"Sungguh, kisah tentang Melati menjadi pelajaran untukku agar lebih berhati-hati terhadap seseorang. Bukannya su'uzhon, tetapi kita tidak boleh begitu saja melabuhkan percaya 100% kepada orang lain. Kita perlu mericek segala sesuatu dengan lebih detil dan mendalam. Karena di sistem kehidupan kapitalistik sekuler hari ini, kebaikan seseorang justru seringkali dimanfaatkan dan disalahgunakan."
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Redpel NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Apa yang kamu rasakan tatkala kepercayaan yang kamu berikan kepada seseorang justru dibalas sebuah pengkhianatan? Oh bukan, bahkan lebih dari sekadar pengkhianatan, mungkin bisa dikatakan sebuah penipuan. Ya, aku pernah merasakannya. Kesal, marah, dan kecewa, serta iba melebur menjadi satu.
Beberapa tahun lalu, seseorang menghubungi aku via direct message (DM) di Instagram. Bukan orang asing, melainkan teman lama semasa sekolah dulu. Awalnya sempat bingung ketika membaca namanya, sebab nama itu hampir tak pernah muncul menghubungiku sejak terakhir bertemu belasan tahun lalu.
Dalam pesan tersebut dia menceritakan soal ayahnya yang sedang berada di ruang ICU sebuah rumah sakit swasta karena sakit komplikasi. Kemudian dia bercerita bahwa dia membutuhkan uang untuk biaya pengobatan sang ayah. Dia pun mengirimkan foto ayahnya yang sedang terbaring di rumah sakit plus foto dirinya dengan wajah sembab habis menangis. Setelah itu, dia memohon meminjam sejumlah uang kepadaku. Siapa yang tak terenyuh hatinya mendengar kabar itu, pun halnya denganku. Apalagi dia bukanlah sosok yang tak kukenal. Dia adalah teman lamaku di bangku sekolah dulu.
Aku tak berpikir macam-macam saat itu, aku hanya berpikir bagaimana agar bisa membantu meringankan kesulitannya. Meski saat itu, aku tak memiliki pegangan dana lebih, kecuali uang belanja di bulan itu, akhirnya kurelakan untuk kupinjamkan padanya. Saat itu aku belum bekerja sebagai guru, jadi tak punya penghasilan sendiri. Terpaksa aku pakai uang belanja pemberian suami. Niatku hanya ingin membantu meringankan bebannya.
Sebelumnya dia telah menyepakati tanggal pengembalian saat dia gajian nanti. Aku pun memercayainya. Tanpa curiga sedikit pun. Namun, ketika tanggal yang disepakati tiba dia tak memberiku kabar soal pengembalian itu. Aku masih berbaik sangka, menunggu sampai beberapa hari ke depan sambil kucoba menghubungi via DM di Instagramnya. Tak ada respons sama sekali darinya. Bodohnya saat itu, aku tak meminta nomor teleponnya, sehingga aku hanya dapat menghubunginya via DM.
Perasaanku mulai tak menentu. Aku mulai curiga padanya. Aku pun mulai mencari tahu tempat tinggalnya lewat teman-teman sekolahku dulu. Betapa tidak, aku sangat membutuhkan uang itu. Alhamdulillah… Allah Mahabaik, memberiku secercah petunjuk untuk menyelesaikan persoalan itu. Seorang temanku memberi tahu alamat rumahnya. Dan tanpa pikir panjang langsung kudatangi rumahnya.
Seorang wanita setengah baya membukakan pintu pagar setelah aku mengucapkan salam dua kali. Langsung saja kutanyakan keberadaan temanku itu.
"Saya ibunya, Melati (nama samaran) sedang tidak di rumah Mba, kerja. Pulangnya nanti sore." ucap wanita itu.
Aku menelan kecewa karena tak bisa menemuinya sesuai harapan. Tetapi aku ingin menyelesaikan persoalanku saat itu juga.
" Bu, bagaimana kondisi Bapak? Katanya sedang dirawat di ICU?" tanyaku.
"Loh, Bapak ada di kamar Mba, Alhamdulillah baik… "
"Bukan lagi dirawat di rumah sakit, Bu? " tanyaku menegaskan.
"Bapak memang sakit. Tapi masuk rumah sakit terakhir itu sudah lama Mba, hampir setengah tahun lalu." jelas si ibu.
"Memangnya ada apa, Mba?"
Aku mulai yakin bahwa temanku sungguh menipuku. Kuceritakan saja semuanya kepada ibunya. Dan aku meminta uangku dikembalikan sesuai akad yang dijanjikan. Ibunya kaget mendengar ceritaku. Lantas, beliau memanggil suami Melati.
Aku pun menceritakan kembali soal pinjaman uang temanku itu. Suaminya tidak mempercayaiku. Aku pun langsung menunjukkan bukti DM dari Melati kepada suaminya. Kulihat tangan suami Melati bergetar, matanya menyorot marah. Sesaat kemudian dia mengambil ponselnya dan menelepon Melati.
"Kamu pinjam uang? Ini ada teman kamu yang datang ke rumah…. Bla… Bla… " Intonasi suaminya meninggi, tampak kemarahan menyeruak.
Tampaknya Melati mengelak telah meminjam uang kepada seseorang bahkan dia mengaku tak mengenalku. Ya Allah, aku benar-benar tak menyangka dia sejahat itu. Aku pun sampai bersumpah atas nama Allah di hadapan suaminya bahwa aku sedang tidak berbohong. Beruntung suaminya tak meragukan ucapanku. Dia mendesak Melati untuk berbicara jujur.
"Pulang kamu sekarang, ini urus dulu…!"ujar suaminya dengan nada marah. Telepon ditutup. Suaminya duduk dengan lunglai. Matanya nanar menatap ke arah pintu. Aku pun hanya diam. Aku hanya berharap, uangku bisa kembali hari itu juga. Sebab, jumlahnya tak sedikit dan aku membutuhkannya.
Tak berapa lama kemudian, ada chat masuk di ponsel suami Melati. "Mba, coba cek apakah ada transferan masuk," ucapnya kemudian setelah ia membaca chat yang masuk itu.
Aku pun langsung mengecek M-Banking di ponselku. Ternyata baru saja ada transferan masuk ke rekeningku dengan nominal sama dengan pinjaman Melati kepadaku. Alhamdulillah… Akhirnya aku bisa bernapas lega. Namun, aku masih tak menyangka atas perbuatan Melati kepadaku. Ternyata orang yang selama ini kuanggap baik sehingga kupercaya padanya, malah menipuku. Suaminya juga tak percaya bahwa istrinya berani melakukan hal itu. Sebelum aku pamit pulang, suaminya dan ibunya berkali-kali meminta maaf kepadaku.
Belakangan banyak fakta terkuak tentang Melati. Ternyata tidak hanya kepadaku dia melakukan aksinya, namun kepada beberapa orang lainnya. Bahkan di antara mereka semua belum ada satu pun yang terbayarkan, Melati sulit dicari bagai hilang ditelan bumi.
Sungguh, kisah tentang Melati menjadi pelajaran untukku agar lebih berhati-hati terhadap seseorang. Bukannya su'uzhon, tetapi kita tidak boleh begitu saja melabuhkan percaya 100% kepada orang lain. Kita perlu mericek segala sesuatu dengan lebih detil dan mendalam. Karena di sistem kehidupan kapitalistik sekuler hari ini, kebaikan seseorang justru seringkali dimanfaatkan dan disalahgunakan. Sungguh mahal harga sebuah percaya di sistem ini. Padahal seorang muslim sudah selayaknya bersikap benar, namun rupanya sistem kapitalistik hari ini memantik sebagian orang untuk melenceng dari profil seorang muslim sejati. Ironis![]
Photo : pinterest