan garis nasab dan segala konsekuensi yang lahir dari garis nasab berupa hak-hak yang wajib diperoleh anak juga kewajiban yang harus ditunaikannya. Sebab, tidak ada pertimbangan lain selain gengsi dunia dan keuntungan jasadiah. Perkara akan selesai selama masih bisa dibayar tunai dengan uang. Demikianlah sistem hidup sekuler kapitalisme membentuk daur kehidupan manusia, kering dari nilai ruhani dan jauh dari nalar dan hati nurani.

Manusia disamakan dengan barang atau benda yang dapat diperlakukan sesuka hati, termasuk proses reproduksinya. Selama masih bisa dibeli dengan uang, kenapa tidak? Alhasil, kehidupan menjadi kacau. Pelan namun pasti antarmanusia akan saling melepas tanggung jawab. Kehidupan manusia tidak lagi seperti kehidupan manusia yang memiliki nilai rasa dan ruh. Kehidupan manusia kering dari nilai-nilai spiritual. Kehidupan manusia hanya dipenuhi dengan syahwat dan nafsu duniawi.

Akhirnya kehidupan manusia jauh dari ketenangan dan ketentraman yang sejatinya didambakan. Sebab jalan yang ditapaki sangat tidak manusiawi, bertentangan dengan fitrah penciptaan manusia, tidak memuaskan akal dan tidak menentramkan jiwa. Alhasil, manusia dalam genggaman sistem sekuler kapitalisme akan digiring pada kehancuran peradaban. Maju secara teknologi, namun mundur secara nilai kemanusiaannya, sebab kosong dari nilai ruhiyah.

Manusia dalam sistem kapitalis sekuler akan tumbuh menjadi sangat egois, hanya mementingkan diri sendiri. Di saat yang sama mampu merusak dan merugikan orang lain. Termasuk saat memenuhi kebutuhan untuk memiliki anak keturunan, diambil jalan yang mudah tanpa diperhatikan batasan batasan norma yang berlaku dalam masyarakat apalagi dalam norma agama. Kadang tidak diperhitungkan pula bahwa anak yang kelak lahir pun akan memiliki akal, hati dan perasaan yang sama dengan orang tuanya, yang pasti akan menanyakan pula latar belakang kehidupannya, asal mula kehidupannya dan segala hal yang terkait dengan kemaslahatan hidupnya. Sebab manusia memiliki akal, yang pasti akan mempertanyakan hal-hal yang dirasakannya perlu untuk mendapatkan jawaban pasti dan memuaskan akalnya.

Berbeda dengan hewan. Anak hewan tidak akan bertanya kepada ibunya siapa ibu dan ayahnya. Sebab hewan tidak punya akal, jadi dia tidak akan bertanya tentang kemaslahatan hidupnya. Yang penting perut kenyang, urusan selesai. Memang seperti itulah kehidupan hewan. Tidak perlu ijab kabul dan menggelar pesta pernikahan untuk sekadar sah menjadi pasangan suami isteri. Sebab hewan berbeda dengan manusia.

Karena landasan yang digunakan hari ini adalah sistem sekuler kapitalisme, maka banyak manusia yang pada akhirnya terperosok jatuh dan tersesat di dalamnya, termasuk dalam menggunakan sarana teknologi yang sebenarnya diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia, tanpa harus menodai fitrah penciptaannya. Karenanya manusia butuh rambu-rambu agama dalam norma kehidupan yang semestinya diterapkan guna menghindari kesalahan penggunaan kemajuan teknologi dalam segala bidang, yang sejatinya adalah untuk mencapai kemaslahatan hidup manusia bukan untuk merusak kehidupan manusia.

Jadi, menjadi satu kebutuhan umat manusia untuk menggunakan revolusi perkembangan teknologi yang super cepat ini dengan arif dan bijaksana, agar dihasilkan maksud mulia dari pertumbuhan dan perkembangan teknologi tersebut, yaitu sebagai sarana untuk mencapai kemaslahatan hidup manusia dan meninggikan martabat dan derajat hidup manusia serta untuk semakin meninggikan peradaban kehidupan manusia. Bukan untuk merusak manusia dan peradabannya.

Wallahu'alam[]


Photo :ReUnite Rex

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ayu Mela Yulianti, SPt. Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Borsch, Sup Merah Rusia yang Mendunia
Next
Kekerasan di Sekolah Akibat Sistem yang Salah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram