"Nilai perempuan hanya sebatas ‘buruh’ bayaran yang harus memiliki produktivitas sama dengan pekerja laki-laki. Bagaimana bisa, sementara secara fisiologis saja tubuh laki-laki dan perempuan memang diciptakan berbeda. Kegagalan menganalisis akar permasalahan inilah, yang menyebabkan ide synthetic womb digelontorkan sebagai solusi keruntuhan populasi. Padahal sesungguhnya hal tersebut disebabkan oleh sistem kapitalis itu sendiri."
Oleh. dr. Nisa Utami, Sp.PD
( Tim Redaksi NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Rahim buatan atau rahim sintetis (synthetic womb) kembali marak dibicarakan setelah viral di Twitter pada 19 Januari 2022 silam. Hal ini berawal dari Tweet Elon Musk (CEO Tesla, Inc.) yang mengkhawatirkan tentang keruntuhan populasi sebagai ancaman terbesar peradaban di masa depan. Hal ini kemudian dibalas oleh Sahil Lavingia (CEO Gumroad) yang mengajak kita untuk mulai berinvestasi pada teknologi agar keinginan memiliki keturunan dapat dilakukan dengan cara yang lebih cepat, mudah, murah dan lebih terakses, yaitu dengan synthetic womb.(Twitter.com)
Sontak hal ini mendapat reaksi negatif dari para pengguna Twitter yang lain karena dinilai penuh risiko. Namun, ide tersebut malah mendapat dukungan dari Vitalik Buterin (pendiri Ethereum) yang mengatakan bahwa synthetic womb dapat menjadi solusi kesenjangan kesuksesan ekonomi antara pria dan wanita akibat beban melahirkan.
Rahim Buatan Bukan ‘Barang Baru’
Penemuan tentang rahim buatan sebenarnya sudah ada sejak April 2017 ketika peneliti di The Children’s Hospital of Philadelphia berhasil membuat janin domba bertahan hidup dan berkembang dalam Biobag, sebuah rahim buatan di luar rahim induk domba tersebut (theverge.com).
Penemuan ini kemudian yang menginspirasi Professor Guid Oei dari Dutch University bersama dengan Lisa Mandemaker dari Maxima Medical Center untuk membuat sebauh prototype synthetic womb untuk bayi manusia yang lahir prematur. Proyek ini kemudian mendapatkan pendanaan sebesar 2,6 juta Euro agar dapat digunakan di pusat kesehatan dalam 5 tahun ke depan. (Theguardian.com)
Dalam wawancara oleh BBC, Lisa Mandemaker menambahkan bahwa ke depannya synthetic womb ini bahkan bisa menjadi solusi bagi pasangan gay yang ingin memiliki keturunan.
Kegagalan Menganalisis Akar Permasalahan
Jika kita teliti lebih mendalam, hadirnya ancaman keruntuhan populasi sebenarnya diakibatkan oleh sistem kapitalisme yang dianut negara Barat. Dalam sistem kapitalisme, standar kebahagiaan dan kesuksesan dinilai dari pencapaian materi. Asas perbuatan dalam kehidupan berdasarkan perhitungan untung-rugi semata. Sehingga ketika dihadapkan dengan banyaknya pengeluaran ketika membesarkan seorang anak, orang akan berpikir ulang untuk memiliki keturunan. Jaminan sosial dan asuransi kesehatan yang dikomersialisasi, membuat episode kehamilan dan melahirkan begitu berat dibayangkan oleh pasangan suami-istri. Belum lagi berbagai risiko perubahan bentuk tubuh yang membuat seorang perempuan dinilai tidak lagi cantik, menambah panjang alasan untuk mengurungkan niat memiliki keturunan. Akibatnya berkembang tren childfree beberapa waktu lalu, dimana pasangan suami-istri memang memutuskan untuk tidak ingin memiliki anak. Belum lagi membicarakan tentang semakin banyaknya ‘kaum pelangi’, yang jelas-jelas mengingkari fitrah Ilahi untuk bereproduksi. Hal inilah yang sesungguhnya menyebabkan penurunan angka kelahiran anak di dunia.
Keistimewaan Rahim Perempuan yang Dinilai sebagai Beban
Menanggapi pernyataan Vitalik Buterin terkait kesenjangan ekonomi pekerja laki-laki dan perempuan karena beban melahirkan, sungguh telah menyakiti fitrah organ rahim yang sangat istimewa. Bagaimana tidak, mengandung dan melahirkan anak adalah keistimewaan yang khusus Allah berikan bagi manusia berjenis kelamin perempuan, bagaimana mungkin hal ini dinilai sebagai beban?
Padahal organ rahim itu sangat istimewa. Rahim bisa berubah bentuk mengikuti perkembangan janin dan memberikan asupan nutrisi hingga janin tersebut bisa berkembang menjadi manusia yang sempurna. Belum lagi keajaiban dari air susu ibu yang keluar setelah melahirkan, lebih baik dari segala susu formula yang bisa pabrik mana pun ciptakan. Namun, keistimewaan ini dinilai sebagai beban ketika dihadapkan dengan standar kesuksesan ekonomi ala sistem kapitalis.
Nilai perempuan hanya sebatas ‘buruh’ bayaran yang harus memiliki produktivitas sama dengan pekerja laki-laki. Bagaimana bisa, sementara secara fisiologis saja tubuh laki-laki dan perempuan memang diciptakan berbeda.
Kegagalan menganalisis akar permasalahan inilah, yang menyebabkan ide synthetic womb digelontorkan sebagai solusi keruntuhan populasi. Padahal sesungguhnya hal tersebut disebabkan oleh sistem kapitalis itu sendiri. Padahal ide awal penemuan synthetic womb sangat baik, yaitu untuk meningkatkan survival rate bayi prematur. Niat baik ini menjadi ternodai ketika hanya dijadikan komoditas ekonomi dari sisi keuntungan materi.
Solusi Islam dalam Mengatasi Keruntuhan Populasi
Islam datang menjadi solusi hakiki segala problematika kehidupan, termasuk keruntuhan populasi yang saat ini menjadi ancaman. Jika kita sudah sama-sama memahami bahwa penyebab hal tersebut adalah akibat sistem kapitalisme yang diterapkan, maka kita harus mengganti sistem kehidupan menjadi sistem kehidupan Islam. Karena hanya Islam dengan seperangkat syariatnyalah, yang dapat melindungi umat manusia dari ancaman keruntuhan populasi.
Terdapat banyak dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan. Perintah untuk melestarikan keturunan sangat jelas tertuang dalam Al-Qur'an, yaitu:
“…dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kamu (yaitu anak).” (QS. Al-Baqarah ayat 187)
Semakin banyak keturunan yang dimiliki, akan semakin baik. Karena Rasulullah juga akan bangga jika keluarga muslim memiliki banyak keturunan. Sabda Rasulullah saw: “…Sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu).” (HR. Abu Dawud)
Dorongan untuk memiliki keturunan ini juga disertai dengan balasan pahala serta kebaikan dari Allah. Mengandung dan melahirkan merupakan jihad kaum muslimah dengan balasan pahala besar karena nyawa yang menjadi taruhan. Beratnya pengorbanan orang tua terutama seorang ibu inilah yang mendasari perintah berbakti kepada orang tua seperti dalam firman Allah:
“Dan kami perintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun…” (QS. Lukman ayat 14)
Bahkan dalam HR. Bukhari, dorongan untuk berbakti kepada ibu tiga kali diucapkan Rasulullah sebagai bentuk keutamaan seorang ibu karena perjuangannya ini.
Selanjutnya dalam sistem kehidupan Islam, pemahaman konsep rezeki akan lebih baik lagi. Saat ini, konsep rezeki jauh sekali dari prinsip islami. Sistem kapitalisme memunculkan ide bahwa semakin banyak anak maka akan semakin rugi akibat banyaknya pembiayaan yang terjadi. Padahal dalam Islam, setiap anak yang dilahirkan sudah memiliki rezekinya sendiri-sendiri. Karena Allah sudah menjamin rezeki setiap makhluk yang hidup di bumi, seperti dalam firman-Nya:
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak di bumi melainkan dijamin Allah rezekinya. ” (QS. Hud ayat 6)
Kesejahteraan ekonomi keluarga muslim hanya akan terwujud jika menggunakan sistem ekonomi Islam yang terbukti menyejahterakan.
Tidak lagi perlu meributkan ketidaksetaraan gaji perempuan di lingkungan kerja, karena sebenarnya dalam Islam perempuan tidak memiliki kewajiban menafkahi keluarga. Peran suami dikembalikan sebagai pemikul utama kewajiban pemenuhan ekonomi. Penghasilan suami sudah sangat mencukupi karena kemakmuran umat ditopang dengan sistem ekonomi Islam. Pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki negara akan dikuasai negara dan hasilnya diberikan untuk meri'ayah kehidupan umat. Sehingga segala kebutuhan umat termasuk biaya persalinan dan jaminan sosial lainnya, dapat terpenuhi. Hal ini menandakan perlu segera diterapkan sistem kehidupan Islam secara menyeluruh (kaffah) agar bisa menjadi solusi hakiki segala problematika kehidupan, termasuk ancaman peradaban dengan keruntuhan populasi.[]
Denial terhadap ciptaan yang Maha Sempurna. Sistem Kapitalis membuat fitrah wanita dipandang sebagai beban, dan ketidaksetaraan antara laki2 dan perempuan