Menakar Keampuhan Pancasila

"Umat tidak menyadari bahaya gagasan salam Pancasila. Ini merupakan upaya sterilisasi wilayah publik dari segala hal yang berbau agama meski sekadar dalam bentuk ucapan. Padahal, Islam sudah memiliki ucapan salam yang sudah baku ketika bertemu dengan saudara muslim lainnya."

Oleh. Novianti

NarasiPost.Com-Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi kembali mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan kontroversial. Sebelumnya, kepala BPIP yang dilantik 5 Februari 2020 ini sudah sering menuai sorotan dari masyarakat.

Saat menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pernah membuat kebijakan melarang penggunaan cadar bagi mahasiswinya di kampus. Yudian kembali dikritik banyak pihak dengan pernyataannya bahwa "agama musuh terbesar Pancasila". Yudian berjanji ketika itu untuk tidak lagi membuat pernyataan kontroversial usai dinasihati oleh para anggota Komisi II (kumparan.com, 01/10/2021).

Namun, namanya kembali ramai diperbincangkan terkait usulannya menjadikan salam Pancasila sebagai salam kebangsaan. Menurutnya, salam ini dapat menjembatani dan menjadi titik temu bagi rakyat tanpa melihat latar belakang apa pun. Pengucapan salam Pancasila di ranah publik dapat mempererat persatuan bangsa serta bernilai pahala dari Allah Swt. (nasional.okezone.com, 23/01/2022).

Salam Pancasila bukan gagasan baru karena di tahun 2017 pernah dicetuskan oleh Megawati. Salam ini dilakukan dengan mengangkat lima jari di atas pundak dengan lengan tegak lurus. Makna mengangkat kelima jari di atas pundak adalah sebagai simbol penghormatan seluruh elemen masyarakat terhadap lima sila Pancasila (mediaindonesia.com, 21/02/2020).

Kemudian dimunculkan kembali tahun 2020 oleh Yudian dengan tujuan menumbuhkan semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran.

Intoleransi Bukan Akar Masalah Bangsa

Tampak jelas salam Pancasila erat kaitannya dengan program moderasi beragama yang diusung pemerintah. Sebuah konsep yang menawarkan Islam dengan wajah baru yang lebih ramah pada nilai-nilai Barat dan menerapkan prinsip toleransi.

Narasi intoleran sangat dideraskan seiring dengan embusan isu radikalisme agar masyarakat menerima konsep moderasi beragama. Sering kali isu ini dihubungkan dengan umat Islam terutama yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah dan menyuarakan syariat Islam. Kelompok tersebut dipandang sebagai muslim radikal yang dapat merusak ketenteraman dan kedamaian.

Rasionalitas yang dibangun adalah moderasi beragama akan membawa negara dalam kehidupan damai dan rukun di tengah keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan. Bineka Tunggal Ika yang menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa juga tetap terjaga.

Namun, realitasnya adalah polarisasi muslim radikal dan muslim moderat kian menguat dan ini berdampak pada ketegangan hubungan di kalangan antarumat Islam sendiri dan dengan nonmuslim. Masyarakat disuasanakan saling curiga dan menganggap Islam sebagai ancaman.

Masyarakat diyakinkan bahwa Islam moderat adalah program prioritas yang harus diterapkan untuk menyelesaikan problem utama bangsa yaitu intoleran. Tak heran, kelompok umat Islam yang distempel radikal sering dipersekusi karena dipandang berpotensi menimbulkan kekisruhan dan mengancam kaum minoritas.

Salam Pancasila adalah program BPIP untuk mendukung program moderasi beragama yang sudah digulirkan lebih dulu oleh Kemenag dan Kemendikbud Ristek sebagai pengusung utamanya. Ruang publik harus disterilkan dari berbagai ideologi selain Pancasila.

Namun, apakah gagasan ini bisa ampuh untuk merekatkan persatuan yang sudah terkoyak?

Jika ditelaah secara jernih, negara sudah gagal mengidentifikasi akar masalah sehingga salah menempatkan skala prioritas dalam pembenahan dan pembangunan di berbagai sektor. Radikalisme merupakan slogan dangkal dan tidak berkorelasi dengan problem sosial di tengah-tengah masyarakat.

Problem utama bangsa ini adalah kemiskinan, kebodohan, masalah demoralisasi, kebutuhan hidup yang makin tinggi, ditambah lagi pajak yang menambah beban rakyat. Korupsi menjadi-jadi, penerapan hukum yang tidak adil. Disparitas kaya-miskin melebar, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial. Pelayanan kebutuhan dasar rakyat seperti kesehatan dan pendidikan bertambah buruk.

Semua itu bukan disebabkan oleh intoleransi melainkan akibat kegagalan pemerintah dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah (penguasa) bukannya memelihara kepentingan rakyat tetapi justru menzalimi rakyat dan tidak menyayangi mereka.

Rakyat bukannya dilayani melainkan dipandang sebagai mesin pencetak untuk meningkatkan pundi-pundi para kapital yang sudah menggurita memasuki wilayah strategis. Kepala guritanya adalah negara-negara Barat yang akan terus berupaya mempertahankan penguasa muslim yang setia pada kepentingan mereka. Tujuannya sudah jelas untuk melanggengkan perampasan kekayaan kaum muslimin dan eksploitasi sumber daya alam.

Isu intoleransi dijadikan kambing hitam, topeng untuk menutup wajah pemerintah yang tidak serius mengelola negara. Islam moderat adalah obat yang dipaksakan dan diimpor dari Barat, padahal sebetulnya racun yang semakin memecah belah persatuan. Walhasil, salam Pancasila hanya akan menjadi gagasan tak bertaring malah memberi peluang bagi Barat terus menancapkan politik adu dombanya.

Politik Adu Domba, Strategi Barat

Hari ini musuh-musuh Islam mengembangkan strategi adu domba untuk menghancurkan umat Islam. Bahkan, salah satu yang menyebabkan keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani adalah keberhasilan strategi ini. Sehingga, wilayah Islam yang luas akhirnya terpecah-pecah menjadi beberapa negeri muslim sebagaimana yang kita saksikan sekarang.

Pola licik itu akan terus digunakan sebagaimana pernyataan Menteri Pertahanan Israel, ”Bukan merupakan kesenangan atau politik, jika engkau membunuh musuhmu dengan tanganmu sendiri. Tetapi ketika musuhmu membunuh dirinya sendiri, atau melalui tangan saudaranya maka kepuasannya lebih besar. Inilah politik kita yang baru, yaitu membentuk milisi-milisi di kalangan musuh sehingga yang membunuh dan yang terbunuh adalah musuh yang sama.”

Polarisasi tidak sehat akan terus sengaja diciptakan baik di dunia maya yang merupakan ruang hidup sekunder dan berdampak pada ruang hidup primer. Tahun politik di 2019 telah memecah belah masyarakat menjadi cebong dan kampret. Sekarang Barat kembali menggulirkan moderasi beragama dan menciptakan polarisasi muslim moderat dan radikal.

Umat mudah terpancing dikarenakan kedangkalan berpikir akibat jauh dari agamanya. Tsaqafah Islam belum banyak dipahami, ditambah kelemahan umat dalam hal kecerdasan politik.

Umat tidak mampu mengidentifikasi musuh, menelusuri dan mengenali tipologinya, seperti mana yang menjadi pemain utama, pengikut atau pihak-pihak yang berkoalisi untuk menciptakan makar terhadap Islam. Umat ditarik ke dalam arus permusuhan antara mereka sendiri, disibukkan oleh perdebatan yang tak ada habisnya, miskin substansi, solusi sebatas wacana dan media sosial riuh dengan caci maki.

Umat tidak menyadari bahaya gagasan salam Pancasila. Ini merupakan upaya sterilisasi wilayah publik dari segala hal yang berbau agama meski sekadar dalam bentuk ucapan. Padahal, Islam sudah memiliki ucapan salam yang sudah baku ketika bertemu dengan saudara muslim lainnya. Ucapan yang dapat mempererat ukhuwah dan bernilai pahala bagi yang mengucapkan maupun yang menjawabnya.

Ketika salam Pancasila dipaksakan untuk dipraktikkan bisa memunculkan kecurigaan dan tudingan bagi muslim yang ingin tetap berpegang teguh pada salah satu ajaran Islam yaitu mengucapkan salam. Karena itu, gagasan salam Pancasila sudah sepatutnya ditolak karena alih-alih merekatkan, malah berakibat umat makin terserak. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kazakhstan Rusuh, Blok Barat dan Timur Berlomba Mencari Pengaruh
Next
Mempersiapkan Destinasi Terakhir Kehidupan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram